15 January 2013

Belajar Mencintai Jarak

Dear, kamu.

Hari ini entah mengapa aku sulit berkonsentrasi. Terlalu banyak yang berlalu-lalang dipikiranku, salah satunya, bahkan sebagian besarnya, adalah kamu. Kamu yang setiap harinya selalu ada dan menjadi bahan bakar semangatku. Aku bersyukur, karena didekatmu aku selalu menemukan kedamaian seperti rumah; rumahku. Kamu seperti penjelamaan Ayah, Ibu, beberapa boneka, aroma masakan Ibu di pagi hari, berisiknya suara televisi, suara kran air, dan segalanya yang ada di rumah. Itulah yang membuatku betah.

Dear, hari ini aku sibuk dengan opini diri sendiri tentang jarak. Jarak, kiranya itu terlalu sulit untuk kupahami. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku dan kamu akan menjalani hubungan segitiga dengan jarak. Jujur aku katakan, ini tidak mudah. Aku tidak setegar yang kamu bayangkan. Aku belum bisa melihatmu di kejauhan, aku di ujung timur pulau Jawa sedangkan kamu jauh di barat sana. Yang awalnya selalu satu kelas dan bersama-sama, kali ini aku harus melepasmu di seberang sana. Di sini, di otakku, terlalu banyak pertanyaan "bagaimana jika". Aku hanya belum terbiasa, Dear.

Dear, kamu selalu bilang "aku pasti setia". Ketahuilah, kesetiaanmu tidak aku ragukan, sama sekali tidak, karena kita sama-sama tahu tidak ada kesempatan ketiga. Baik aku maupun kamu selalu mengulang-ulang percakapan tentang keledai yang tidak akan jatuh ke lubang yang sama. Kita sudah pernah terpisah, meski bukan karena jarak. Dan kembalinya kita berdua cukup membuatku bersyukur berulang kali. Kali ini, aku tidak mau kehilangan kamu lagi.

Dear, yang awalnya aku hanya lima langkah dari kamu, di hari penentuan nanti, aku akan berada 996 kilometer dari kamu. Aku akan meyakinkan diriku sendiri bahwa saling dekat tidak diukur dari kilometer. Iya kan? Aku tahu pada saatnya nanti, kita akan membuktikan teori Copernicus bahwa bumi itu bulat. Sejauh apapun kita berdua melangkah, pasti akan kembali pada tempat semula. Untuk saat ini, biarlah konspirasi semesta yang bekerja. Aku pasrah. Tapi pada saatnya nanti, biarkan gravitasi mengambil alih. Dimanapun aku, bagaimanapun kamu, aku akan selalu jatuh kepada kamu. Kamulah gravitasiku.

Dear, mulai hari ini aku akan belajar memahami dan mencintai jarak, seperti memahami dan mencintaimu saat ini.

Teruntuk akun twitter @_AdityaP, dari hati yang terdalam.


oleh @prayasti untuk @_AdityaP
diambil dari http://ramuan-kata.blogspot.com

No comments:

Post a Comment