19 January 2013

Surat Kaleng Untuk @rivelno

Antara Kamu, Aku, Kata, dan Hati

Hai kamu sang peramu kata,
Apa kabar Rangga? Namamu benar Rangga kan?! Rangga Rivelino. Itu yang pernah kamu tuliskan
sebagai namamu di twitter. Sedang sibuk apakah kamu sekarang? Apakah kamu sedang sibuk menyelam
masa dalam rasa, hingga menjelma menjadi asa? Atau kamu sedang sibuk mengolah kosakata berbagai
bahasa, hingga membuat para penikmat kata mengangkasa?

Maaf aku sudah lancang mengirimkan surat kaleng untukmu. Awalnya aku urung untuk mengirimnya.
Namun, dorongan hati ini rupanya lebih kuat, hingga pada akhirnya kuberanikan diri untuk benar-benar
menyampaikannya padamu. Mungkin aku pengecut, yang hanya berani menampakkan kata-kata lewat surat ini. Namun yang pasti aku bukan orang yang pandai meramu kata, mengaduk rasa dalam senyawa kata. Aku bukanlah primadona yang pandai memikatmu dalam pesona. Aku hanyalah salah satu followermu yang mengagumimu dalam setiap kata yang terlempar dari jari-jemarimu. Aku hanyalah penikmat kata, yang mengagumi buah karya dari setiap sel otakmu yang bekerja dengan hebatnya.

Hei Rangga sang penyihir hati,
Iya, kamu itu penyihir hati. Tanpa kamu sadari, nama yang mungkin pada awalnya hanya kamu ambil sebagai judul blogmu, ternyata benar-benar menjelma dan merasuk ke dalam dirimu. Setiap kali mendengar namamu Rangga, aku selalu teringat pada salah satu tokoh di film “Ada Apa dengan Cinta?” Entah bagaimana alam berkonspirasi, ternyata nama tokoh itu pun juga menjelma dalam dirimu. Rangga yang ada dalam tokoh film itu tampak dingin, namun memukau. Diam, namun mempesona hati dengan kata-kata dan hobinya dalam menekuni sastra. Rambutnya pun mirip denganmu, sama-sama kriting. Tapi sayangnya Nicholas ‘Rangga’ Saputra lebih ganteng daripada kamu, hehehe..

Kamu mungkin tak sadar, tokoh Rangga itu menjelma dalam dirimu. Tampak dingin, namun anehnya tak membuat diriku membeku, malah membuatku meleleh atau kadang tercabik-cabik oleh karena ramuan katamu. Dalam sekejap mata, kamu membuat diriku tersihir. Tersihir oleh senyawa huruf yang menjelma dalam kata-katamu. Entah ramuan apa yang kamu campurkan ke dalam bejana katamu. Maaf apabila aku sudah lancang menilaimu. Setiap orang pasti tak terlalu suka dinilai orang lain yang belum dikenalnya. Ini hanya pendapatku saja, semua berpulang pada dirimu. Lagipula siapalah aku. Sekali lagi, maaf apabila aku telah lancang menilaimu.

Mungkin hal itu pula yang dirasakan oleh beberapa teman followersmu yang lain, tersihir oleh kata-
katamu. Hingga tak jarang membuat mereka mengagumimu, saling melempar kata, saling memberi makna dalam setiap jeda. Terkadang aku sedikit kesal melihatnya. Bukan, aku bukan cemburu. Terlalu jauh untuk menyimpulkan rasa itu sebagai cemburu. Aku hanya tidak suka, itu saja. Namun, kembali aku tersadar, siapalah aku, siapalah aku dibanding kamu, siapalah aku dibanding mereka. Bahan-bahan dasar dalam membuat senyawa huruf pun aku tak punya, apalagi mencampur dan meramunya dalam kata dan pesona.

Hei kamu sang penguasa kata,
Aku sudah tak tahu harus menulis apalagi, yang aku tahu sekarang aku rindu. Rindu melihatmu  menyihirku lagi dengan kata-katamu. Akhir-akhir ini sepertinya kamu tampak tak seperti biasa, entah lelah atau jengah. Entah bosan atau terbeban, hingga tak kutemui lagi senyawa rasa dalam huruf yang dulu mampu membuat hatiku tersihir hingga meraksasa ke angkasa. Sungguh aku tak tahu harus berkata apalagi, biarlah kata-kataku ini yang beterbangan dan menjelma menjadi udara di sekitarmu. Kelak bila pada akhirnya kamu tahu siapa pengirim surat kaleng ini, biarlah ini menjadi rahasia kamu dan aku saja. Biarlah ini menjadi sekedar kenangan kecil yang kelak bisa kamu ingat, bila aku diberi kesempatan Tuhan untuk sengaja ataupun tak sengaja bertemu denganmu (lagi). Aku selalu menunggu karya-karyamu selanjutnya. Aku yakin kamu mampu, aku yakin kamu bisa, bukan hanya sekedar ramuan kata di blog ataupun buku antologi. Teruslah berkarya, teruslah menyihirku dengan kata.

Salam rindu,

Salah satu followermu yang tersihir.

No comments:

Post a Comment