A Letter From A Poetic
Goodbye
Dear Vannie,
Kemarin, aku bawa kau berjalan
menuju sebuah danau. Aku pasangkan beberapa lampu disana, suasana malam itu
begitu hening. Kau dengan baju putihmu menambah cahaya bulan malam itu. Matamu
tak sedikitpun menatap mataku. Kau sibuk dengan pemandangan danau yang penuh
lampu disana. Ini adalah pertemuan pertama kita bukan? Di awal saja kau tak
menatap mataku, sepertinya selama ini aku menyia-nyiakan waktu.
Dengan hati yang cemas,
aku berusaha membuat semuanya menjadi lebih baik. Aku berdiri tepat
disampingmu, mencoba mendekatkan jarak di antara kita. Jarak yang selama ini
buat aku penasaran akan sosokmu. Kau hanya diam, kau membisu, aku membatu
sejuta kalbu. Perlahan ku coba menggenggam tanganmu, melingkarkan jari-jariku
ke jari-jari manismu. Kau tetap diam. Aku yakin, aku sedang menggenggam
kebahagiaan.
“Sebelum hatiku ini menggenggam
hatimu, jemariku sudah lama ingin menggenggam jemarimu..”
Kau tetap terdiam, lalu kau
menghadapku. Merelakan diri kita tersesat dalam tatapan, merelakan tatapan kita
merencanakan sebuah cerita tentang cinta. Kau tersenyum, bibirmu melengkung,
menambah manis pipimu yang lesung. Di dalam keheningan, tatapanmu tajam,
menambah kasmaran dengan adanya ucapan ‘Sayang’.
Tau kah kau saat ini aku
sedang berhadapan dengan kebahagiaan?
Tau kah kau aku telah
lama menunggu saat seperti ini?
Tau kah kau aku memendam
rasa sayang selama ini?
Tau kah kau aku tak
merelakan sedikitpun jemarimu terlepas dari genggaman ini?
“Karena saat mataku
menatap, hatiku ingin menetap.”
Sincerely,
Irfan.
Oleh: @irfannyhanif
untuk @vanniewidiasari
Diambil dari:
http://playboyuniteindonesia.tumblr.com/
---
Surat balasan dari
@vanniewidiasari untuk @irfannyhanif
Maaf Jika Aku
Engg....Hai, Irfan!
Maaf jika aku sedikit
lama membalas suratmu. Sepertinya, ingatanku masih tertinggal di danau tempat
kita bertemu malam kemarin. Tempat kita memberanikan diri untuk saling menatap.
Mengenal satu sama lain lebih dekat. Maaf jika aku tidak banyak bicara malam
itu. Degupan jantungku terlalu rancu. Membuat lidahku kelu. Sejujurnya, aku
malu bertemu denganmu.
Maaf jika aku hanya
membisu. Sosokmu yang nyata di sampingku membuat aku beku. Jajaran kalimat yang
sudah aku persiapkan sebelumnya ternyata tidak berlaku. Aku berdiri kaku. Malam
itu, untuk pertama kalinya kau memanggil namaku secara langsung. Tidak ada
salah eja di sana, posisi hurufnya tersusun rapi. Kau melakukannya dengan
sempurna. Maaf jika aku membuat malam yang tadinya sunyi menjadi riuh.
Nampaknya, suara hatiku yang jatuh terlalu gaduh.
Ah, iya! Melalui surat
ini aku akan membuat sebuah pengakuan. Maaf jika aku baru sekarang
mengatakannya.
Irfan,
Maaf jika aku tidak
sengaja mengharapkan kita berada pada
satu ruang dan waktu yang sama, jauh sebelum kau merencanakan pertemuan
kemarin.
Maaf jika aku tidak
sengaja menjadikanmu poros dari setiap perputaran bahagiaku, jauh sebelum kau
mengatakan bahwa akulah bagian dari bahagiamu.
Maaf jika aku tidak
sengaja merasa uring-uringan ketika kau tidak membalas pesanku, jauh sebelum
pesan sayang kau sampaikan untukku.
Maaf jika aku tidak
sengaja jatuh cinta padamu, jauh sebelum kau memutuskan untuk menjatuhkan
cintamu padaku.
Hmmm, aku rasa semua
ketidaksengajaanku kau maafkan bukan? Pertemuan kemarin aku anggap sebagai
ampunan yang kau berikan untukku. Aku sangat menyukai oleh-oleh yang kau bawa.
Kau membungkus kebahagiaan dengan sangat indah. Membuat bibirku yang sedari
tadi kuncup merekah. Menguraikan hatiku yang dilanda resah.
Sepertinya aku harus
segera mengakhiri surat ini. Malam sudah terlalu larut. Hey, jangan cemberut.
Besok kan kita masih bisa lanjut. Hehe. Oh iya, sebelum tidur coba kau periksa
kantong kecil di tasmu. Kemarin aku menitipkan sebuah pena di sana. Aku ingin
kau memiliki pena yang sama denganku. Mulai sekarang pegang pena ini bersamaku.
Kita guratkan kisah kita di atas jarak
yang merentang tanpa ragu.
PS: Maaf jika aku hanya
bisa mencintaimu dari jauh.
Love,
Vannie
Diambil dari:
http://hallovannie.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment