15 January 2013

Surat untuk Fredrica

Hai nona yang keras kepala, apa kabarmu ditumpukan cinta yang tidak kau pandang? Oh, terlalu lantang kah pembukaan surat ini tanpa tedeng aling-aling dan tanpa salam pembuka? Biarkan saja, toh aku sudah mengenalmu semenjak kau berada di rahim Ibumu. Kau tidak akan marah kusebut si “Keras kepala”. Apalagi namanya untuk seorang wanita yang hanya mendengarkan suaranya sendiri untuk sesuatu yang dia mau? Yang hanya tahu abjad A untuk yang dia inginkan sedangkan sebenarnya ada 25 pilihan yang lainnya –yang belum tentu lebih buruk?. Ok, mari langsung saja kutunjukkan, aku punya sesuatu untukmu. Kunamakan “Love Letter”.


Masih lekat di ingatanku, sepasang mata coklatmu yang tidak berhenti meminta sesuatu yang sebenarnya kau sudah tahu;bahwa tidak adalah jawabannya –jawaban si Maha Kuasa. Ketika bibirmu tak lagi ingin berkata apapun tapi matamu menyiratkan satu permohonan yang rela kau tukar dengan semua yang kau punya;jika saja iya adalah yang kau dapatkan. Setelah itu berminggu-minggu kau tidak mau berbicara dengan siapapun. Lebih dari 100 hari kau habiskan dengan sendiri. Aku coba memaknai sakitmu saat itu. Kehilangan separuh dari kebahagiaanmu, separuh dari semangat hidupmu. Kehilangan orang yang paling kau butuhkan, masih kah terasa sakit setelah delapan tahun berlalu?  

Dan mata yang meminta itu, kembali lagi kulihat belakangan ini. Ada apa?

Apa yang membuatmu takut kehilangan lagi? Kehilangan siapa? Tidakkah kau belajar, terlalu mencintai akan membuatmu sangat terluka nantinya? Oh aku hampir lupa selain keras kepala kau juga seorang posesif yang berlebihan. Apakah dia lelaki yang pernah kau ceritakan waktu itu? Lelaki yang kini mengisi hari-harimu?   
        
Kau berhak bahagia. Walau itu tidak lepas dari satu kehilangan ke kehilangan berikutnya. Hanya saja, cobalah lebih jujur pada hatimu sendiri. Ini kah yang kau inginkan? Dia kah lelaki yang kau harapkan? Kau yang tahu jawabannya dan semoga semesta merestui doa-doa yang tak pernah padam dari tanganmu yang mengatup.

Jangan menangis lagi. Kau pernah melewati hari-hari terburuk dalam hidupmu and this time will pass too. Kau hanya butuh sedikit meredakan ego, melepaskan jika perlu dan jangan terlalu banyak menduga dengan perasaan. Jangan pernah tinggalkan pikiranmu kala mencintai dia. Ngomong-ngomong, kita masih sepakat kan, kalau semesta selalu punya cara untuk mempertemukan orang-orang yang seharusnya bertemu? Dan Tuhan adalah penulis skenario yang paling jago? Jodoh tidak pernah tertukar. Terus, kenapa masih saja ragu? Ragumu yang membuatmu buta akan cinta yang mengelilingimu. Oh, atau ini yang sering kau sebut-sebut di tulisanmu?  Galau. Hahaha. Sungguh cinta membuatmu susah dimengerti.

Huh, tahu kah kau, bahwa aku menghawatirkanmu? Aku tak ingin kau kehilangan senyuman karena sesuatu yang belum jelas bagaimana akhirnya.
Mau kah kau berjanji, tidak lagi menangis untuk sesuatu yang belum terjadi? Hatimu kuat, aku tahu. Aku mengenalmu seperti aku mengenal diriku sendiri. Berjanjilah.....

Aku yang menyayangimu.
Aku yang menyayangi diriku sendiri.



Ditulis oleh : @fre_drica
Diambil dari http://fredricmocca.posterous.com

No comments:

Post a Comment