15 January 2013

Kepada Lelakiku

Kepada lelakiku. Anugerah terindah yang Tuhan cipta, milikku yang teramat kucinta. Selamat pagi.

Apa kabar? Aku rindu. Bagaimana nikmatnya kopi yang dengan penuh cinta diseduh wanitamu pagi ini? Sudahkah kulitmu bertambah gelap setelah digoda matahari yang terik sekali hari ini?

Aku hanya ingin sampaikan hal yang seharusnya sejak lama ku sampaikan. Hanya saja aku tak pernah punya cukup nyali untuk meneriakkannya lantang tepat di telingamu. Walau pernah ada keinginanku mengungkapkannya di momen tertentu, malam tahun baru, misalnya, tetap saja lidah rasanya kelu, lalu berakhir dengan menahannya saja di mulutku. Karenanya, aku memilih untuk menuliskannya di surat ini, surat cintaku kepadamu. Semoga kau tidak keberatan.

Ah, belum apa-apa aku sudah berkali menghela nafas, padahal kau sedang tidak ditangkap mata. Kau sangat tahu, aku gugup akan ini. Sudah cukuplah aku berbasa-basi. Baiklah, aku akan mulai menjabarkan beberapa yang sudah memenuhi kepalaku sedari tadi.

Hal pertama, terima kasih. Atas penjagaanmu yang sering ku salah artikan. Atas maksud yang tersembunyi dibalik nasihat keras untuk tidak jatuh pada lelaki terlalu dini yang seringnya ku abaikan.  Kini, setelah ku rasakan sakitnya diingkari oleh dia—tempatku salah meletakkan percaya, aku baru mengerti. Aku menyesal, seandainya aku mendengarkan lebih awal. Bahkan setelah kau tau aku sangat terpuruk karena abaikan nasihat itu, bukan ‘sudah pernah ku bilang, rasakan akibatnya’ yang ku dengar darimu, melainkan ‘Bidadariku, tetaplah menjadi kuat’.

Hal kedua, juga terima kasih. Terima kasih atas kesabaran menghadapi tingkah nakalku. Berapa banyak sabar yang tersimpan di dalammu? Ini membuatku bertanya bagaimana Tuhan mencipta manusia pemilik sabar tak berbatas sepertimu. Terima kasih atas kemakluman akan sifat borosku yang tak jarang buatmu menggelengkan kepala. Bukannya tak menghargai jerih payahmu, hanya saja untuk mengontrol hal yang satu itu aku sama sekali tak ahli. Mungkin aku harus lebih banyak belajar untuk menutup mata pada hal-hal yang tidak begitu perlu. Juga terima kasih atas jarangnya ada pemenuhan atas pinta-pintaku. Jangan kaget aku mengucapkan terima kasih atas hal yang terakhir ini. Aku telah dewasa dan kini aku mengerti, kau hanya tak ingin aku tumbuh jadi wanita manja. Begitu, kan?

Lagi, terima kasih. Atas doa-doa yang tak henti kau panjatkan agar aku dapatkan yang terbaik dalam hidup. Percayalah, aku telah mendapatkannya. Dirimu, hadirmu, dan kasih sayangmu, itulah anugerah terindah di hidupku. Aku tak perlu apa pun lagi selama masih bisa mendekap erat bahagia di raut mu. Sungguh, apalagi yang ku perlu kalau semua yang ku cari telah ada padamu? Tak hentinya hati ku bersyukur atas ciptaan megah-Nya di dalam dirimu.

Terakhir, maaf. Maaf belum membuatmu bangga hingga di detik ini, tapi kau harus tau, lelakiku, aku sedang berjuang untuk itu. Itu keinginan terbesarku, itu janjiku. Tunggu aku, sampai waktu memberi kesempatan untukku menghantar kebanggaan kepadamu. Maukah kau?

Wanita yang memilikimu—yang adalah ibuku, pasti sungguh berbangga hati atas pasangan hidup yang diberikan Tuhan padanya, begitu pun aku. Setiap detail yang ada padamu, lelakiku, begitu ku suka. Ah, kau semakin membuatku jatuh cinta. Dalam doa tak pernah lupa ku minta agar Dia berbaik hati memberikan yang sepertimu saja. Iya, yang seperti mu saja.

Kepada lelaki terhebat di hidupku, aku mencintaimu.




oleh @renimelynda
diambil dari http://renimelynda.tumblr.com

No comments:

Post a Comment