Hai A.J, apa kabar?
Ah, maaf. Tampaknya pembukaan suratku kaku sekali buatmu. Aku bingung harus memulai apa. Kita kan belum pernah bertemu, apalagi berkenalan. Aku memang mengenalmu, namun tidak sebaliknya. Sebelumnya, aku mohon maaf apabila surat ini terasa aneh bagimu. Tiba-tiba di suatu siang atau sore, datang sepotong surat lusuh, ya mungkin menurutmu lusuh karena isinya tidak penting. Bahkan, bisa saja surat ini datang mengganggu di kala kamu sibuk mengudara.
Kamu boleh menyebut aku penggemar atau pendengarmu. Aku, Inka. Kekagumanku yang akhirnya membuatku berani menulis ratusan kata untukmu. Ya, aku Inka. Aku mengenal nama A. J sejak tiga tahun lalu. Entah pseudonym sebagai penyiar atau memang nama nyatamu. Pagi itu, tiga tahun yang lalu, aku mengenalmu lewat udara. Aku menyalakan radio dan tanpa sadar akhirnya berhenti di satu frekuensi. Kala itu, aku tidak membayangkan kalau pada akhirnya akan setia menjadi pendengar suaramu setiap hari. Sejak bangun hingga pergi kuliah, bahkan ketika berada di ruangan kuliah aku mencuri kesempatan untuk mendengarmu melalui earphone.
Halo, A.J! Rasanya tak cukup menyapamu sekali. Sama seperti dirimu yang tak pernah letih menyapaku setiap pagi. Oh maaf, bukan hanya aku, namun semua pendengar dan penggemarmu. Pernahkah kamu mengalami rasa candu terhadap sesuatu yang bahkan belum pernah kamu temui? Menerimakah bila aku berkata aku kecanduan … errrr … maksudku, aku suka dirimu. Naif bila aku mengatakan “suka” sebagai perasaan menuju perihal cinta. Rasa ini lebih meluas. Kamu tahu? Dari suaramu aku kemudian penasaran melihat akun Twitter-mu. Tentu saja aku tahu dari akun Twitter radio tempat kamu bekerja. Lalu dari sana, aku tahu alamat situs di mana kamu biasa menulis, blogging. Maaf bila lancang karena tindakan ini pasti akan terlihat seperti ulah seorang stalker.
Aku makin merasa jatuh padamu setelah mambaca kicauanmu di Twitter. Bila aku salah kamu boleh mengeluh, tapi aku boleh kan menebak bahwa kamu memang orang yang menyenangkan, ramah, periang, banyak teman, pintar, dan tentu saja memahami musik. Canduku kini merambah ke tulisan-tulisan yang kamu posting. Tak jarang aku tertawa membaca apa yang kamu ketik. Kegilaan ini juga bertambah saat aku mencoba untuk mengirimkan pesan pendek ke radio saat kamu siaran. Sejak saat itu, aku menjadi pelanggan setia dalam mengirim pesan pendek untuk meminta lagu dan mengirim pesan. Pesan untukmu tentunya, lagunya pun lagu cinta, selalu. Kamu saat ini pasti tak asing dengan namaku karena kamu selalu berkata:
“Berikut ada sms dr Inka di kamar hijau. Hai Inka, kamu mau request lagu apa hari ini?”
atau …
“Nah, ini sms dari Inka di kamar hijaunya. Hai, Inka. Apa kabar hari ini?”
Aku berjingkrak kegirangan tiap kamu membaca pesanku. Terlebih tak pernah ada nada risih walau dalam tiap pesan aku menambahkan kata-kata manis sebagai penyapa dan pengantar kagum padamu. Mungkin tak ada pagi yang terlewatkan tanpa suaramu, kecuali saat kamu sedang tidak siaran tentunya. Kemarin, kamu bahkan masih dengan setia membaca pesan yang aku kirim dan tak lama kamu putar lagu cinta hari kesekian yang aku minta. Pernahkah kamu menyadari aku selalu meminta lagu dengan nada yang sama? Ceria, riang, memuja, dan berharap.
Pagi ini, setelah membaca doa pagi, aku menggeliat bangun dari tempat tidurku. Cuaca hari ini terlalu cerah untuk dilewatkan dengan bangun siang walau aku tak berangkat kuliah. Wangi udara segar menyapa tubuhku saat aku membuka jendela kayu berwarna cokelat pekat. Terlebih suaramu mengisi tiap sudut kamarku. Keberanian bercampur sedikit rasa malu membuatku akhirnya menulis surat pagi ini. Surat ini sayangnya harus berbentuk surat elektronik karena aku tak tahu alamat rumahmu walau aku sudah … sebut saja menguntit akun-akunmu lagi.
Aku menulis surat ini untuk menunjukkan kekagumanku, bukan bermaksud mengganggu atau untuk tujuan tertentu. Namun, aku tetap berharap kita dapat segera bertemu secara langsung. Nah, itu dia kamu. Aku menulis ini sambil tetap mendengar dentang suaramu. Kali ini aku tidak akan mengirim pesan pendek, namun surat inilah gantinya. Oh iya, akhirnya aku tahu apa arti di balik namamu. A.J memang nama samaranmu, singkatan dari nama aslimu; Adit Jovanka.
Hai, A. J. Aku Inka, aku . . . mendengar kalimat terakhir sebelum aku berhenti mengetik surat elektronik untukmu.
“Halo para pendengar setia. Kembali lagi bersama A.J sampai jam 10 siang. Lagu barusan berjudul Marry Me dari Train. Lagu ini gue kirim untuk Reva, perempuan yang sudah menjadi segalanya selama ini; teman, pacar, dan kini menjadi calon istri gue. Sekalian memberi tahu kalian bahwa ini hari terakhir gue siaran. Setelah pernikahan, gue akan pindah ke luar kota, hidup dengan fokus pada hari baru, dan … “
Ditulis oleh : @desimanda
Diambil dari http://desimanda.tumblr.com
No comments:
Post a Comment