Mengawali surat ini, pertama-tama aku ingin mendeskripsikan kamu! Salah satu kota yang pernah dan sedang aku singgahi.
Kota ini hanya memiliki 1 hotel mewah (eh tapi nggak terlalu mewah juga sih), terus terkenal dengan polisi-polisi dengan penjagaan ketat (biasanya gampang banget nilangin orang), berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan dan Bogor, ada Universitas Indonesia, dan memiliki masjid yang luar biasa luas halamannya dan besar bangunannya (masjid kubah emas). Dan terakhir, walikotanya itu adalah Bapak Nurmahmudi.
Yaaa… Depok! Depok city!
Huuuhh *menghela nafas panjang*
Kalau mau aku ceritain, bisa panjang nih kenapa aku bisa singgah diatas perutmu wahai Depok. Sebelumnya aku sempat singgah ke banyak kota di Indonesia. Aku benar-benar bangga menjadi warga Indonesia yang memiliki banyak budaya. Aku pernah ke hampir setiap ibukota yang ada di pulau Jawa dan Sumatra, dan juga ke kota-kota lainnya yang ada di pulau Jawa dan Sumatra ini. Pastinya setiap kota yang aku datangi memiliki kesan yang berbeda, termasuk kesanku terhadapmu wahai Depok!
Aku saat ini sedang menjalani kuliah di jurusan Jurnalistik semester 4. Nah, di semester 3 kemarin aku punya satu dosen favorit, dan Bapak itu pernah menyuruhku untuk liputan berita kota. Dia bilang gini, “Nggak usah jauh-jauh, kamu ke Depok aja deh. Waaaahhh… Depok tuh banyak masalah kalau mau digali”, kata-kata itu membuatku berpikir keras. Sampai pada akhirnya aku mulai meng-iya-kan semua yang diomongin oleh dosen favoritku itu.
Depok… Depok… aku kasihan sih sebenarnya denganmu saat ini. Coba lihat dirimu sekarang! Mungkin ‘rambut-rambut’ ditubuhmu sudah ditebang habis oleh orang-orang yang mementingkan proyek itu. Kulitmu hampir rusak karena tidak ada ‘rambut-rambut’ yang melindungimu ketika panas dan hujan. Gedung-gedung, perumahan-perumahan sudah mulai dibangun dimana-mana. Dan ada beberapa proyek yang menurutku nggak jelas tapi masih tetap dijalankan. Belum lama ini, di jalan sepanjang dari Warung Pasta sampai ah aku lupa sampai mana panjangnya, disitu dibuat jalur lambat. Dan di beberapa ruas dibuat ruang agar mobil atau motor yang ingin pindah jalur, yaa bisa berpindah. Tapi apa? Di setiap ruang itu pula, terpampang rambu yang di jalur lambat tidak boleh masuk ke jalur cepat, yang di jalur cepat tidak boleh masuk ke jalur lambat, lalu apa guna pembuatan batas jalan jalur lambat????? Aneh ya… sedih loh kalau diingat-ingat tentangmu wahai Depok. Belum lagi yang kata dosen favoritku tentang pembuatan polisi tidur didepan jalan Kober. Sampai memakan biaya 200jt. Padahal jalan di daerah rumahku aja ada yang rusak dan mungkin para ‘pengurus’mu tidak memperhatikan itu. Mungkin karena rumahku di pedalaman dan mereka hanya memperhatikan pusat kota.
Depok… nggak bakal habis kalau mau ngomongin beban yang sedang kau pikul. Tapi setidaknya aku bahagia bisa dipertemukan (lagi) denganmu ketika aku duduk di kelas 6 SD, yaaa… karena sebelumnya aku pernah singgah disini, di Cinere tepatnya, dulu waktu aku berusia 3 tahun. Aku bahagia karena kehidupan keluargaku lebih baik diatas punggungmu. Aku bahagia karena aku bisa lebih berkembang berjalan diatas kulitmu. Aku bahagia bisa bertemu seseorang yang aku cintai di kota yang kata dosen favoritku penuh masalah ini.
Yaaa, Depok yang mempertemukan aku dengan seseorang yang bisa dibilang berhati seperti BJ. Habibie, bersikap seperti Lionel Messi, memiliki paras seperti Sammy. Hahaha. Dan di depok lah kita merayakan 3 bulan hari jadi kita. Kita makan mie yamin di daerah Kelapa Dua kan Mantara? Remember that?
Menyambung 7 Surat Untuk Mantara, surat ini kutujukan untukmu Depok dan untukmu Mantara. Yaaa surat ke-3 untukmu. Karena Depok berhubungan dengan semua yang telah kita lalui. Kalau saja aku nggak ke kota Depok, aku nggak akan pernah mengenalmu, jangankan mengenal, bertemu pun mungkin nggak akan pernah.
Untuk Depok, terima kasih untuk semua yang kamu beri padaku dan keluargaku juga seluruh wargamu.
Untuk Depok, maafkan jika aku dan keluargaku juga seluruh warga Depok masih sering menyakiti atau tidak terlalu memuaskan dalam merawatmu.
Untuk Depok, tetap semangat! Dan jangan mengutuk kami semua yang pernah bersalah padamu ya.
We love you, Depok!
Dari salah satu warga terbaikmu.
oleh @rahmasly
diambil dari http://rahmasulistya.blog.com
No comments:
Post a Comment