21 January 2013

Surat untuk Cinta yang Malu-Malu

Pasir Putih, 17 Januari pagi hari
Kurang lebih delapan ribu tujuh ratus enam puluh jam lalu sebuah ingin tercipta. Kurang lebih tujuh ratus dua puluh jam lalu rencana dibuat dengan masih sangat mentah. Lebih dari angka itu sebuah penantian lahir untuk melatih kesabaran. Dan tiga puluh enam jam lalu sebuah perjalanan dimulai.
Ratusan kilometer ditempuh. Paling sedikit dua puluh empat stasiun dilewati. Menuju tempatmu, dambaan setiap hati. Entah yang memang sedang bahagia, yang sedang ditumbuh tunas-tunas cinta, yang sedang mencoba menyempurnakan suka dengan caranya, atau yang sedang mencari cita ditengah hubungan yang itu-itu saja, bahkan yang sedang belajar menerima bahwa cinta ada banyak jenisnya.
Ketika kau masih sibuk menyiapkan diri, mematut tiap inci di hadap cermin, memoles rona wajah kejinggaan, di sisi lain sana ada hati-hati yang juga sibuk membekali diri siap menemuimu.
Pukul empat dini hari, kaki kaki kerdil memaksakan dirinya untuk kuat dalam perjalanan. Dengan satu tekad; hanya untuk melihat rona semu pipimu. Kegelapan bukanlah musuh terberat, menyerah begitu saja pada apa yang ingin dicipta ialah seburuk-buruknya pekerjaan.
Kemudian semesta mengolok. Diturunkan rerintik hujan agar bumi kelimpungan mencari keteduhan. Disusul kabut yang enggan turun cepat-cepat. Mungkin mereka ingin perhatian bumi tercurah kepada selainmu.
Kaki-kaki tidak kelelahan. Tangan dan jemari tak juga lepas merengkuh badan mencari kehangatan. Penantian masih dalam masanya, hingga waktu menunjukkan kuasa. Kau belum juga menampakkan serat keemasan.
Bumi bukan menyerah. Hati-hati tak semudah itu melepas angan. Terkadang, kenyataan yang tak sejalan dengan harapan memang hanya perlu di-iya-kan.


Penanjakan 2, Bromo, 16 Januari 2013, matahari malu malu terbit diselimuti kabut

Oleh @valendgranith  Sumber: http://shandikapuri.tumblr.com

Kertas-Kertas Cinta

Padamu yang tak banyak bicara, ini akan menjadi seperti malam-malam sebelumnya, mungkin rindu lagi.


Kamu tak pernah kosong, terus terisi penuh, walau hanya digandrungi oleh sebuah nama, dia.
Kamu tak pernah hilang, selalu terbuka, siap menyimpan secara rapi berkas-berkas kehidupanku, sedih, senang, susah, semua ada dalam dirimu.
 
Kamu tak pernah seriang ini, setiap kubuka kau dengan penuh semangat, membuyarkan fantasi-fantasi ini dalam garis-garismu, menggurat apa yang ada dalam otak, hingga kamu tak lagi kosong dilihat.
 
Kertas, melengkapi waktu-waktuku yang tak selalu banyak bicara.
Kadang, hanya kepadamulah suasana hati ini membaik; meraihmu, membukamu, menulis, lalu muncullah rasa tenang itu.
 
Sekarang, kertas mana lagi yang sudah siap menampung pikirku?
Andai dia seperti kamu, menenangkan, dan disini terus.
 
Oleh @zaaaturra_ Sumber: http://zhr-izza.blogspot.com

Menjadi Tiffany Hwang

Hai! Ini surat kedua yang aku tulis. Tak perlu kamu baca, karena tak ada yang istimewa. Kali ini hanya akan ada segerombolan kalimat-kalimat tak penting tentang satu ceritaku. Kamu ingin tahu? Duduklah dan simak. Aku tak ingin ini sia-sia.

Malam itu dingin, seperti malam-malam biasanya. Aku duduk menyendiri di kamarku, memeluk satu bantal dan tak lupa memegang Handphoneku. Apa yang kulakukan? Oh, tentu saja sekedar membaca timeline di Twitter dan kadang tergelak tak karuan karena ada beberapa twit yang lucu.
Tepat malam itu, aku menemukan username Twittermu. Satu username yang begitu mudah untuk disebut. “Twit-twitnya seru kayaknya…” pikirku. Tanpa ragu aku meng-click tab ‘follow’ yang ada di layar handphoneku.

Tak pernah ada interaksi di antara kita, aku hanya membaca twit-twitmu dan tak berniat melakukan apa-apa. Hingga di satu malam berikutnya, kamu bertanya “Ada yang belum punya pin BB-ku gak?”. Iseng, ku-reply “Gue!”. Aha! Beberapa menit berikutnya pun ada satu DM, dan itu darimu. Serangkai pin BB yang segera ku-add waktu itu juga.

Aneh. Kita tak berbicara sedikit pun. Tak ada apa-apa, tak ada interaksi, sekalipun aku telah melihat namamu tertera di daftar contact BBM-ku. Hingga di satu malam lainnya lagi, aku mengirim satu BM yang isinya mempromosikan salah satu teman perempuanku yang baru saja jomblo. Niatnya hanya bercanda―dan ternyata kau membalas BM-ku, “Aku twit ya?” tanyamu.
“Terserah, kak..” Jawabku.

Kita pun berkenalan, berbincang cukup lama, aku bercerita banyak dan kamu pun banyak memberikanku saran-saran yang masih kuingat hingga detik ini.

Kamu smart, dan aku suka itu. Aku mulai sering mencoba mencuri-curi perhatianmu. Kadang berhasil, namun kadang kamu tak peduli. Aku sering bercerita kepadamu. Ah, sungguh menyenangkan. Aku dapat melihat sejauh mana kamu mampu menafsirkan hal-hal yang ada di sekelilingmu. Kamu punya satu sudut pandang yang tak dimiliki orang lain, dan aku jatuh cinta dengan caramu memandang setiap hal-hal yang kamu temui.

Waktu terus berlalu, hingga kita semakin kerap berinteraksi. Tak ada apa-apa sebenarnya. Aku hanya senang berinteraksi denganmu, aku senang membagi cerita denganmu. Semacam―kamu diciptakan untuk mengerti setiap hal-hal yang sebenarnya sulit untuk aku jelaskan. Entah apa ini namanya, aku pun tak tahu. Kamu tahu apa yang aku mau dan tak mau. Kamu tahu apa yang aku suka dan tak suka. Kamu tahu apa yang aku pikirkan dan apa yang tidak sedang aku pikirkan.

Pertama kali kita bertemu, aku masih ingat satu kalimatmu, “Kamu senyumnya bagus ya!”. Aku senang luar biasa. Akhirnya ada orang yang benar-benar menghargai eye-smile-ku. Akhirnya ada orang yang benar-benar memperhatikannya dan mengatakannya langsung di hadapanku. Karena kamu, aku bangga dengan eye-smile-ku. Karena kamu, aku semakin ingin menjadi seorang Tiffany Hwang.

Kenapa? Surat aku apeu banget ya? Emang! Otak aku udah gak konsen nulis lagi nih. Segini dulu ya surat dari aku. Daaaa!

Oleh @vanatigh Sumber: http://irvanwiraadhitya.tumblr.com

Kepada Orang Tua

Yang terhormat orang tua.
Kalian tak juga bisa terlepas dari salah sepertinya.
Hidup cukup lama, diasah lebih keras.
Bukankah luka telah banyak menggores?
Tidakkah membuka mata?

Yang terhormat orang tua.
Kalian berbuat banyak dosa dan berpongah dihadapan kami, pembelajar.
Belum sakitkah perut dengan terlalu banyak asam dan garam?
Sebaiknya, keluarkan saja lewat belakang, diam-diam.
Karena jika dari mulut, hanya akan buat kami muntah.

Yang terhormat orang tua.
Kalian masih bodoh juga ya?
Kami anak-anak kalian lebih bodoh lagi.
Kami membela mentah-mentah kebodohan kalian.
Sementara kalian menyalahkan mentah-mentah umur kami.
Dewasa kita jauh dari umur. Mengapa mengaitkan?

Yang terhormat orang tua.
Kami pun akan sampai pada jejak, dimana sekarang kalian berdiri.
Lalu apa yang kalian sombongkan?
Lagi-lagi waktu.

Yang terhormat orang tua.
Selayaknya hormat dan cinta tak pernah berpisah.
Kalian mencintai kami sepanjang kehidupan .
Sebagaimana kami membela kalian sepanjang dunia kami.

