30 January 2013

HORAS!

Selamat tanggal 29 Januari.. selamat subuh..
 

Oh iya, selama nyaris 22 tahun hidup, mulai dari lahir, tumbuh, dan berkembang di Medan, belum pernah loh aku menuliskan sesuatu tentang Medan dan mem-publish-nya. Ah, bukan karena tak cinta. Hanya saja kecintaanku pada Medan juga nyaris tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Tapi baiklah, untuk saat ini.. kali pertama dalam hidup, aku akan mengabadikan Medan, dan segala rasaku terhadapnya dalam sebuah tulisan.

Medan. Kampung halamanku, sekaligus juga kampung halaman orang tuaku. Aku mencintai kota ini. Karena di kota ini seorang perempuan cantik melahirkanku, dan di kota ini pula jasadnya menyatu dengan tanah, kembali padaNya. Terlalu banyak kenangan di kota ini. Manis.. dan yang sedikit kurang manis. Kenapa aku tak menyebut kenangan pahit? Karena pahit itu sesuatu yang dihindari. Sementara kenangan itu pembelajaran. Dan aku tak ingin menghindari apa yang sudah memberiku pembelajaran. Karena itulah yang menghantarkanku pada masa ini. Disini aku tumbuh sebagai anak perempuan yang hingga kini tak mengenal apa itu cinta. Karena sedari dulu, tak ada cinta yang tergambar dari kedua orang tuaku. Aku hanya kenal kasih. Karena kasihlah, mama mempertahankan hidupnya dan aku beserta adikku. Karena kasihlah, mama menggandakan peran sebagai orang tua untukku dan adik. Mama, luar biasa.

Terlepas dari semua hal yang hanya akan terlihat sebagai bentuk curahan hati dari pengalaman pribadiku, aku Cuma mau bilang bahwa aku pernah jatuh hati di Medan. Dan tak ketinggalan juga merasakan patah hatinya. Medan dan semua manusia yang sempat menawarkan rasa untukku adalah sesuatu yang mahal. Berharga. Berkat mereka aku belajar dan tertempah. Berkat mereka aku mampu merasa dan menahan.

Kota ini tempat aku belajar mencari tahu apa itu cinta, bagaimana rasanya jatuh cinta, sensasi ketika harus bertengkar hebat, pengalaman putus cinta, belajar mengobati hati, belajar kembali percaya, memulai dari awal, menemukan akhir lagi, begitu terus. Sampai pada kesimpulan, aku masih samar tentang apa itu cinta. Masih asing. Belum akrab. Di kota ini juga benang benang cerita hidupku terajut sempurna. Semakin dewasa semakin mengenal banyak orang baru dan berdampak. Keluarga baru, "rumah baru". Mampu memberi penuntutan dalam diri bahwa aku harus mampu membawa diri sebaik mungkin. Jadi garam. Mudah larut. Mudah menyatu.








Namun kota ini begitu nyaman bagiku. Begitu indah. Sehingga aku harus memaksa diri untuk keluar dari zona nyamanku. Supaya aku bisa tertempa sempurna. Abangku pernah bilang bahwa, setiap orang memang harus menyentuh dasar dulu baru bisa menghargai apa itu hidup. Bukan. Bukan berarti aku belum menyentuh dasar selama ini. Kehilangan mama, sudah menghantarkanku pada dasar. Namun ada sesuatu yang aku tak tahu itu apa, tapi yang pasti aku harus menemukannya. Mungkin itu dasar yang sesungguhnya. Yang akan membuatku bisa semakin tertempa sebagai manusia. Dan aku tahu, itu bukan di Medan.

Medan. Besar harapanku agar kota ini semakin baik lagi. Karena kelak, aku akan kembali pulang dan menjadikannya sebagai istana masa tuaku. Medan.. akan tumbuh menjadi kota yang bijak menyikapi masalah. Dewasa dalam pembelanjaan. Dan arif dalam menyelesaikan masalah kemiskinan dan segala jenis pemerataan demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Dan aku berikan amin yang banyak untuk semua yang membaca bagian ini. AMIN!

Terima kasih untuk hangat dan cintamu selama ini, Medan. Tetaplah menjadi kota yang didiami oleh manusia-manusia yang memiliki toleransi tinggi terhadap perbedaan. Tetap keras dan jogal untuk semua orang yang mencoba mengusik ketenanganmu.

Medanku ini, geng. Mantab kan?

 


oleh @siitiikaa
diambil dari http://tikazefanya.blogspot.com

No comments:

Post a Comment