MAKNA
#1
Hey kamu...
Aku
menuliskan surat pertama ini dini hari. Menjelang subuh. Kokok ayam
jantan saling bersahutan, alarm petanda aku harus tertidur akan
berdering dua jam lagi. Aku kebanyakan minum kopi, lambungku terasa
kosong-kembung dan ingatanku melayang-layang pada plafon atap rumah.
Kamu percaya
firasat? Aku sedang merasa tidak baik dan salah seorang sahabat
menanyakan kabarku melalui pesan telepon genggam. Disini, aku ditemani
dua orang teman. Keduanya terkapar pada dunia mimpinya. Aku terjaga dan
jatuh cinta pada insomniaku yang terpiara dengan baik. Aku lebih sering
kehilangan teman bercanda yang keterlaluan menjelang jam tiga pagi.
Ada satu pertanyaan yang ingin aku ajukan. Begini;
Mengapa seseorang harus menjadi seseorang yang berarti bagi orang lain?*
*Surat-SGA
Milliyya
Oleh @milliyya untuk @SobihAdnan
Diambil dari: maliyamiracle.blogspot.com
---
Surat balasan @SobihAdnan untuk @milliyya
NAFAS
#2
Hey, Jiwa.
Surat darimu telah kubaca pagi-pagi
sekali, aku tak tahu, apakah embun turut mengintipya sebelum dijemput
paksa matahari, tapi [sepertimu] juga, aku tak terlalu memikirkan
tentang itu. Yang jelas, ada nafas harum dari kertas suratmu, yang
setelah kubaca, ia melipat sendiri menjadi pesawat, dan membuatku
terbang, entah kemana.
Pun saat kutuliskan surat balasan ini, pagi-pagi sekali juga, bedanya, kemarin aku terbangun saat toa
masjid menjerit tepat di jendela kamar, “Shubuh sayang, bangun!”.
Katanya. Tapi kali ini aku menulisnya di kantor, belum terlelap
sedikitpun, semenjak sore aku belum sempat pulang. Kasihan, hujan telah
kutuduh berkali-kali sebagai tersangka, padahal, basah justru akan
membuatku semakin cepat pulang, biasanya.
Oh iya, aku ingat sebuah pertanyaan dalam suratmu kemarin, kau bertanya “Mengapa seseorang harus menjadi seseorang yang berarti bagi orang lain?”.
Jujur, sampai saat ini aku masih bingung, aku harus menjawabnya seperti
apa?, karena menurutku, untuk menjawabnya; justru harus dengan tidak menjawab,
agar kau tahu, betapa berartinya orang lain bagimu untuk sekedar
menjawab pertanyaan ini, paling tidak, kamu akan menunggu bersama
secangkir penasaran yang kau teguk berulang-ulang.
Ya, mungkin kau tak puas dengan jawabanku
itu. Atau justru kecerdasanmu sudah lebih dulu menebak. Atau, kau
bahkan mengernyitkan dahi agak lama, ingin mengataiku bodoh, tapi tak
berani, karena yang kutahu; kamu sangat baik.
Tapi aku sedikit optimis, bahwa jawabanku
ini membuatmu sedikit bergetar, getaran yang sebenarnya milikku,
kusimpan di masing-masing huruf ini, setelah kau baca, rasakan saja,
berapa nafas yang memasuki matamu?, ini tak berlebihan, aku hanya ingin
hidup di balik tatap matamu, jiwa baikku.
Terakhir, aku tak ingin berdebat lama
tentang pertanyaan hebatmu itu, aku hanya ingin, kau bercerita banyak
tentang hujan-ingatan, Januari-hati, lagu, juga tentang aku. Itu saja,
kutunggu.
Sobih Adnan
Diambil dari: sobihadnan.wordpress.com
No comments:
Post a Comment