(Not) Beautiful Goodbye
Dear, Pria Hujan
Di perjalanan menuju pulang, aku tidak henti-hentinya membujuk langit agar tidak muram. Namun hujanpun tetap berairmata.
Sesungguhnya perpisahan adalah abadi, kita yang tidak pernah ambil peduli.
Sekarang, biarlah aku kembali, menyusun ulang pecahan hati, mengais takdirku sendiri.
Setiap kita akan berpisah, semua beralur seperti itu. Harusnya tak perlu ragu.
Mungkin ada pertemuan baru setelah perpisahan, ataukah sebaliknya, ada perpisahan dari setiap pertemuan.
Sejatinya aku tidak lagi dapat membedakan, seperti langit kali ini yang
tidak dapat ku terka warnanya, entah biru entah kelabu. Seperti
bertanya, antara telur dan ayam manakah yang lebih dulu.
Ketika pesawat membawa aku kembali, aku sudah memutuskan;
"Untuk mencintaimu dari tepi, dari garis yang ku batas sendiri."
"Untuk mencintaimu dari tepi, dari garis yang ku batas sendiri."
Dan hanya aku yang tahu, bahwa setiap laut dan hujan akan kembali ke satu hulu, yaitu kamu.
Pencinta Hujanmu [N]
Oleh @nadyasiaulia untuk @PriaHujan
Diambil dari: nadyaratnasari.blogspot.com
---
Surat balasan @PriaHujan untuk @nadyasiaulia
Missing you, Miss [N]
Kepada
pecinta hujan,
Ada kata
yang hanya bisa diam, bersembunyi di balik awan yang kau tatap. Karena jumpa
adalah pisah yang selalu kita tunda, mungkin saat kita sudah tak bisa menyeka
air mata yang jatuh.
Tak perduli
ada pisah, tak perduli ada jumpa. Kita bersama, sambil mengingat eratnya
genggaman yang semakin melemah.
Kau akan
kutunggu, di sebuah senja dimana kita pernah duduk dan menikmati sapaan
matahari dan hujan gerimis disaat bersamaan, di sebuah pantai yang rindu
hadirmu.
“Untuk cinta yang tak pernah habis, karena
setiap pelukan tak pernah puas melepas rindu”
Dan rindu
yang aku tahan akan berujung di satu titik, dirimu.
Yang tak bi(a)sa
melupakanmu
[PH]Diambil dari: privatesastra.blogspot.com
No comments:
Post a Comment