Dear, Sonia.

Dear, Sonia

Surat-suratmu yang menumpuk di kotak suratku, baru saja aku ambil. Sebenarnya aku masih malas mengatur ulang hidupku sejak kejadian itu. Aku masih sakit hati. Namun, pesanmu yang tak henti membangunkan aku di pagi hari sungguh membuatku ingin berterima kasih pada semesta. Kamu adalah satu-satunya sahabat yang aku miliki sekaligus satu-satunya orang yang masih mau peduli dengan keadaanku.



Pagi ini, aku memberanikan diri membuka jendela kamarku dan membiarkan sinar matahari menyentuh pipiku. Aku memejamkan mata namun bukan gelap yang aku lihat. Ada harapan baru yang dibawa matahari pagi ini. Bersama bulir embun yang menari di ujung daun cemara. Aku melihat ada cahaya terang di ujung jalan yang aku pikir buntu. Apakah ini pertanda?



Sonia,

Membaca suratmu adalah prioritasku hari ini. Ya, sepanjang hari. Apakah kamu menghitung sudah berapa surat yang kamu kirimkan dari jauh sana? Apakah kamu menghitung sudah berapa hari, minggu atau bulan yang kamu habiskan untuk menghiburku? Aku baru saja menghitung. 39 hari, lebih dari lima minggu dan lebih dari satu bulan. Aku menerima 19 surat yang sama sekali belum aku baca. Tolong jangan marah padaku. *kecup*



Aku melihat satu per satu alamat asal surat yang kamu kirim lalu aku tahu bahwa kamu sedang berlibur kala itu. Kamu sedang sibuk berlibur namun tetap mengirimiku surat yang kamu pikir aku baca? Oh, Sonia. Aku sungguh beruntung memilikimu sebagai sahabat. Aku akan mulai membaca surat-suratmu segera setelah aku mengirim surat ini. Aku pikir, aku harus mengucapkan terima kasih atas perhatianmu. Aku akan membaca setiap kalimat dalam surat-surat itu, yang kamu tujukan untuk membuat aku tersenyum lagi. Aku tidak akan mengecewakan kamu. Peganglah janjiku.



Sonia,

Semoga surat ini sampai tepat di pintu rumahmu. Sebagai yang paling pertama menyapamu pagi ini, tentu saja setelah suami dan anak-anakmu.



Salam sayang,

Alila




Oleh : @ManDewi
Diambil dari http://takhanyacinta.wordpress.com/2013/01/14/dear-sonia/