Oleh: @ulansabit Sumber: http://punyaulan.wordpress.com

Tai Lalat Penanda

Dear Wanitaku,

Ingatkah kamu kapan kita bertukar hati?
Pertukaran yang gak pernah diketahui kapan akan kita kembalikan.
Aku telah melupakan kapan, pun aku mengharapkan kamu untuk melupakan. Tak ada gunanya untuk mengingat awal, seperti tak bergunanya menebak akhir.

Katakan ‘Tidak’ untuk pertanyaanku di awal. Tak ada kepentingan apapun untuk dikembalikan lagi.
Jika resikonya adalah melupakan diri sendiri, dengan mudah aku mengiyakannya. Akan ku lakukan tanpa beban tanpa keberatan. Adil bukan?

Sekarang kita sedang bertarung dengan jarak yang sulit untuk ditempuh, juga waktu yang lebih dari separuh. Kelak, emenangan kita akan dihadiahi ikatan yang utuh, membayar segala apa-apa yang kita butuh.

Wanitaku,

Aku ingin memberiatahumu sesuatu. Bukan janji untuk menjadikanmu ratu. Melainkan rahasia yang ku tinggalkan dibalik wajah cantikmu itu.

Mendekatlah pada cerminmu. Lihatlah baik-baik apa yang menonjol di wajahmu. Tersenyumlah saat kamu melihat hidungmu tanpa dibebani tangkai kacamata barumu.

Di sebelah kanan hidungmu ada tai lalat besar, bukan? Itu aku yang melakukan.
Aku memberimu tanda supaya kamu mudah dikenali, dalam kodisi terburuk aku lupa dengan sosokmu atas biadabnya jarak dan waktu.

Tidak hanya buatmu, aku melakukannya juga untuk diri sendiri. Aku memberi tanda yang sama, di posisi yang sama, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Supaya kamu mudah mengenaliku, dalam kondisi terburuk yang sama, oleh kebiadaban dua hal yang sama. Sekarang kamu sudah tau.

Lewat surat ini juga, aku mengabarkan pada dunia akan tai lalat penanda kita berdua. Jika saja terjadi hal yang jauh lebih buruk, aku dan kamu tak mampu untuk saling menemukan. Biarlah dunia yang mempertemukan dan menyatukan.

 oleh: @zulhaq_ Sumber: http://zulhaq.tumblr.com

Dua Tahun Sudah


Mengenang tepat dua tahun meninggalnya Alm. Mama ( 20 Januari 2011 - 20 Januari 2013 )

Ma, Dua tahun sudah kedua tangan ini tidak memelukmu. 
Dua tahun sudah, kedua bibir ini tidak mencium telapak tangan, kening serta kedua pipimu.
Dua tahun sudah, kedua mata ini tidak melihat paras dan sosokmu
Dua tahun sudah, segalanya hilang dan menjadi kenangan.
Waktu yang belum cukup lama, namun begitu terasa.

Dua tahun setelah kepergianmu, tak hanya sedikit perubahan yang terjadi didalam diriku. Namun, begitu membukit ma. Lihat, sekarang aku seperti seorang wanita dewasa yang harus bekerja demi mendapat gelar sarjana dan membuat mama papa bangga. Aku bekerja senin-jumat, terkadang hari sabtu diwajibkan masuk kantor dan terkadang pula harus pulang larut malam. Sekiranya aku pernah merasa lelah. Namun, itu tidak mampu membuatku menyerah. Sekiranya beberapa hal membuat mentalku terguncang. Namun, itu takkan membuat semangatku tumbang.

Ma, satu yang harus kau ketahui.
Betapa inginnya aku membelikan sesuatu untukmu saat aku menerima gaji pertamaku. Hasil keringat jerih payahku bekerja selama tiga puluh hari.
Tetapi, yang ada aku hanya menangis sendiri.
Betapa tak bergunanya aku sebagai anak ma, yang selama enam belas tahun tidak sanggup memberikan sedikitpun sesuatu berharga untukmu.
Kini aku hanya bisa mengirimkan doa dan menyelipkan nama mama dan papa disebuah kalimat sebelum aku menjawabnya dengan “Amin” disetiap doa yang kupanjatkan.

Ma, aku yakin kau dapat mendengar segala jerit dalam diamku, jerit dalam segala rindu, jerit dalam tangis sedu dan jerit dalam setiap doaku yang selalu menyebutkan namamu.
Betapa ingin, aku pergi sejenak untuk bertemu dan memelukmu.
Atau bahkan pergi selamanya, untuk bisa tinggal bersamamu di atas surga sana.


Dari anak perempuanmu yang selalu merindukanmu,

Talitha Brantya


oleh @TalithaBrantya
diambil dari http://merentangpelukan.blogspot.com/

Untuk Tukang Posku, Ika Vuje


Hai, tukang posku..

Surat ketujuh ini buat kak Ika. Iya, kak, surat ini buat kakak.. Tukang posku yang cantik. :*

Makasih ya, kak, selama tujuh hari ini udah nganter-nganterin surat aku.

Yang sabar ya, nganterinnya. Pasti capek banget deh. Ya, kan?

Semangat terus ya kak. Intinya sih, aku cuma mau bilang makasih. Gak tau mau bilang apa lagi.

Makasih ya kak. :p


oleh @ratihibow
diambil dari http://ratihibow.wordpress.com/

Surat Cinta, Tapi Aku Benci Kamu


Dear kulitku,

Pertama-tama aku ingin minta maaf. Maaf karena aku benci. Sebenci bencinya benci. Padamu. Aku benci karena warnamu tidak secerah dan seindah orang lain—nyaris hitam. Aku benci selalu terlihat jelek karenamu. Aku benci ketika aku terlihat kampungan hanya karena kamu—kalau aku kampungan, terus orang-orang yang menulis b3g1n1 namanya apa?—Benci sekali.

Yang paling membuatku benci padamu adalah saat aku berkenalan dengan lelaki lewat jejaring sosial, kami sudah akrab, aku sudah nyaman, namun waktu bertemu langsung ia malah menjauhiku karena kamu. Lalu waktu aku berfoto dengan teman-teman. Mereka tampak cantik dengan senyumnya masing-masing. Namun aku tampak buruk karena kamu.

Juga waktu aku memakai camera360 untuk berfoto yang memberikan efek putih padamu, lalu menjadikan foto itu sebagai ava twitter—serius! Aku mendadak cantik dengan efek putih itu!—banyak orang menghujat. Ingat sekali aku bagaimana aku mendapat #kode:
“Duh kalo item ya item aja nggak perlu main edit!”
“Ceilah cantik banget. Situ jago potosop ya? J
“Di ava doang cantik. Aslinya bikin ilfil buset”
Oke. Mengingat semua #kode itu membuatku makin membencimu.
Atau saat aku memang sengaja berusaha lebih cantik karena akan bertemu lelaki yang ku suka, lalu seseorang menyeletuk,
“Ya ampuuun! Itu bedaknya udah tebel banget kayak wedges-nya Syahrini.”
Padahal aku bersumpah. Aku bahkan tidak punya bedak di rumah. Emm... mungkin sedikit lightening cream yang sebenarnya tidak memberikan efek berarti padaku. Tapi itu kan beda dengan bedak!

Yang paling sakit itu, keluargaku sendiri juga menghinaku gara-gara kamu. Karena aku tidak bisa secantik ibuk dengan kulitnya yang cerah, bibirnya yang tipis, hidungnya yang mancung seperti orang arab, rambutnya yang bergelombang menggemaskan, dan tingkah laku kalem layaknya ibu-ibu baik hati dalam dongeng. Mungkin semua orang akan berpikir bahwa dukun yang membantuku melahirkan—FYI aja nih, aku lahir di dukun. Benar-benar anak yang kurang beruntung—telah menjual anak asli ibuku yang cantik jelita seperti Cinderella dan menukarnya denganku, spesies terbawah kaum amborigin. Kalau itu benar-benar terjadi, sepertinya bagus juga untuk dijadikan skrip sinetron. Oke. Fokus.

Aku benci karena kamu susah dibuat cantik. Produk-produk yang menjanjikan kulit putih itu nyatanya cuma omong kosong! Aku sudah memakainya nyaris berlebihan tapi nyatanya tidak ada perubahan. Terkadang tergiur juga dengan cara instan teman-temanku yang bernasib sama namun memiliki uang lebih, dengan injeksi pemutih. Yaah... sayangnya aku tidak dianugerahi uang lebih. Jangankan injeksi pemutih. Uang kas kelas saja jarang kulunasi.

Karena semua ini, aku malah jadi anak durhaka. Aku malah mempertanyakan keadilan Tuhan. Kenapa anak baik-baik dan setia sepertiku malah jelek? Tetapi gadis-gadis yang sukanya mempermainkan hati pria malah diberi kulit bagus dan kecantikan mempesona? Kenapaaa? Aku tidak habis pikir.

Sampai pada akhirnya suatu hari internet mengenalkanku padanya, Lizzie Velaszquez. Yang katanya gadis terburuk di dunia. Menderita kelainan sehingga tubuhnya tidak bisa menyerap sari-sari makanan. Pernah hampir bunuh diri karena keadaanya. Namun kini ialah inspirasi setiap wanita di dunia. Memotivasi wanita untuk merasa cantik apapun adanya. Ia tetap percaya diri meskipun setiap hari berfoto dengan model-model cantik. Ia tetap percaya diri meskipun mendapat julukan wanita terburuk di dunia. Kepercayaan dirinya itu membuatnya terlihat cantik, apapun kondisinya.

Lalu kuatur lagi cara pandangku dari awal. Tidak ada wanita jelek di dunia ini, selama dia bersugesti bahwa dia cantik. Tidak ada yang cacat dari pemberian Tuhan, selama kita mau mensyukurinya. Yang membuat seorang wanita terlihat cantik adalah hatinya yang bening, senyumnya yang tulus, tuturnya yang anggun. Kalau kata orang keren itu namanya innerbeauty :)

Jadi boleh dong kalau sekarang kukatakan bahwa aku sayaaang padamu, kulitku? Karena Tuhan telah menciptakanmu tanpa cela. Karena sekarang aku merasa akulah wanita tercantik di dunia. 

Salam cinta, 

Pemilikmu yang baru tahu bagaimana cara bersyukur



oleh @tullatul
diambil dari http://gulajawadua.blogspot.com/

Untuk Laki - Laki yang Kupanggil Ayah

Tadi, pagi-pagi sekali, ada sepeda terparkir di muka rumah
Ada dua jumlahnya, sepeda besar dan sepeda kecil
Tapi sayang sekali, sepeda itu bukan punya kita
Kau tau, ayah?
Ternyata pemiliknya adalah sepasang ayah dan anak
Mereka sedang bersiap-siap, mau sepedaan katanya
Kau tau, ayah?
Mereka kompak sekali…



oleh @sintrooong
diambil dari http://agustinasss.blogspot.com/

Sayangnya Akoooh


Sayang...
Aku kangen rambut kamu, rapi banget. Aku ingat waktu liat kutu main perosotan di sana. 
Aku pengen ngusap-ngusap rambut kamu. Walau aku tau, itu bukan lampu wasiat Aladdin. 
Di mata kamu ada.yang aneh deh kayanya Tapi, aku belum nemuin yang aneh itu apa. Makanya aku liatin terus.

Sayang...
Kamu udah makan? Jangan lupa makan ya. Kalo gak abis, delivery aja ke kosan aku. Kan pacar itu fungsinya jadi bala bantuan buat ngabisin makan. 
Kalau makannya nambah jangan nanya "Aku gendut, ya?" Dan jangan salahin aku kalau bilang "Iya" #runrunsmall #throwingjumroh

Sayang...
Aku gak apa-apa kok kalau kamu anggurin. Kan, anggur semakin didiemin semakin mahal. 
Aku jangan terlalu sering diapelin. Ntar kelebihan Vitamin A. Aku kurangnya Vitamin C aja. Vitamin Cium dari kamu.
Aku juga maunya disemangkain aja sama kamu. Semangka, semangat kaka, gitu. Itu udah cukup kok.

Sayang...
Kamu jangan tidur malem-malem banget ya. Sekarang udah ada yang jaga di pos kamling kok. Aku. Kenapa aku? Ya karena kamunya suka insecure. Jadi aku yang jagain keamanan lingkungan hatimu. 

With love
Rizky


oleh @rizkymamat
diambil dari http://rizky-muhammad.blogspot.com/

Dear God


Hai!
Selamat Sore!

Bagaimana keadaan disana? Disini sedang hujan rintik-rintik.
Ohiya, Kau sedang apa sekarang? Pasti sibuk ya?

Ah, bodoh sekali aku menanyakan ini kepadaMu, Kau kan pemilik semesta ini. Sudah barang pasti kau sibuk. Kau memantau seluruh kegiataan semesta, Kau pemberi naf`s penghuni semesta. Dan Kau pula pemberi cinta di seluruh semesta.

Tapi, di tengah kesibukanMu, aku boleh meminta waktuMu sedikit? Aku mohon, sebentar saja. Mungkin ini terdengar konyol dan sedikit kurang ajar untuk aku seorang yang sering lalai terhadap tugasMu.
Aku mohon, sebentar saja.. Tolong hentikan kegiatanMu memantau semesta ini, aku yakin mereka akan baik-baik saja. Cukup dengarkan aku, aku ingin bercerita.

Baiklah, saat ini di tengah hujan, aku sangat merindukan seseorang. Seseorang yang waktu itu sempat mengisi hatiku. Kau pasti tau siapa dia. Iya, Kau benar, dia Tuan Tampanku yang tempo hari aku ceritakan kepadaMu. Kau pasti masih ingat kan bagaimana dia dan seperti apa dia, Kau kan Maha Mengingat segalanya jadi aku tak perlu cerita lagi.

Aku butuh bantuanMu, dia menghilang beberapa bulan lalu. Aku tak tau dimana sekaranga tapi aku yakin Kau tau dimana dia sekarang. Kau kan punya radar pencari yang keakuratannya telah terbukti 100% benar. Tolonglah, bantu aku mencarinya dengan radarMu, aku ingin bertemu dengannya, aku rindu.

Sudah dulu, aku menggangguMu dengan ceritaku yang tak begitu penting ini. Selamat bekerja kembali. Nanti jika sudah tahu dimana Tuan Tampanku berada tolong beri tahu aku secepatnya ya.

Terimakasih.


Salam,
MakhlukMu yang Tak Sempurna




Oleh by: @oriin_
Diambil dari http://orindmorind.blogspot.com/2013/01/dear-god.html#links

Kairos


Kepada Sang pengatur waktu,

Hari ini aku belajar untuk tidak terlalu banyak meminta. Aku belajar untuk lebih banyak memberi, mensyukuri dan menerima apa yang telah diberi. Ya, setelah Tuhan akhirnya menyadarkanku dengan berbagai jenis pilihan perjalanan yang telah terlewatkan.

Aku pernah begitu kesal menunggu sampai akhirnya hanya tersisa berjejal kecewa yang menggumpal. Hingga akhirnya aku tahu, menunggu adalah media pelatih hati agar segera semakin mendewasa. Aku pun pernah begitu mempertanyakan sebuah gerak waktu, mengapa bisa-bisanya terlalu cepat mengubah suasana hati. Terlalu cepat mengubah yang ada menjadi tiada, atau yang tiada menjadi ada. Terlalu cepat menyuguhkan hal-hal yang tak biasa hingga mengubah debar yang ada menjadi datar yang menghilangkan segala rasa. Aku pernah menanti-nanti datangnya pilihan hati hingga membuat aku menjadi seorang pemerhati sejati. Aku pun juga pernah menjadi pemerhati mula-mula sampai seseorang tiba dan segala yang terlalu cepat mengendurkan makna cinta.

Semuanya menitik beratkan peran pada sang waktu. Kini aku tahu, sesuatu yang terlalu memang tidak baik untuk menjadi milik. Kini aku sadar, jika beberapa jenis yang berlawanan datangnya dulu adalah sebuah pelajaran buatku. Untuk lagi-lagi tak mengira-ngira terlalu cepat bahwa ini cinta. Tak menaruh hati kepada yang teryakini sebagai pilihan hati tanpa hati-hati. Karena kini segala yang bersangkutpautan dengan hati akan kuserahkan kepada Sang pengatur waktu. Aku hanya ingin menantikan Kairos itu. Aku hanya ingin menantikan waktunya Tuhan yang datang sebagai suatu ketetapan tujuan yang telah dipilihkan.

Maka aku menenun seluruh percaya bahwa jika Dia yang mengatur segalanya, hidup dan percintaanku akan baik-baik saja. Tidak ada yang salah, tidak ada yang perlu ditakutkan ketika hidup kita berada di dalam Kairos Tuhan.


Oleh @Lovepathie
Diambil dari http://lovepathie.tumblr.com/post/41002623037/kairos

Yang Ini Untuk Tukang Pos


Ditulis, kemudian dihapus. Ditulis lagi dan kemudian dihapus lagi. Begitulah kira-kira nasib kata-kata yang menari di pikiranku. Selalu begitu hingga akhirnya sampai disuatu ujung berupa tanda titik. Sampai di tanda titik, aku pun terbiasa membaca kembali susunan kata itu sebelum memulai kalimat selanjutnya. Ya, selalu begitu selama beberapa hari terakhir ini.
Sepanjang malam bukan lagi memikirkan adit melainkan kepada siapa besok suratku ditujukan. Pikiran itu juga yang pada akhirnya mengantarkanku pada dunia mimpi. Dan ketika pagi, aku mulai terpikir tentang cara merangkai kata-kata itu, sebelum akhirnya benar-benar tenggelam disana. Jauh lebih baik daripada memikirkan adit yang entah kali ini sedang disibukkan oleh apa.
Eh, kenapa jadi membahas adit sih? Sorry.. Sorry.
Hei, tukang pos, surat yang ini khusus untuk kamu :)
Apa kabar? Semoga kau selalu sehat yaa.. Aku yakin banyak sekali surat-surat yang harus kau baca sebelum akhirnya kau kirim satu persatu. Bagaimana rasanya berselancar didunia maya bersama sepeda pixie kesayanganmu? Menyenangkan?
Tugasmu pasti tidak mudah ya. Kadang aku pun merasa begitu, bingung harus menulis surat kepada siapa. Tapi semuanya harus dijalani dengan senang hati bukan? Ku lihat agen pos kelilingku juga selalu terjaga sebelum memastikan jika suratku sudah ia terima. Oh hei, kak @chachathaib , semoga selalu cantik seperti biasanya.
Menulis surat seperti ini, selain melatihku untuk lebih disiplin dalam menulis, juga mengalihkan mataku dari dunianya. Ini berkat kamu. Terimakasih yaa.. Ah iya, mungkin untuk sementara aku tidak lagi menulis surat, laptopku mau medical check up dulu abisnya. Tapi semoga nggak lama deh. Tetap semangat yaa.. Kita bahkan belum sampai setengahnya, hahaha..
Selamat hari minggu!




Oleh @nrsfrn
Diambil dari http://ilrow.blogspot.com/2013/01/yang-ini-untuk-tukang-pos.html

Kepada Kamu Yang Hampir Lupa..


Juni 2012.
Kita berpisah saja.
Aku tak bisa menjalani semua ini.

Juli 2012.
Apa kabar kamu?
Baik-baiklah di kotamu.
Aku rindu.

Agustus 2012.
Aku mencintaimu. Hanya kamu.
Aku tak ingin kehilangan kamu.

September 2012.
Kita akan terus bersama.
Bila tua nanti tak ada yang merawat kita, kita akan saling menjaga.
Hanya kamu dan aku.

Oktober 2012.
Aku merindukanmu.
Namun, aku takut mengecewakanmu.

November 2012.
Mungkin baiknya kita tak lagi berkomunikasi dulu.

Desember 2012.
Kamu wanita terbaikku. Kamu yang paling bisa mengerti aku.
Maafkan aku, bila aku masih saja menyakitimu.

Januari 2013.
Aku tak pernah melupakanmu.
Hanya saja, aku mungkin butuh waktu untuk sendiri.
-----

Hai... Apa kabar?
Masih belum ingatkah hatimu?
Aku, wanita yang selalu kau cintai dan pertahankan. Aku pula wanita itu. Wanita yang setia menunggumu pulang. Masih seperti dulu, seperti pintamu.





Diambil dari Juni 2012.
Kita berpisah saja.
Aku tak bisa menjalani semua ini.

Juli 2012.
Apa kabar kamu?
Baik-baiklah di kotamu.
Aku rindu.

Agustus 2012.
Aku mencintaimu. Hanya kamu.
Aku tak ingin kehilangan kamu.

September 2012.
Kita akan terus bersama.
Bila tua nanti tak ada yang merawat kita, kita akan saling menjaga.
Hanya kamu dan aku.

Oktober 2012.
Aku merindukanmu.
Namun, aku takut mengecewakanmu.

November 2012.
Mungkin baiknya kita tak lagi berkomunikasi dulu.

Desember 2012.
Kamu wanita terbaikku. Kamu yang paling bisa mengerti aku.
Maafkan aku, bila aku masih saja menyakitimu.

Januari 2013.
Aku tak pernah melupakanmu.
Hanya saja, aku mungkin butuh waktu untuk sendiri.
-----

Hai... Apa kabar?
Masih belum ingatkah hatimu?
Aku, wanita yang selalu kau cintai dan pertahankan. Aku pula wanita itu. Wanita yang setia menunggumu pulang. Masih seperti dulu, seperti pintamu.



Oleh @OkkyYolanda
Diambil dari http://okkyyolanda.blogspot.com/2013/01/kepada-kamu-yang-hampir-lupa.html?spref=tw

Lelah atau Lemah?


Aku mulai lelah menulis surat cinta tanpa balasan untukmu.
Atau mungkin cintaku yang mulai lemah.

Ps. I love you.
Pps. Again, I still love you. I'm sure.



Oleh @meyrzashrie
Diambil dari http://meyrzashrie.blogspot.com/2013/01/lelah-atau-lemah.html

Sahabat (Bukan Hanya) Pena


Bogor, Januari hari dua puluh, 2013
Teruntuk,
Raymond
yang penanya terlalu pintar menulis rasa dalam aksara.

Hai, kamu..
Saya sedang setengah tertidur di bangku bus pada kilometer kesekian Cipularang ketika notifikasi Twitter berbunyi. Ternyata, ada pesan dengan namamu tertera mengetuk tab mention saya. Seketika, kantuk yang semula begitu posesif memeluk mata saya langsung enyah begitu saja. Lalu, terbit sesuatu di bibir—senyum pertama saya hari itu. Terima kasih banyak untuk suratnya, Raymond. :’)

Menulis tentu saja sebuah hobi yang lebih dari hobi. Saya mungkin juga pernah sekali waktu bercerita pada kamu bahwa saya paling tidak betah melewati hari tanpa menulis. Jika belum menulis, mood saya seharian pasti berantakan. Padahal, mahir menulis pun saya belum. Hahaha.. Begitulah, memang cinta tak pernah masuk logika. Dan saya memang cinta menulis.

Hanya Tuhan yang tahu betapa saya bersyukur takdir kita bertabrakan di titik yang sama. Barangkali, kita adalah kesengajaan yang terlihat tak disengaja. Kita adalah sedikit dari pemberian Tuhan yang begitu saya syukuri, meski tanpa pernah saya minta sebelumnya. Jarak saya dengan kamu memang sejauh beberapa titik di atas peta, namun siapa sangka Tuhan mempertemukan dengan begitu mudahnya?
Saya yakin, ini bukan kebetulan. Saya yakin, ini sudah suratan.

Dunia saya juga semula tak pernah besar, Raymond. Saya hanya seseorang yang terlalu asyik dengan pikirannya sendiri. Hingga suatu saat saya mulai membuka diri, mulai berani menunjukkan ada orang lain yang ingin bicara di dalam saya—diri saya yang sebenarnya. Dan ternyata. Tuhan memudahkan jalannya. Kemudian, lewat serangkaian peristiwa beruntun, kita akhirnya bersua dalam kata-kata.
Terima kasih sudah membuka kesempatan bagi hidup saya yang tempo hari mengetuk pintu hidupmu, Raymond. :)

Saya tahu, pertemuan hanyalah jadi wacana jika kita tak pernah mengusahakannya. Namun lagi-lagi, kita butuh tangan Tuhan untuk membantu mewujudkan. Maka kosongkan jadwal di suatu hari selepas kelulusanmu, lalu hubungi saya. Barangkali Tuhan Yang Maha Baik akan mempersiapkan jalannya. Entah saya yang singgah di kotamu, entah kamu yang mampir di kota saya. Semua terserah Tuhan, saya cukup berdoa dan mengharapkan.
Semoga kita tak hanya henti sampai di sini ya, Raymond. Semoga relasi kita masih jauh hingga entah. Semoga rencana-rencana yang kita buat di bawah payung ‘bersama’ kelak di-iya-kan Tuhan. Semoga jalan menujunya dilancarkan. Aamiin. :’D

yang penanya terus ingin bersahabat denganmu,
Indri.
——————-
NB: Sesekali, ketika harimu sedang ditemani Adhitia Sofyan dan secangkir kopi, bukalah link ini —> http://www.rainymood.com/ Bukan hanya inspirasi, saya yakin kenangan juga menghujani puncak kepalamu itu. Biarkan saja mereka masuk, lalu tuliskan sesuatu tentang cinta. Barangkali, kamu akan menemu jawabannya. Sebab hingga sekarang, sayapun masih bingung apa itu cinta. Atau begini saja, lain kali, kita bisa bicarakan ini bersama. Di waktu dan tempat yang sama di masa depan—dalam sebuah pertemuan, bagaimana? :)

Oleh @idrchi kepada @raymnd
Diambil dari http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com

Makan yang Bener, Ayah!


Jakarta, 20 Januari 2013,

Dear Mr. Sardjito, Ayah tercinta,

Hal yang lucu setiap Kanne pulang ke rumah, dan mendapati mi instan yang bertebaran di atas meja, mendatangkan komentar dalam hati: Please atuh euy, Ayah, kaya anak kostan gini.

Yes, indeed. Sejak Mama meninggal, tahun lalu, Ayah seperti kembali lagi menjadi anak kuliahan yang merantau jauh dari orangtua dan sanak saudara. Mi instan, nasi dus, minuman-minuman manis, seakan mendominasi pencernaan Ayah. Lebih-lebih, karena Kanne nggak kerja di Bandung lagi. Jarang makan dan menyibukkan diri sama pekerjaan.

Iya sih, Yah, Kanne juga gitu. Menyibukkan diri biar nggak inget-inget lagi, kalau Mama udah pergi, nyaris setahun lamanya. Kalau sepi memang sering menghenyak hati. Kalau lubang sakitnya masih menunjukkan eksistensi.

Tapi ya nggak gitu juga!

Kanne cuma punya Ayah, yang selalu jadi sosok Super Daddy buat seorang Kanne. Ayah serba bisa yang selalu bantu bikinin prakarya anaknya yang cengeng, Ayah serba bisa yang juga galak pas lagi ngajarin Fisika, atau Ayah serba bisa yang juga secara nggak sadar ngajarin anaknya buat jadi angkoters, backpacker, traveller dan rajin hiking sejak kecil, terlebih saat bervakansi.

Bahkan, Kanne baru tahu sekarang kalau Ayah suka The Beatles, suka Rolling Stones, suka pulang malam waktu dulu masih kuliah, dan sebagainya.

Karena itu,

Jangan hujan-hujanan kalau naik motor, pakai mobil kalau hujan deras! 
Jangan makan mi tiap hari kalau Kanne lagi di Jakarta!
Jangan kebanyakan nyimpen minuman manis di kulkas!
Jangan sampai kelewatan jam makan!
Jangan tidur larut malam! 
Jangan galau melulu, just let it go!

Dan, jangan lupa, kalau Kanne selalu jadi anak Ayah yang sangat sayang sama Ayah!

-penceritahujan yang adalah anak Ayah-

Oleh @heykandela
Diambil dari http://ceritahujancandella.blogspot.com

Soloist Denseuse


Dear Soloist Danseuse,

Bagaimana kakimu? Masih lemahkah menari?

Aku harap tidak. Semesta gugur hening kehilangan sosok penari yang biasanya menari dari pesisir ke pesisir lainnya. Meski sendiri. Kau lihat langit yang selalu dirundung muram dan menangis sejadi-jadinya, saat sang penari terbalut luka rantai dipergelangan yang menjuntai dikedua kaki, tapi ia enggan tuk melepas. Padahal tahu, ia bisa dengan mudah melepas rantai-rantai yang menahan, kemudian pergi dengan tarian-tarian surgawi mengikuti angin berselendangkan pelangi. Tapi ia enggan dan memilih tuh tinggal.

Dalam goa-goa prasasti yang entah dimana, kau layaknya seorang tahanan tanpa mentari sebagai antarimu. Mencoba menari tengah temaram yang tak berujung, menuliskan prasasti di goa itu sebagai doa. Tentang hidupmu, tentang mereka, bahkan tentang mimpi-mimpimu. Dalam gulita kau meminta pendar, sekedar ingin kau prasastikan kisahmu meski sebentar. Kau lupa, bahwa kaulah sang binar itu sendiri.

Bangkitlah sayang, bukankah sudah kukatakan padamu. Kau memiliki cahaya dalam dirimu sendiri. Kaulah sang cahaya untuk semestamu. Percayalah, diujung goa itu kau pemiliki andil tuk menarikan sebanyak apapun tarian yang ingin kau sampaikan. Terangilah jalan dengan titahmu sebagai sang penguasa alam. Jika kau rasa dunia selalu malam, bukankah ini semua adil untuk apa yang seharusnya terjadi. Tanpa malam, bagaimana kau menghargai pagi?

Aku harap kau merindukan pantai. Ia rindu sang penari yang selalu meninggalkan jejak pada pesisir pun gemulai memecah ombak sang lautan setiap senja memeluk. Tahukah betapa geram sang lautan, ketika kukabarkan tentang kau? Ia mencabik-cabik bengis pesisir, menyalahkan pasir yang melepas kakimu saat senja berlalu. Ombak kini telah menghabisi sebagian daripada pesisir.

Datanglah, Lika. Pesisir membutuhkanmu. Selamatkan ia dari bengisnya sang ombak lautan yang memecah setiap senja. Katakan pada sang penguasa lautan, bahwa kau telah kembali dan siap tuk menari saat senja menemani. Tarikanlah tarian surgawi yang menenangkan dengan cahayamu pada lautan yang dengki, agar semesta damai kembali.

Tertanda,

Sang Angin yang Merindukan Sang Penari.

 Semesta adalah panggung untuk kau menari

Menarilah meski tiada seorangpun yang menemani

Kau adalah cahaya bagi semestamu

Kembalilah.

dedicated for @elwa_ The Soloist Danseuse

Oleh @iiTSibaranii
Diambil dari http://iitsibarani.wordpress.com

Dari Seorang Penakut


Sejenak, tadi malam aku berpikir sebelum tidur. Selain tentunya memikirkanmu, seperti sudah selayaknya dan sepatutnya terjadi di tiap malamku, aku terpikir tentang itu, rasa takut. Takut ini terkadang menghinggapi, tapi terkadang dengan sedikit sentuhan magis, maka semua ketakutan itu hilang.

Pernah kudengar, bahwa orang yang hebat adalah yang tak kenal takut. Menerjang segalanya, tanpa rasa, tanpa apapun, terjang! Hebatkah? Mungkin juga. Kisah epos kepahlawanan yang tanpa takut apapun menerjang segala musuhnya dan menang. Sebuah kisah dewa, tanpa perasaan.

Tapi, itu dewa, superstitious deity with no-feelings. Bukan! Bukan mereka. Aku adalah onggok daging yang masih dipengaruhi perasaan, perasaan takut. Seperti yang telah sering kuceritakan padamu, aku benci kecoa, apalagi kecoa yang terbang. Ketika sudah terbang, maka ketakutan yang menghinggapi.  Tak hanya itu, masih banyak lain. Banyak hal yang aku takuti karena akan mengurangi "keutuhan"-ku. Hobbes pernah bercerita mengenai rasa takut ini, yang membuat orang selalu berjaga-jaga.

Hobbes mengatakan,"Hobbesian Fear", tentang cerita manusia yang selalu "aware" dengan kondisi di sekitarnya karena semuanya dapat menjadi ancaman terhadap eksistensi kemanusiaannya, keutuhannya. Banyak hal yang mengancam kehidupan kita. Mengancam "kewarasan" kita.

Aku bukan seorang yang sangat percaya pada Hobbes, bukan seorang yang percaya konsep Leviathan Hobbes pada sistem politik, ataupun amoralitas dalam filsafat politik. Tapi ada yang benar di sini, bahwa "ketakutan" adalah sesuatu yang nyata dan mendorong orang untuk melakukan sesuatu dan mencegah skenario terburuknya terjadi.

Lalu? Aku? Ya, aku dipengaruhi rasa takut itu. Aku takut kemanusiaanku hilang, aku takut keutuhanku pergi, aku takut menjadi tidak aman, aku takut atas berbagai hal, aku takut kehilangan, termasuk kehilangan dirimu.

Oleh @heykishino
Diambil dari http://heynino.blogspot.com

Semoga Kamu Mengingatku


Perkenalkan, namaku Petrichor, the smell of dust after rain. Aroma udara sesudah hujan, kamu bisa mengartikanku seperti itu.

Bagaimana kamu bisa mengetahui keberadaanku? Kamu tahu aku ada, saat hujan turun dan sesudahnya. Menggodamu untuk menggerak-gerakkan hidungmu mencari-cari aku. Tapi aku sama sekali tak pernah bisa tampak di penglihatanmu, meski kamu bisa merasaku.

Tentangku, aku hanyalah bau tanah yang terkena hujan, perpaduan udara, air, debu, dan bakteri-bakteri. Namun sesekali aku bisa membuatmu menutup mata. Lalu aku bisa menjadi seharum masakan ibumu, atau serupa sisa keringat kekasihmu yang tertinggal di tubuhmu. Pun seperti air mata yang tak sengaja dikecap lidahmu, asin serupa itu. Aku bisa menjelma sewangi bunga-bunga yang semerbak namun aku juga bisa menjadi bau busuk yang tak diinginkan para pengungsi banjir.

Aku bisa menjadi apa saja, aku bisa membawamu berkelana, membawakanmu sepotong cerita yang telah meninggalkan jejak di ingatanmu. Lalu sesudah itu aku bisa memindahkan hujan ke bening matamu atau menghadirkan pelangi di situ dengan sama baiknya.

Namaku Petrichor.
Hari ini, aku akan menceritakanmu sedikit kisahku.

Pernah ada seorang gadis di bawah deras hujan, dia kuyup dan menggigil kedinginan. Hidungnya kemerahan karena berkali-kali digosok dengan kencang, berharap flunya segera reda bersama hujan yang turun. Sang Nona –kita sebut saja dia seperti itu– aku ingin sekali menggodanya, masuk ke dalam dirinya, mencari kenangan apa yang bisa kusajikan untuknya.

Sejenak di pikiranku, aku ingin mengganggunya dengan memutarkan adegan paling menyedihkan dalam hidupnya. Hujan adalah kesedihan, terkadang hanya itu yang diingat (sebagian) manusia. Kamu tahu, saat aku merasuk ke dalam dirinya, aku melihat matanya yang penuh tatapan kosong. Matanya menahan air mata dari mata air luka. Aku larut di situ, tergoda menelusuri ingatan-ingatannya.

Sang Nona, menyimpan sepi, sepi yang lebih sepi dari kesepian. Ada banyak kehilangan di hidupnya. Sesungguhnya, hatinya menyimpan banyak nama. Namun ketika hatinya memanggil, yang bergaung hanyalah hampa. Dia ingin didengarkan bukan sekadar didengar, dia ingin dipeluk bukan sekadar memeluk.

Ah ya, ada kalanya hidup disapa segala sedih. Perjuangan sepenuh hati yang terpaksa tak menghasilkan tujuan. Harapan-harapan yang dipatahkan di tengah jalan. Seolah dunia adalah kerumunan besar penuh lubang yang selalu berniat menjatuhkan dan semua yang dilakukan adalah kesalahan. Sang Nona, di titik itu.

Di tepi ingatannya, ada sebaris kalimat yang tak pernah dia ucapkan, “Bagaimana kamu memahami kesedihanku?” Mungkin didiamkan menunggu seseorang datang.

Bagaimana agar aku memahami kesedihanmu, Nona? Namaku Petrichor, sama seperti kesedihanmu, tak terwujud nyata, hanya terasa. Bukan seperti pohon yang bisa ditebang atau kekasihmu yang dapat dipeluk.
Bagaimana agar sesuatu yang hanya bisa dirasa dapat dipahami dengan baik? Bahkan tingkat pemahaman saja terkadang berbeda satu dengan yang lain.

Kamu tahu, waktu itu aku tak kuasa menjatuhkan setitik air mataku (mungkin kalau hujan menangkap basah diriku, dia akan menertawakanku). Kubawa sedikit aroma rerumputan dan kayu yang baru ditebang untuk Sang Nona, sedikit kesejukan pegunungan, sedikit kesegaran sisa embun semalam. Kuhangatkan dirinya dengan memutar salah satu ingatan terindahnya. Sang Nona yang penuh senyum di bawah senja. Memeluk hatinya semampu dan selama yang aku bisa. Membisikkannya, bahwa semua akan kembali baik-baik saja. Sebab kesedihan –sama seperti aku– akan berlalu, tak kekal. Sebab hujan mengenal pelangi dan akan berhenti. Sesudah kesulitan akan ada kemudahan.

Hujan pun berhenti, Sang Nona melangkah pergi. Ada sedikit senyum dan harapan baru di hatinya (aku percaya pada hatinya, hatinya menyimpan banyak kebaikan sebanyak doa diam-diam yang diucapkan untuk orang-orang kesayangannya).

Namaku Petrichor.
Mungkin aku tak bisa memahami kesedihan Sang Nona pun kesedihanmu dengan sangat baik. Yang aku tahu, sedari awal hujan menghadirkanku, aku tak pernah mau membuat siapapun bersedih. Meski sedih itu tak terelakkan, aku tak mau menambah kesedihanmu. Aku tak mau merasakan diam yang berkepanjangan, karena diam dan kesedihan, sulit diterjemahkan. Namun sesulit apapun itu, aku akan selalu berusaha menghapus kesedihanmu, memelukmu, membawa kesedihanmu pergi.

Namaku Petrichor. Aku tak terlihat namun aku terasa dan dapat merasa (yang tak terlihat memang tidak akan dilihat, tapi yang tidak terlihat terkadang dapat memahami dengan lebih baik). Semoga kamu mengingatku. Aku ada di setiap hujanmu. Jika nanti kita bertemu, mari bersama-sama merayakan kegembiraan. Simpan payungmu dan menarilah bersamaku di bawah hujan.

Oleh @inairhafair
Diambil dari http://ujungsunyi.wordpress.com

Dimana?


Untuk lelaki berjaket biru yang meminjam bukuku,

Hai, apa kabar? Baik sajakah? Aku agak cemas karena kamu menghilang beberapa waktu ini. Tidak kulihat lagi kamu duduk tenang membaca buku di sudut perpustakaan. Tidak kulihat kamu yang sesekali mendumel harus melepas jaket kesayanganmu dan menitipkannya di loket penitipan karena kebijakan perpustakaan ini  yang begitu aneh, melarang tamunya mengenakan jaket ketika membaca di dalam.

Kamu kemana? Aku butuh rekomendasi buku - buku yang harus aku baca. Biasanya kamu selalu menyarankan buku - buku terbaik yang aku tak pernah menyesal membacanya. Biasanya aku selalu mempercayaimu untuk memilihkan aku satu atau dua di antara beribu atau mungkin berjuta buku yang ada. Kamu seperti tour guide, dan aku adalah wisatawan setianya. Tak berlebihan bila aku sekarang kebingungan harus membaca apa tiap kali aku berkunjung. Kamu tidak ada.

Ingatkah kamu, terakhir kali kamu muncul di sini, giliran aku yang memberimu rekomendasi buku - buku yang menurutku bagus. Aku bahkan membawa tiga buku favorit milikku, yang kamu pinjam salah satunya. Buku yang paling aku sukai di antara dua yang lain. Kamu bilang kamu akan menghabiskannya dalam semalam dan besok kamu akan memberikan review terhadap buku tersebut. Kamu bahkan berkelakar akan melakukan bedah buku dan aku tertawa mengiyakan. Dalam pikiranku, kita pergi minum kopi di coffee shop tidak jauh dari sini dan berbicara panjang lebar mengenai buku tersebut. Tapi ternyata kamu tidak datang keesokan harinya.

Dan keesokannya lagi. Dan lagi.

Dan hingga hari ini, kamu tidak menampakkan diri. Sedikitpun. Tidak ada lagi jaket biru tua dengan ujung tali pengerutnya yang tergantung - gantung itu. Tidak ada lagi rambut ikalmu yang berantakkan, sampai kau risih sendiri jika jatuh menutupi wajahmu saat kamu sibuk membaca. Tidak ada lagi kamu yang menegurku, "Sudah baca buku ini? Di dalamnya kamu temui dunia kedua."

Lelaki berjaket biru yang kukagumi, tolong jawab, mengapa  kamu menghilang?

Kumohon munculah kembali. Bukan saja karena buku itu adalah buku favoritku dan akan sulit mencarinya sekarang karena itu buku tua. Tapi ada yang lebih dari itu.

Suratku sebelumnya, yang kuselipkan di dalam buku...
Aku butuh jawaban.

Iya, aku butuh jawaban.

Oleh @ismarestii
Diambil dari http://ismapratiwii.blogspot.com

Surat Cinta Kepada Badai


Dear badai,

Aku mengenalmu dulu saat kakek dan nenekku bercerita, bahwa kau bisa meniupkan apa saja yang ada di permukaan bumi. Termasuk, meluapkan ombak laut ke tepian pantai. Sungguh, aku sangat takut ketika terjadi seperti itu.

Maka aku sungguh penasaran, mengapa kau memusuhi kita yang ingin tinggal berdamai.


Salam,

dari Apel

Oleh @hurufminor
Diambil dari http://hurufminor.wordpress.com

Kau Saja yang Memberi Judul


Selamat bulan setengah temaram, Michael.
Akan kuberi tahu kau sesuatu.

Mungkin ini akan memancing gelak tawamu. Atau mungkin tidak.

Mungkin ini akan membuatmu tidak mencintai tulisanku lagi. Atau mungkin tidak.

Semua kemungkinan di dunia ini akan kutanggung. Untuk ini aku akan berpura-pura memiliki bahu selebar semesta. Tenang saja.

Sudahkah siap mendengar??

Baiklah akan aku mulai.

Aku tidak tahu di mana itu Reconquista Gibraltar utara. Aku pernah mendengar Selat Gibraltar. Itu di Afrika. Aku tidak bisa berenang.

Apa mungkin itu??

Aku tidak tahu apa itu Stella Quarta Desima. Lalu kau menjelaskan bahwa itu adalah bahasa latin dari frasa ‘The Fourteenth Star’.

Pengetahuanku hanya sampai “The Seventh Star”. Puyer. Biar tak pusing.

Lalu akupun tidak tahu siapa itu John Greenleaf Whittier. Tebakanku dia ini semacam Land Lord abad dulu. Ternyata kau bilang dia memiliki buku puisi. Berarti dia penyair. Penyair yang menyewakan tanahnya mungkin. Ini masih tebakanku.

Ya benar, Michael. Aku dapat itu semua dari tulisanmu. Kunikmati sekalipun tak semuanya kumengerti. Bagus kau tak menambahkan postscript : “jika ada yang kurang jelas, mohon tanya langsung” pada setiap tulisanmu. Karena jika begitu akulah orang yang paling banyak mengganggumu. Jangan. Nanti aku malu.

Maka ketika suatu saat nanti kita bisa bertemu, lebih baik jangan bicara mengenai tulisan, prosa, puisi, atau sastra macam apapun. Kita cari topik lain seperti ……
musim rambutan datang, tetapi aku tidak merasakan apapun.
Aku tidak suka rambutan. Bisa kita cari topik yang  lain??
Selamat bulan temaram, Michael.

Ketawamu belum sampai mana-mana kan??

Oleh @ildesperados
Diambil http://abracupa.posterous.com

Abadi


Halo Ma,

Suratku sudah tiba. Dihantarkan rindu yang berbincang di antara dedaun telinga. Dadamu yang rumah tempat air mata sedih-bahagiaku tumpah, kini sepi. Aku tak bisa sesering dulu, berloncatan di atas pangkuanmu, pun tertidur dalam gendonganmu.

“Semoga kau sehat dan bahagia” adalah doa yang paling sering berdengung dalam jantungku. Meski kadang angkuh bicara lebih lantang di bibirku. Aku toh tak bisa berhenti mencintai dirimu.

Air mata-mu itu api, kelak ia membakarku hangus di neraka dan menjadikan aku abu seketika. Maka, tersenyumlah Ma. Aku ingin surga, abadi, seperti cintamu.

Aku tak akan pernah meminta mama lain selain dirimu, meski Tuhan mengulang berkali-kali kelahiranku. Kau sudah terbaik yang diberi-Nya, untuk seorang anak seperti aku. Dan hal seperti ini, kadang hanya kudenyutkan dalam hati – tak sampai ke gendang telingamu. Maafkan aku Ma.

Bahagialah Ma. Sebahagia para bidadari surga.

Salam sayang si kakak,

Anak Mama..

Oleh @ikavuje
Diambil dari http://eqoxa.wordpress.com

Surat Yang Terlambat


Tanggal 20 Januari 2013 hampir berlalu, namun belum berlalu. Surat ini terlambat kubuat karena hari ini sedikit krodit. Semoga tidak mengurangi makna cinta dalam surat ini. Aku sebenarnya bingung, ingin menuliskannya pada siapa. Namun kebetulan, saat aku menuliskan surat ini, smsmu tiba-tiba saja datang. Jadi aku putuskan untuk menuliskan surat cinta hari ketujuh dalam 30 Hari Menulis Surat Cinta ini untukmu.

Kau, seorang gadis berusia 23 tahun.
Aku juga 23 tahun.
Sebenarnya umur 23 tahun sudah tidak bisa disebut sebagai gadis lagi—karena mereka tentu mengasosiasikan kata gadis dengan perempuan kecil yang lugu, selalu tersenyum ceria, atau apa yang mereka bilang abege—setidaknya begitu menurut mereka.
23 tahun, merupakan usia yang pantas bagi seorang perempuan untuk memulai kehidupan rumah tangganya. Ibuku bahkan menikah pada usia 20 tahun. Namun ibuku juga mengatakan, setiap orang punya tahap perkembangannya masing-masing, yang tak bisa dipaksakan.
Beliau selalu memaklumi aku yang sudah berusia 23 tahun ini yang kadang mempunyai sikap kekanakan yang menyusahkan orang lain, namun entah bagaimana sebagian kecil orang lain malah mencintai sikapku dan senyumku yang katanya mirip anak-anak itu.

Kau, seorang gadis berusia 23 tahun.
Ingin segera membangun rumah tanggamu sendiri.
Menjadi ibu rumah tangga yang baik, bagi sebagian wanita itu adalah kodrat. Bagi sebagian wanita lain, adalah impian.
Aku tahu dan sangat paham akan mimpimu, dan dulu, mungkin aku termasuk salah seorang yang menyangsikan impianmu menjadi seorang ibu rumah tangga. Semua itu karena latar belakang kehidupanku. Aku dibesarkan di lingkungan masyarakat hukum adat Bali, dimana perempuan Bali, terbiasa bekerja keras. Di Bali, ada tukang bangunan yang berjenis kelamin perempuan. Ibuku bilang, seorang perempuan Bali hidup dalam banyak dimensi peran sebagai perempuan, namun maaf, aku tak bisa mengingat secara pasti apa itu. Jika tak salah dimensi itu antara lain adalah keluarga, sosial, keagamaan, ekonomi. Dan dalam kenyataannya, aku memang sering melihat seperti itu. Aku yang dari kecil terbiasa melihat pemandangan seperti itu, aku dulu termasuk orang yang menyangsikan cita-citamu.
Seiring dengan berjalannya waktu, aku semakin paham bahwa di dunia ini sesungguhnya tak ada yang mutlak. Segala hal itu relatif. Terutama yang berkaitan dengan nilai.
Semakin lama, aku semakin mengerti bahwa sesuatu tidak melulu hanya apa yang tampak, banyak hal yang melatarbelakanginya. Apapun pilihannya, sesungguhnya, tak ada yang salah. Hanya masalah pandangan hidup saja. Setiap orang bebas memiliki dan mengejar mimpi mereka sendiri dan bebas memilih apa yang menjadi prioritas hidup karena bagi setiap orang itu berbeda. Semua itu relatif. Benar atau salah, baik atau buruk, berhasil atau gagal, semuanya dapat dipandang dari sudut pandang yang berbeda.

Kau, seorang gadis berusia 23 tahun.
Akan segera menjadi seorang istri bagi suamimu dan ibu bagi anak-anakmu.
Semoga bisa menjadi orang yang lebih kuat lagi. Saat ini aku tak tahu apa yang sedang kau hadapi, seberapa banyak air mata yang telah kau teteskan, namun satu hal yang harus kau lakukan adalah bertahan demi apa yang kau impikan, apapun itu. Kitalah yang tahu apa yang kita inginkan, apa yang kita lakukan, apa yang dapat membuat kita bahagia. Pada akhirnya, hati kita yang menilai hidup kita. Karena bahagia datangnya dari hidup kita, bukan dari apa kata mereka.

Untuk seorang gadis berusia 23 tahun yang akan segera menjadi ibu rumah tangga.

Dariku

Oleh @kriandianti
Diambil dari http://kriandianti.tumblr.com

Tobi di Sebelah Rumah

Hai, kamu yang saat ini pasti sedang duduk-duduk di taman kecil depan rumahmu. Selamat pagi. Ini surat ke-7 yang aku kirim untukmu. 
Hai, kamu yang pasti masih mengepang dua rambut panjangmu dan memakai sendal Mickey Mouse kesayanganmu.
Hai, kamu yang pasti sedang bermain-main dengan kucing belang tiga peliharaanmu yang manja di atas pangkuanmu.
Mungkin kamu heran dari mana aku tahu semua tentangmu. Ibuku. Dari beliaulah aku tahu segala tentangmu.

Bila kamu bertanya sejak kapan aku memperhatikan perilakumu, maka itu terjadi sejak sepuluh tahun lalu saat kita masih sama-sama remaja. Saat di mana semua yang aku miliki masih sempurna dan semua hal dapat aku lakukan sendiri. Sejak kepindahanku ke sebelah rumahmu sepuluh tahun lalu aku sudah mulai mengenalmu. Kala itu aku, setiap pagi sebelum berangkat sekolah, selalu menyempatkan diri tersenyum di balik tembok pembatas rumahku dan rumahmu. Menikmati garis wajahmu yang cerah ditimpa sinar mentari pagi. Menyaksikan gerak-gerikmu untuk beberapa menit hingga Ibuku berteriak agar aku segera berangkat ke sekolah. 

Hai, kamu yang suka memakai rok putih di bawah lutut. Bila kamu menebak bahwa aku menyukaimu, maka kamu sepenuhnya benar. Mata ini yang tiap hari tidak ingin melewatkan pemandangan indah di sebelah rumahku, yaitu kamu, akhirnya menitipkan bayanganmu dalam pikiranku setiap malamnya hingga tak sabar aku menunggu pagi. Semua itu indah, aku rindu saat-saat itu. Saat di mana masih bisa menikmati indahmu lekat-lekat. 

Betapa sedih ketika aku dengar kabar bahwa sudah seminggu kamu sakit. Ibu bercerita kamu sakit karena sedih selalu diperolok oleh teman-temanmu sendiri. Mereka yang hanya melihatmu dari segi kesempurnaan fisik. Padahal, kamu hanya ingin mendapat kesempatan bersekolah dan hidup layaknya mereka yang sempurna. Aku mohon jangan sedih lagi. Jadilah kuat agar kamu dapat menjadi penguat orang lain. Walau kamu tidak dapat mendengar, tapi kamu bisa selalu menjadi yang sempurna bagi orang lain. Lejitan-lejitan kebaikan dalam hatimu mampu menyempurnakan dirimu. Gumaman mimpi dan keceriaan dari bibirmu menjadi obat bagi dirimu sendiri. Karena itu, capailah semuanya tanpa harus terganggu omong kosong siapa pun.

Bersemangatlah selalu. Semangatmu itu akan menular. Jangan menangis karena tidak sempurna. Setiap orang dilahirkan dengan jutaan kesempatan. Berbahagialah karena hidupmu berharga. Semoga suratku dapat menjadi salah satu penghiburmu, atau justru mengganggumu hehehe . . . Ibuku yang membantu untuk menulis surat-surat ini. Memang memalukan harus menulis surat cinta dengan bantuan orang lain. Ibuku tak henti menggodaku sejak pertama aku memintanya untuk menuliskan apa yang aku katakan, hanya untukmu. Walau malu, tapi keinginanku untuk membuatmu kembali ceria justru lebih kuat. Yah, andai aku masih seperti dulu saat masih bisa memandangmu. Kini, kedua mataku tidak dapat berfungsi normal lagi sejak penyakit glukoma menyerang tubuhku tiga tahun lalu. 

Berdirilah lagi. Aku berharap masih bisa merasakan kehadiranmu setiap pagi walau tidak mampu memandangmu. Suatu hari, mungkin kita dapat saling berbicara dan menghidupi. Lucu rasanya belum pernah mengobrol dengan seseorang yang sudah tinggal bersebelahan sejak sepuluh tahun lalu. Semangat ya! Semangat!!!

Untuk: Vania yang cantik
Dari: Tobi di sebelah rumahmu


Ditulis oleh : @desimanda
Diambil dari http://www.orlandoandme.blogspot.com

A Confession Letter

Hey kamu!

Kangen ya. Aku senang kamu masih mau berteman denganku. Entah apa orang bilang tentang dua orang mantan yang berteman. Pernah dengar kata-kata ini?

“Jika sepasang mantan kekasih tetap berteman, mereka entah masih saling mencintai atau tidak pernah saling mencintai.”

Aku memilih entah. Karena aku pernah mencintaimu, tapi tidak bisa mencintaimu lagi. Ah, kamu pasti malas mendengar kata-kata cinta. Masih mencari arti cinta itu sendiri atau sudah ketemu?

Aku ingin bilang kepadamu, bahwa aku pernah salah. Iya, aku mau mengakui kesalahanku sekarang. Aku pernah begitu salah kepadamu. Aku tahu kamu pasti bilang tidak apa-apa, tapi yang aku lihat sekarang, semuanya berbeda. Kamu seperti orang yang begitu kehilangan arah, terombang ambing di tengah laut, mengikuti arus, mengikuti ombak, mengikuti angin dan enggan berlabuh.

Aku sedih melihatmu. Saat ku tanya kamu tentang siapa wanita yang berada di sampingmu sekarang, kamu selalu menjawab “Dia.” Dan kamu langsung mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan kita. Kamu malah menggodaku dan mengenang cerita lucu tentang kita.

Oh iya, aku lupa, salah. Salahku sebenarnya fatal, menurutku. Pernah dengar kan cerita “cupid” jahat yang mencoba untuk memisahkan dua pasangan yang seharusnya berjodoh. Tapi disini ceritanya berbeda, kamu malah jatuh cinta dengan si cupid dan cupid pun membalas cintamu.

Begitulah kita. Ingat dulu pertama kali kita jadian? Aku sungguh asyik dengan perasaanku dan melupakan sejenak tentang wanita yang menangis karena dikhianati cinta. Kamu tidak sadar akan hal itu, karena aku…

Aku menutup matamu dengan kedua tanganku, menemani harimu dengan kehangatanku, memelukmu erat sehingga kamu terbuai. Akanku. Akan cintaku. Kamu lupa akan dia, wanita yang menjadi tambatan hatimu bertahun-bertahun. Wanita yang kamu kenal dari kecil, yang menemani kamu setiap hari, yang juga memelukmu tapi penuh kelembutan. Wanita yang seharusnya menjadi pendampingmu, selamanya.

Maaf, aku begitu jahat memisahkan antara kamu dan dia. Jujur, aku tidak pernah langsung menyuruhmu untuk memilihku. Permainanku tidak segampang itu, aku membuatmu terbuai berlama-lama dengan kehadiranku. Menyuntikmu dengan cerita dongeng sang putri dan pangeran. Membiusmu dengan kecupan-kecupan malam. Lalu membuatmu tidak berkutik, meluluh lantakkan benteng hatimu. Sehingga kamu tidak mempunyai pilihan.

Maafkan aku ya, maafkan aku atas kesenanganku untuk mencintaimu. Walaupun cinta kita hanya beberapa bulan purnama, tapi kamu salah satu alasanku untuk tertawa di dalam hidupku. Kamu pernah bilang “Aku menikmati sakit hati, aku menikmati prosesnya, aku menikmati sakit yang aku rasakan karena begitu berani mencintai seseorang.”

Tidak ada yang pernah begitu menikmati sakit hati, kecuali dirimu. Dalam sakit itu kamu mau berlama-lama menghabiskan waktu bersamaku, mengenalku, mengajakku mengecup rasa-rasa hidup.

Sekarang, aku tidak akan pernah melepas panah cupid ku untuk diriku sendiri. Aku kembalikan panah itu untuk dia, wanita yang sebenarnya kau cintai. Kan kucabut mantra itu dari dirimu. Aku tidak pernah memilihmu dan tidak pernah seutuhnya memilikimu.

Terima kasih atas kenangan kita, terima kasih atas waktumu, sekarang, kembalilah ke Dewi-mu.
                                                                                                                                                                  -
Untuk sebuah kenangan di Malaysia, Agustus 2008.

Ditulis oleh : @donagotwit
Diambil dari http://piethstop.wordpress.com

Perjuangan

Kepada orang - orang yang tak pernah menyerah,

Lamanya usia memang tidak ada yang tahu.
Apa yang terjadi esok juga bukan rencana kita.
Bahkan apa yang kita inginkan tak selalu menjadi kenyataan.

Tapi setiap kita mempunyai harapan.
Setiap kita mempunyai kekuatan.

Bukankah kita ingin ketika kita gagal kita tetap dapat mengatakan "saya telah berjuang"
Karena kegagalan setelah perjuangan bukanlah kesia - siaan.
Bahwa perjuangan tidaklah berakhir sampai saat tertentu saja.
Bahkan ketika hidup kita berakhir di tahap akhir perjuangan kita, kita tidak tahu bahwa mungkin ada yang meneruskan perjuangan kita.
Ya, perjuangan kita akan hidup dalam semangat orang lain.
Orang - orang yang tak pernah menyerah.


Ditulis oleh : @egbertz
Diambil dari http://lubang-hitam.blogspot.com