15 January 2013

Tunggu Aku Dalam Keabadian


Hari #ke1

Selamat pagi, ayah.

Hai ayah…

Sudah lama sekali tak bertemu, ternyata… semesta sudah enggan menyatukan kita. Alam mungkin sudah bosan  dengan keakraban kita dahulu, yah.  Ayah, apa kabar? Surat cinta dari anakmu ini sudah  ayah baca? Ayah, bagaimana keadaan di surga? Begitu indahkah? Tunggu aku datang menghampirimu, tunggu aku mendapati pelukanmu dan aku akan menunggu ayah untuk menyeka air mata rinduku.

Ayah…

Ayah, aku punya mimpi. Aku punya sebuah harapan tentang kehidupan khayalku yang kini tiada ayah lagi di sisiku. Ayah tahu apa? Aku ingin menjadi penulis, yah. Hanya sebuah mimpi dan berharap aku tak akan terbangun lalu kembali dalam putaran waktu nyataku. Aku hanya ingin bermimpi indah, yah. Bermimpi akan hidup dengan ayah di sana, menjadi seorang penulis dan lupa terbangun. Sederhana kan?

Ayah…

Surat ini kubuat dengan penuh doa yang aku titipkan pada tetes mata air yang terjatuh terjun ke dasar pipiku. Aku ingin bertemu dengan ayah. Sekadar aksara namamu yang terukir dengan indah dalam batun nisanmu, itu sudah cukup. Sekadar bertemu dengan ayah melalui cerita ibu, itu pun sudah cukup.

Ayah…

Sepucuk doaku setiap malam yang selalu kutuju untuk ayah, sudah tiba? Bagaimana rasanya? Begitu menyejukkan kah? Ayah, aku minta maaf bila aku selalu menangis tatkala neoron otakku memanggil kenangan. Ayah, aku minta maaf pada setiap air mata ibu yang selalu jatuh atas ulahku. Aku minta maaf, yah. Kumohon, maafkan anakmu ini.

Ayah…

Tunggu aku dalam keabadian…

Dari anakmu yang masih saja menangis.

Tika.

Oleh: @_tikakarlina
Diambil dari http://tikakarlina.wordpress.com

No comments:

Post a Comment