Hi Batam,
Ya pulau tempat kelahiranku. Kamu itu dulu hanya sebuah pulau, tidak sebuah kota. Walau sekarang orang-orang sudah mengatakan bahwa kamu adalah sebuah kota, tapi aku lebih nyaman tetap memujamu sebagai sebuah pulau.
Pulau yang kedengarannya lebih nyaman bagiku. Sunyi, damai, suara ombak memecah pantai, suara burung-burung, nyiur melambai, matapun nyaman melihat, sejauh mata memandang hijau kelihatan di daratan, dan warna biru beriak laut dikejauhan. Kapal-kapal besar dan kecil berlalu lalang menambah menariknya kenyamanan di pulau ini.
Pulauku, engkau saksi kelahiranku. Di sebuah rumah pelantar, di atas riak air laut yang bergemuruh menuju ke pentai. Rumah kenangan di salah satu pesisir pantai di pulau ini.
Yang menyedihkan adalah rumah itu kini telah tiada. Disulap menjadi sebuah hotel megah oleh entah siapa. Mungkin pengusaha atau penguasa.
Kamu berbentuk kalajengking kalau dilihat dari peta. Karena itu kamu banyak dibilang orang dengan nama pulau kalajengking. Tapi itu dulu. Sekarang bentuk kamu mungkin sudah menjadi seekor singa atau harimau atau ikan lumba-lumba? hiu? entahlah aku tidak tahu bentukmu sekarang. Karena sudah banyak timbunan dan tambahan di sana-sini di sekelilingmu membuat bentukmu sudah tidak se-asli dulu lagi.
Pulauku, wajarlah kalau aku kembali lagi ke sini. Berbakti padamu membangun negeri sendiri. Setiap tetes curahan keringat dan usahaku selalu untuk dirimu.
Batamku, Aku akan selalu tetap menginjak di tanah leluhurku ini. Dan kujunjung selalu langit yang meneduhi dirimu.
Kemanapun aku akan pergi, kepadamu juga aku akan kembali.
I love you,
aku
di bibir pantai
oleh @tdsamudra
diambil dari http://awankuputih.wordpress.com
No comments:
Post a Comment