30 January 2013

Pemilik Tugu Muda


Sepi. Senyap. Lengang. Itulah yang lebih banyak kuingat tentangmu. Meski gerah kerap menyuguh peluh lebih banyak. Ya, namun aku lebih menikmati kamu yang sepi, senyap, lengang.

Apa kabar kamu sekarang? Masihkah menjadi satu kerinduan bagi mereka yang membutuhkan ketenangan? Aku tahu, kamu pun memiliki kelemahan. Musim hujan… ya musim hujan. Ketika aku menikmati rintik-rintiknya yang cantik, kamu menyuguhkannya berlebihan. Banjir. Rob. Genangan.

Tenanglah, dari sekian kelemahan, aku tetap menyebutmu satu bentuk indahnya kenangan. Nyatanya, sampai kini pun aku masih kerap mengenang-kenangan kamu tak hanya di bibir, pun selalu di hati.

Terlalu banyak tawa yang kamu suguhkan saat itu. Terlalu banyak kait persahabatan yang memang tak mungkin aku aku lupakan. Kamu juga yang menyaksikan aku tumbuh dengan tawa-tawa kecil dan menabung senyum malu-malu untuk cinta pertama. Ah, bila saja bisa aku temui jejak ketika itu.. :’)

Berapa lama ya aku tak mencumbu jejak bersamamu? Sepertinya, itu terjadi musim hujan dua tahun lalu. Ketika gerimismu mengantarkan aku menjauh darimu. Namun kupesankan saat itu, bahwa aku akan datang lagi, bahwa kamu masih boleh menyuguh memori-memori yang pernah aku toreh di sebagian kamu.

Ya..ya..ya..ya.. Aku harap tahun ini aku bisa memeluki memori itu. Sebagian kamu yang menyatu dalam seluruhnya aku. Aku ingin kembali menyusuri jalan senyap itu, menuju hingarnya Simpang Lima. Melanjutkan langkahku menyapa gagahnya Tugu Muda. Ya.. kamu satu ibukota di tengah Pulau Jawa.

Empat penari kian kemari
jalan berlenggang…
aduh… langkah gayanya menurut suara irama gambang…

Sebait lagu yang kamu kenangkan, tak pernah henti menyusupi ingatan. Iya.. Aku masih fasih melantunkannya. Itu karena aku yang tak mau menjauhkan kamu dari seluruhnya aku. Ya, kamu pemiliknya Tugu Muda.

Aku,

pecinta logat bahasamu, selalu :’)


oleh @wulanparker
diambil dari http://lunastory.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment