Yang Tertinggal
Salam, Nona Meta.
Bersama surat ini saya
ingin menyampaikan scarf anda, nona, yang tertinggal di bangku taman kota, sore
kemarin, ketika anda menghabiskannya membaca beberapa halaman buku.
Mohon maaf, lancang
sekali saya tidak memperkenalkan diri, nama saya Agni, nona, kebetulan tempat
kerja kita hanya terpisahkan jalan. Nona di toko kue, sedangkan saya mengamen
di kursi seberang jalan toko nona. Dan kemarin sore, saya sedang mengamen di
taman kota menghibur anak-anak yang bermain bersama orang tua mereka disana.
Beginilah pengamen, harus berpindah beberapa tempat demi beberapa receh rupiah.
Ah, dan kemarin sore, begitu nona pergi, saya melihat scarf nona tertinggal di
kursi. Ketika saya mengambilnya dan hendak mengembalikan, nona sudah tidak
mampu saya temukan, pergi tak tersusul.
Dan mohon maaf sekali
lagi, nona, saya tidak bermaksud buruk. Di kota kecil ini, sulit sekali untuk
tidak mengenal nama nona, apalagi sebagai tukang kue yang ramah, saya mengerti
sekali bagaimana ibu-ibu di sekitar sini jadi tertarik untuk membeli kue di
toko nona. Bukan bermaksud menjadi pengikut atau pengagum berat, namun saya
sering sekali memperhatikan nona dari seberang jalan, selama saya mengamen.
Bagaimana surat ini bisa sampai ke tangan nona pun, adalah perkara saya
mengenal Joko, juru kunci toko kue anda, nona, yang kadang melepas lelahnya
bersama saya di seberang jalan setelah anda dan pegawai anda yang lain pulang,
dan dia mengunci toko. Kami sering berbagi kretek, atau dia ikut bernyanyi
bersama saya di sana. Darinyalah saya mengenal nama anda, nona Meta Nikalanta.
Nona Meta,
Saya mengagumi anda.
Joko sering sekali bercerita bagaimana anda selalu tersenyum ketika menghadapi
pelanggan—dan saya pun sering menyaksikan—atau bagaimana anda menerima ibu-ibu
judes yang banyak maunya, atau bapak-bapak genit yang selalu berusaha menggoda.
Bagaimana anda sering membuatkan Joko beberapa kue untuk anak-anak Joko di
rumah. Nona, kebaikan macam ini adalah hal yang mengagumkan, selain kecantikan
nona tentunya. (Maaf, saya tidak bermaksud menggombal, nona. Kecantikan anda
adalah fakta, dan saya hanya salah satu penyampainya).
Kemarin, di taman kota,
saya tidak menyangka anda akan datang ke sana, dan duduk dalam jarak pandang saya.
Terus terang anda tanpa sadar menguji konsentrasi saya bernyanyi. Beberapa kali
saya mencuri pandang, anda sedang membaca buku yang saya tidak sanggup melihat
judulnya. Dalam beberapa kesempatan anda tertawa kecil, lalu membalik halaman.
Untuk saya, melihat anda tertawa jadi momen penting yang mungkin akan saya
pigurakan dalam pikiran. Sore itu, taman kota jadi surga untuk pikiran saya.
Bunga-bunga seakan mekar lebih indah menyambut bidadarinya. Riang tawa
anak-anak dan derai rumput-rumput yang tidak ingin lagi bisu, mereka bernyanyi
bersama saya.
Ah, maaf, apa saya sudah
bicara terlalu banyak?
Mungkin beginilah jika
seorang pengagum memiliki kesempatan bicara dengan orang yang dikaguminya. Dia
tak hendak berhenti memuji atau bahkan kehilangan kata-kata sama sekali. Saya
memilih yang pertama, karena saya tidak ingin kehilangan momen.
Demikian, Nona,
Selamat bertemu kembali
dengan scarf anda, maaf jika saya terlalu banyak kata. Menutup sebuah surat
selalu jadi hal yang berat untuk saya, entah mengapa. Dalam hati saya, ada
harapan bahwa Joko akan datang kepada saya menyampaikan surat balasan dari
anda, meski kecil kemungkinannya akan terjadi, namun apa salahnya saya
berharap. Ah, saya melantur lagi, maaf nona, saya mohon diri. Selamat bekerja,
Nona Meta, semoga setelah surat ini, kita tidak saling canggung jika bertemu.
dari pengamen tepi
jalan,
Shakuntala Agni
Oleh: @commaditya untuk
@JiaEffendie
Diambil dari:
http://commaditya.tumblr.com/
---
Namamu.
Halo Shankuntala Agni,
Ketika saya menerima
surat beserta sehelai scarf yang saya tinggalkan di bangku taman, tadinya saya
berpikir kalau pengirimnya adalah orang lain. Sewaktu membacanya, saya langsung
mengira bahwa Anda lancang. Namun, ketika saya membacanya sekali lagi, saya
merasakan kebaikan hati Anda dan menerima perkenalan Anda dengan tangan
terbuka.
Shakuntala Agni. Nama
Anda sungguh menarik. Saya langsung teringat pada ibunda Bharata, lalu
mengacak-acak rak buku saya untuk mencari buku Mahabharata. Saya tidak
menemukannya, dan masih penasaran akan kisah lengkapnya. Diakah nenek para
Pandawa dan Kurawa? Barangkali Anda bisa menceritakannya?
Sementara nama saya,
lucu sekali setiap kali orang tua saya bercerita bagaimana mereka mendapatkan
nama saya. Meta adalah gabungan nama ayah dan ibu saya, sedangkan Nikalanta,
mereka selalu mengatakan bahwa itu berarti orang besar. Saya sangat
memercayainya sewaktu kecil. Namun, sejak bertemu internet dan paman Google
yang ajaib, saya tidak menemukan entri apa pun dengan nama Nikalanta, saya
mulai menyangsikan penjelasan mereka. Akhirnya saya bertemu dengan kata
Nilakanta, yang memang artinya orang besar, atau mungkin kurang lebih begitu,
karena saya tidak mengerti bahasa Hindi. Saya jadi mengasihani diri sendiri dan
seringkali menertawakan nama saya, bahwa ternyata, nama saya yang cantik itu
(atau begitulah menurut saya), ternyata merupakan kesalahan cetak.
Ah, saya mulai melantur
dan menceritakan hal-hal yang tidak penting. Terima kasih telah mengembalikan
scarf saya. Semoga perkenalan kita membawa pada segala hal yang baik :)
Salam,
Meta
Surat balasan dari @JiaEffendie untuk @commaditya
Diambil dari:
http://metanikalanta.tumblr.com/
No comments:
Post a Comment