Kepada Papa, cinta seumur hidupku.
Aku cinta Papa. Sejak pertama kali kulitku menyentuh kulit Papa, sejak pertama
kali punggung telunjuk Papa mengusap pipiku, sejak pertama kali kedua tangan
Papa menopangku, sejak pertama kali Papa tersenyum menyambut kelahiranku. Aku
cinta Papa. Sejak saat itu.
Untuk Papa. Pria cinta
pertamaku, pria setia dalam hidupku, pria payung selama perjalananku, pria
pertama yang akan membelaku, pria dengan angka satu di dalam daftarku. Papa
tahu aku sayang Papa, dan karenanya aku beryukur untuk itu. Terima kasih untuk
selalu ada dan datang ketika aku butuh, memberi ruang ketika aku meminta.
Terima kasih untuk menjadi orang pertama yang menungguku di teras ketika aku
pulang larut. Menjadi orang pertama yang mengirim pesan ketika maghrib aku
belum sampai. Menjadi orang pertama yang menjemput saat aku berada jauh dari
rumah. Menjadi orang pertama yang memberi izin untuk aku menginap. Menjadi
orang pertama yang mengusahakan segala kemauanku. Dan menjadi orang pertama
yang berkenalan dengan semua pria yang selalu kubawa ke rumah.
Untuk Papa. Orang yang selalu
kucium tangannya yang mulai berkerut sebelum aku pergi. Orang yang selalu
mengusapkan tangan besarnya di puncak kepalaku. Orang yang selalu mengecup
keningku dan merangkulkan tangannya di pundakku sesaat setelah bersalaman di
hari Idul Fitri. Orang yang kuhapal bagaimana cara berjalan dan cara makannya,
tiga centong nasi di atas piring, yang sekarang sudah mulai berubah menjadi dua
setengah centong.
Untuk Papa. Alasan mengapa dia
menjadi orang pertama dalam doaku. Alasan mengapa aku berusaha sekuat tenaga
untuk tidak meminta hal yang memberatkan beliau. Alasan mengapa aku menahan
amarah ketika beliau tidak memberi izin. Alasan mengapa aku menangis diam-diam
jika beliau memarahiku untuk hal yang kuanggap benar. Alasan mengapa aku ingin
bahagia dengan pria yang tepat agar beliau mengikhlaskan dan memberi restunya.
Untuk Papa. Aku cinta Papa.
Dengan jutaan alasan lain yang tak bisa dijelaskan. Dengan jutaan rasa yang tak
bisa dipaparkan. Dengan jutaan kasih yang hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Papa sudah mulai menua.
Kerut-kerut di sudut bibir dan mata Papa sudah mulai terlihat kentara.
Rambut-rambut halus berwarna putih sudah mulai bercampur menggantikan rambut
yang hitam. Beristirahatlah dan jangan terlalu memaksakan diri. Jangan
mengumpulkan penyakit-penyakit kecil khas orang tua yang selalu mengingatkanku
akan betapa Papa akan menjadi tua. Berhentilah merasa cemas untuk aku dan
kakak. Kami sudah akan menjadi dewasa dan mulai bisa menjaga diri. Kami akan
selalu mendengarkan setiap nasihat Papa untuk tidak bertindak macam-macam. Kami
akan mencoba berjalan dalam setapak yang Papa tunjukkan.
Papa sudah mulai menua. Dan aku
sudah mulai dewasa. Terkadang dalam diriku yang akan menjadi dewasa, ada saat
di mana aku akan menentang perkataan Papa, terdiam ketika Papa bertanya,
melawan ketika Papa memberitahu. Tapi dalam hati aku cinta Papa. Dan dibalik
semua sifat bebalku, Papa masih menjadi Papa yang akan tetap kuandalkan
seberapapun dewasanya aku.
Sabar-sabarlah sedikit. Tetap
di sini berdampingan dengan Mama sampai aku menemukan kebahagiaanku. Menemukan
jalan baik hidupku sendiri yang selalu Papa tadahkan dalam doa-doa Papa. Ketika
saatnya tiba, saat di mana aku membawa priaku ke hadapan Papa, sesuai dengan
apa yang Papa minta, semoga restu Papa mendampingiku di kehidupanku selanjutnya.
Meski tidak pernah melihatnya,
aku tahu Papa merasa khawatir pada dua gadis kecilnya yang kini bukan lagi
gadis yang bisa dia gendong sesuka hati. Mengusap pipi melihat dua gadis
kecilnya tumbuh mengenal dunia dan bertemu dengan orang-orang yang sulit untuk
Papa terima.
Aku masih gadis kecil Papa.
Masih gadis kecil yang akan datang menangis dalam pelukan Papa. Masih gadis
kecil yang masih bisa Papa usap puncak kepalanya dan rangkul pundaknya. Hanya
saja kita harus mengurangi hal ini. Nanti kuberi Papa cucu untuk bisa Papa
gendong dan usap puncak kepalanya, ya?
Tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Gadis kecil Papa akan menjadi anak yang penurut dan tidak akan
menyulitkan Papa.
Tidak ada alasan. Tidak ada
batasan. Aku cinta Papa. Kemarin. Hari ini. Dan selama sisa hidupku.
With Love,
Anjani
Oleh @anjanif
diambil dari http://anjanif.tumblr.com
No comments:
Post a Comment