Untuk kota engkong-mentua, babe-mama, dan aku serta abang-abangku berasal.
Untuk kota kejayaan.
Untuk kota Jakarta.
Halo, Jakarta! Ini surat untukmu. Apa kabar kamu? Hari ini aku belum keluar untuk melihat keadaanmu lebih luas. Tetapi dari dalam sini, di bawah atap rumah sederhana ini, di sebuah ruang dengan beberapa sekat, aku merasakan hawa dingin yang merasuk. Bukan kulit yang membaluti tubuhku ini saja kan yang merasakan? Kamu sedang berusaha mendinginkan pikiran-pikiran manusia Ibukota yang mungkin sedikit memanas akhir-akhir ini, ya? Entahlah, sepertinya itu bukan ranahku untuk membahasnya.
Keberadaanku di atas tanahmu mungkin bisa dibilang suatu takdir. Tetapi aku tidak menyesalkan hal itu. Untuk apa? Seperti halnya orang tua, aku tidak bisa memilih oleh siapa aku dilahirkan, tetapi aku bisa memilih bagaimana memperlakukan beliau. Begitu juga kamu, Jakarta-ku. Aku tidak bisa memilih di mana aku dilahirkan, tetapi aku bisa memilih untuk mengagumimu, dan memang begitu adanya.
Banyak dari mereka yang bilang kamu kota yang keras ya? Iya, memang harus diakui kadang aku menyaksikan hal itu. Tetapi tidak bisa dipungkiri pula, aku dikelilingi oleh kelembutan di antara kehidupan yang (katanya) keras di sini. Alhamdulillah, aku di antara orang-orang baik.
Kamu kuat, ya? Seberapa pun orang mencerca kondisimu, seberapa pun kamu dikeluhkan, seberapa pun kamu disalahkan oleh yang sebenarnya bukan salahmu, tetapi kamu tetap berbesar hati menerima dan membiarkan mereka yang bertindak seperti itu berada di tempatmu. Aku penasaran, bagaimana perasaanmu, Jakarta? Tidak ada sedikit pun rasa jengkel dan kesal dengan cibiran mereka? Ah, tidak salah memang kamu dipilih sebagai Ibukota.
Oh iya, katanya Ibukota negara kita tercinta ini mau dipindahkan, ya? Bagaimana perasaanmu, Jakarta? Apakah kamu sedih karena gelar yang sudah lama disandang olehmu tiba-tiba akan diberikan kepada yang lain? Atau justru kamu lega karena mungkin selama ini kamu juga memikul beban? Ah, apa pun itu, semoga kamu dapat dengan cepat merelakan ya..
Jakarta, sampai di sini saja ya surat dariku ini. Siang ini aku mau keluar dulu untuk bertemu dengan sahabat-sahabatku, menjejaki jalanan-jalananmu di luar sana. Mohon restunya agar hari ini kondisimu bersahabat, seperti hari-hari sebelumnya yang telah aku lewati. Kamu ingat ini ya, mungkin suatu saat nanti kakiku akan berpijak di kota-kota lain, tetapi kamu akan tetap menjadi salah satunya yang aku kagumi. Tidak akan berubah. :)
Bagaimana perasaanmu mendapat surat ini, Jakarta?
oleh @saramitaviyani
diambil dari http://simithos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment