15 January 2013

Masih Ada Jatah Jatuh Cinta

“Tuhan sedang menghukumku, hukuman yang aku tolak sebelumnya, yang karena aku pernah rasa sebelumnya, yang aku tahu konsekuensinya, dan yang pernah aku tahu bagaimananya. Ya, jatuh cinta. Tapi kali ini aku tunduk dengan penghukuman yang Ia beri. Tak lagi mengelak seperti sebelumnya. Tuhan Maha Pemberi Rasa. Maha Segalanya”

Aku, seorang mahasiswi semester 7 dari perguruan tinggi swasta di Jakarta, yang begitu mudah mengagumi orang-orang yang menurutku pantas untuk dikagumi karena kehebatannya, yang cuma sekedar kagum dan tak pernah beranggapan bahwa jatuh cinta itu ada. Aku begitu mudah bergumam kagum kepada siapa saja yang pandai meracik kata menjadi sajian bacaan yang penuh bumbu, pria yang pandai bermain alat musik, pria yang pandai bercerita, mereka yang menghargai hidupnya, aku memang pandai dalam kagum-mengagumi. Ya, itu aku.

Aku cuma percaya mengagumi, dan suka terhadap sesuatu, bukan untuk mencintai. Mungkin benar yang mereka bilang, aku sedang menutup pintu hati, tak mau luka lagi. Makanya tak percaya jatuh cinta itu ada (lagi). Aku malah tak beranggapan seperti itu. Aku hanya mau merubah beberapa jalan cerita yang awalnya terbiasa dengan kekasih –sekarang tidak- menjadi wanita yang tidak bergantung pada siapa pun. Maksudku, setidaknya mengurangi dalam hal merepotkan orang lain.

Aku pernah dijatuhkan, tak diacuhkan, tak didengar, tak digubris, dan yang terlebih menyesakkan, yakni ditinggalkan. Tapi Tuhan Maha Baik, Ia ganti semuanya dengan puluhan sahabat baik yang bisa menemaniku kapan saja, dan di mana saja ketika aku butuhkan. Setahun setelah tanpanya, sama sekali aku tak merasa kesepian. Aku mendapati teori baru; jika punya kekasih, hanya boleh satu. Tandanya hanya punya satu bahu untuk bersandar, itupun ketika kita menangis, bahunya tak selalu siap siaga ada. Tapi ketika punya banyak teman? Banyak yang menyuguhkan bahu tanpa diminta, kan? Lebih pilih mana?

Aku tak mau jatuh cinta, sebab aku tahu konsekuensinya. Aku tak mau berkomitmen dalam menjalin hubungan, sebab aku tahu akan ada banyak ingkar. Aku tak mau… sebentar! Aku lupa kalau aku ini sedang jatuh cinta. Sedang menyayangi seorang kaum adam yang bahkan tak aku kira sebelumnya. Ya, dia pacarku. Aku bahkan sedang berpikir, bagaimana bisa aku mematahkan teori keren yang kubuat dulu?

Awalnya aku dikerubungi ragu, ini cuma sekedar permainan rasa, bukan jatuh cinta. Sulit memang, membangun kepercayaan tak semudah membangun kastil kerajaan, iya. Maksudku dari pasir putih di pantai. Jadi kubiarkan saja.

Dampak dari 'kubiarkan saja' ternyata jadi semakin banyak. Ada passion dari conversation yang kita buat. Banyak cerita yang tak membosankan, sama sekali tak membuat jemu. Cuma beberapa hari tak bertemu, rindu menjadi candu. Ah, aku jatuh cinta.

Tunggu dulu, aku jatuh cinta? Yang benar saja. Tapi mungkin, jatuh cinta merupakan hukuman Tuhan kepada mahluk-Nya yang tak percaya cinta. Iya, aku.

Tuhan sedang menghukumku, hukuman yang aku tolak sebelumnya, yang karena aku pernah rasa sebelumnya, yang aku tahu konsekuensinya, dan yang pernah aku tahu bagaimananya. Ya, jatuh cinta. Tapi kali ini aku tunduk dengan penghukuman yang Ia beri. Tak lagi mengelak seperti sebelumnya. Tuhan Maha Pemberi Rasa. Maha Segalanya.

Hukuman-Mu aku terima, Tuhan. Dengan konsekuensi yang sudah aku ketahui, dengan segala harap kebahagiaan, dengan perizinan menyayangi sesama umat manusia, dengan senang hati, aku terima.

Ternyata masih ada jatah jatuh cinta untukku. Iya, kepada kamu, sayang


oleh @soniaanggi

diambil dari http://soniaanggi.blogspot.com

No comments:

Post a Comment