16 January 2013

Surat #DuaHati @ichan_ dan @devirestiana


Rindu 164 KM

Dear Luna,

Dengan beribu rindu yang tiap hari menjadi teman perantauanku di kota seni ini, aku tuliskan surat demi menyapa hangat matamu yang haus akan kabar dan segala tentangku. Saat menuliskan surat ini aku bisa membayangkan bagaimana senyum lebar tak akan rela berlalu cepat dari wajahmu sesaat setelah pak pos datang mengantarkan surat ini. Dan bagaimana dengan tak sabarnya meski dalam kehati-hatianmu kamu merobek amplop ini. Bisa kubayangkan kau akan berlari cepat ke kamar demi membaca obat rindumu ini diam-diam. Hai Luna, bagaimana kabarmu? Apakah kota Purwokerto tecinta kita masih menjagamu baik-baik? Banyak ganjil yang belum terjawab tentang dirimu. Tapi setiap mengkhawatirkanmu, sosok wonder woman yang selalu terbayang. Sedikit aneh, tapi ini menenangkan :)

Oh, mungkin kamu berfikir Jogja telah mengubah sosok kerenku menjadi seniman eksentrik dengan segala pola pikir diluar kewajaran. Di jaman teknologi mengambil alih sisa-sisa  keprimitifan, kenapa aku menggunakan media surat untuk mengabari kabarku. aku hanya rindu masa dimana aku malas mencatat bahan pelajaran yang diterangkan guru-guru lalu meminjam catatanmu untuk kucatat nanti di rumah. Mataku rindu deretan tulisan tangan rapimu. Mungkin kegiatan surat-menyurat ini akan menjadi cobaan maha berat untukmu karena untuk membaca  tulisan tanganku ini memang membutuhkan kesabaran ekstra. Tapi kuharap kamu bersedia meladeni rinduku ini, kerinduan kepada detail-detail kecil yang justru merubah waktu menjadi semacam siksaan jarak yang mengintimidasi. Mungkin bukan candu, tapi melihat lagi tulisan tanganmu menjadi keharusan demi menghilangkan kehausan ini. kehausan dalam jarak 164 KM

Jogja menyenangkan, Luna. 6 bulan sudah cukup membuatku mengenal sudut-sudut yang menyembunyikan tempat-tempat makan enak dan murah,kost teduh dimana aku menemukan teman-teman baru, kampus  yang tiap hari menjejali otakku dengan ilmu-ilmu baru. Ilmu-ilmu yang semakin aku dalami, semakin menambah syukurku telah memilih kota ini sebagai tempatku melanjutkan studi. Oh, lalu ada lagi lokasi-lokasi publik yang diam-diam sesekali waktu kujadikan tempat pribadi saat ingin menyendiri. Jika suatu saat nanti ayahmu kerasukan jin apa dan kau diperbolehkan berkunjung ke Jogja, kamu akan kujadikan ratu kehormatan pertama yang kuajak bermain ke istana pribadiku ini. Namanya Plengkung Gading, yang dalam sejarah Kraton Yogyakarta merupakan salah satu dari lima gerbang masuk Kraton. Fakta menarik dari tempat ini adalah ternyata Plengkung Gading memiliki filosofi sebagai tempat yang jauh dari bahaya. Sungguh sangat cocok menjadi tempat pelarianku disaat aku lelah dengan riuhnya kota. Terkadang aku merasa gemerlap kota bisa begitu berbahaya dan berpotensi menjadi cikal bakal stress. Sudut gelap diatas Plengkung Gading menyelamatkanku, menjadi tempatku menghindari lelah setelah kuliah seharian. Kamu pasti akan menyukai tempat ini Luna, kita akan mengobrol panjang lebar tentang apa saja. oh ya, aku menulis surat ini di tempat rahasiaku itu lho

Menjadi anak rantau memang terkadang berat, Luna. Tapi yang saat ini terasa paling berat bagiku adalah jauh dari jangkauanmu

PS: hei, aku menemukan Soto Sokaraja yang enak di Jogja. Tapi aku tak pernah merasa cukup kenyang saat memakannya. Aku merindukan setengah porsi sotomu yang tak pernah habis kau makan

Pria yang terintimidasi rindu,

Langit Sakti Cakrawala

Oleh: @ichan_ untuk @devirestiana


---


Langitku, Aku pun Rindu


Teruntuk, Langit.

Curang! Kenapa baru sekarang kamu mengirimiku surat? Padahal sudah sejak lama aku menantikan barisan aksaramu, surat rindu dari sahabatku di Jogja. Tulisanmu masih berantakan, sama seperti buku catatanmu waktu masih SMA dulu. Walau begitu, sama sekali tak mengurangi keantusiasanku untuk membaca suratmu, tempat di mana tinta dan kertas bersenyawa menerjemahkan rindu. Langit, kamu harus tau, sebelum surat ini aku baca, aku sibuk menciuminya terlebih dulu. Ku harap ada sisa parfummu menempel di situ, Aroma yang selalu menjadi cikal bakal rinduku. Aku kangen wangi parfum yang tercampur bau keringatmu. Unik dan khas ala kamu. Hehehe


Kabarku baik, bertambah baik lagi setelah menerima suratmu dari tukang pos tadi pagi. Purwokerto kita masih sama setiap sudutnya, hanya saja kini sedikit terasa berbeda; setidaknya bagiku. Kota ini tak sehangat dulu lagi Langit, terutama sejak kamu memutuskan untuk mengambil studi di luar kota. Ah, betapa aku mencemaskanmu di sana. Bagaimana tempat tinggalmu? Kerasankah kau di sana? Apa kamu makan teratur? Bagaimana lingkungan kampusmu? Tapi aku tenang setelah membaca suratmu. Sahabatku baik-baik saja di kejauhan 164 Km sana.


Langit, bukan hanya kamu yang terintimidasi rindu, akupun begitu. Aku juga kerap bertanya dalam hati, memakai pakaian warna apa kamu hari ini, sudahkah kamu mengikat tali sepatumu dengan rapi, serta berharap agar kamu tak lupa meletakkan di mana kaca matamu. Iya, sedetail itu. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku utarakan terhadapmu. Rasanya ingin tahu lebih banyak tentang kamu dan Jogja. Aku juga sudah beberapa kali membujuk Ayah, tapi dia selalu berkata bahwa “Sabar, tunggu saja Langit pulang’.


Jogja menyenangkan sekali sepertinya. Aku senang bagaimana kamu menceritakan setiap detailnya. Lain kali kamu harus bercerita lebih banyak, tentang tempat apa saja yang layak kita kunjungi bersama. Plengkung Gading? Kapan-kapan ajak aku kesana ya. Nanti kamu boleh memotretku sepuasnya. Sebagai hadiah aku akan menuliskanmu sebuah puisi tentang senja.


Kemarin aku makan Soto Sokaraja di tempat langganan kita. Aku terpaksa menghabiskan satu porsi dan perutku rasanya penuh sekali. Oia, tukang parkirnya bertanya mengapa aku datang sendiri tanpa membonceng motor vespa kesayanganmu. Menyebalkan sekali!


PS: Makan yang banyak!

Salam rindu,

Luna Putri Malam


Surat balasan dari @devirestiana untuk @ichan_
Diambil dari: http://restianadevi.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment