Selamat sore, Kamu.
Sore di sini diguyur hujan. Bagaimana
soremu di sana – yang entah di mana?
Sebelum kamu mulai hanyut dalam
genangan kata-kata dalam surat yang kukirimkan ini, boleh kalau mau sambil
minum kopi atau bakar dulu sebatang rokokmu. Agar kamu bias membacanya dengan
santai. Aku tak akan memberatkanmu seperti yang sudah-sudah. Aku hanya akan
menuliskan hal-hal sederhana yang tak sempat ku sampaikan.
Bagaimana kabar hatimu? Ah, dia pasti
sudah lama menemukan bahagianya, ya? Karena tetap berjalan menuju masa depan
denganku mungkin adalah keputusan yang salah untukmu. Aku bukanlah perempuan
yang kau inginkan ada di masa depanmu. Selama ini, yang kita jalani sepertinya
adalah gabungan antara mimpiku dan keterpaksaanmu yang dibalut rasa kasihan.
Begitu?
Menyedihkan sekali jadi aku. Kita
beriringan ke masa depan. Aku dengan riang dan hati meletup, sementara kamu
susah payah menyeret hati dengan pikiran datar. Setidaknya inilah yang
belakangan ku sadari.
Tapi tak apa, masa itu sudah lama
lewat. Toh kita sudah terbiasa tidak lagi membicarakan perihal cinta dan tetek
bengeknya. Kita mulai nyaman dengan ruang yang kita bangun berdua. Ruangan baru
bersekat status. Ruangan yang membuatku hanya bias melihat siluet dirimu yang
terpantul cahaya msa lalu. Tanpa bias menyentuh, tanpa bisa direngkuh olehmu.
Banyak hal yang kemudian ku alami
setelah kepergianmu. Banyak cerita yang tertulis dalam lembaran hatiku yang kau
tinggalkan tergelak di meja hidup. Kau mau dengar ceritaku?
Oh iya, silahkan teguk dulu kopimu.
Kau mau tahu kabar (hati)ku? Kau tahu,
hatiku sudah jauh lebih baik. Meski lebam biru bekas hantaman cinta semumu
masih jelas terlihat, setidaknya hatiku mau berjuang menyembuhkan dirinya. Dia
bahkan sudah tidak lagi menangis saat disakiti. Hatiku jadi jauh lebih kuat.
Hatiku banyak belajar setelahnya. Apa itu terdengar bagus agimu? Semoga.
Awalnya, kupikir tak mungkin mencoba
menyembuhkan hatiku tanpa bantuan orang lain. Lalu setelah kamu, aku beranikan
diri mencari seseorang yang memiliki penawar. Iya. Aku mencari cinta baru. Hati
baru yang siap menjaga.
Aku bertemu dengan beberapa pria, yang
tak pernah bis abertahan lama. Dalam hitungan hari, mereka perlahan mundur. Tak
sanggup. Hatiku mengidap penyakit setara kanker stadium 4 yang kemungkinan
sembuhnya mencapai nol persen. Sepertinya ini yang membuat mereka menyerah.
Akhirnya kuputuskan membiarkan hatiku
disembuhkan waktu. Lagipula kupikir, tak adil rasanya memaksa oranglain
melakukan sesuatu yang mestinya menjadi tugasku; menyembuhkan hati.
Dan lagi, bagaimana mungkin
menghadirkan cinta baru sementara di dalamnya masih disesaki penghuni lamanya.
Benar. Kamu tak pernah benar-benar mati di hatiku. Kamu menyubur, mengakar. Aku
bahkan harus berebut tempat denganmu di hatiku sendiri. Aneh! cinta tak bisa dipaksa
tumbuh ketika dia belum menyelesaikan cinta yang sebelumnya. Tak bisa.
Kau tahu, bahagiaku yang paling adalah
ketika bersamamu. Hari-hari yang kulewati denganmu adalah waktu terbaik yang
pernah aku punya. Kita pernah menghabiskan semalam suntuk di kaki merapi. Dan
momen terbaik yang terekam jelas di otakku adalah malam singkat dihujani
ratusan nyala kembang api dalam pelukanmu. Meski hatus melawan hujan setelahnya
hingga pagi hari. Kamu yang terbaik. Setidaknya saat ini, belum ada yang
sanggup mengambil seujung saja posisimu di hatiku. Tak pernah ada.
Dan kalau boleh jujur, hanya saat
bersamamu aku menemukan diriku. Aku tak perlu menjadi siapa-siapa. Kau
membuatku berani bermimpi. Berani menginginkan. Termasuk berani menginginkanmu
yang tak menginginkanku. Ironis.
Tunggu. Jangan dulu bakar rokok
keduamu. Suratku sudah hampir selesai.
Aku hanya ingin mengatakan betapa aku
sangat merindukanmu. Masih banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Tentang
hari-hariku bersama teman-teman. Tentang dunia kerjaku. Aku pun ingin mendengar
banyak kisah yang kau alami setalah tak lagi ada aku di sisimu.
Dan dengan siapapun kini kau habiskan
hari-harimu, mohon agar kau harus lebih bahagia. Bias? Bagus!
Tak perlu kau balas suratku. Balas saja
rinduku agar aku kembali berani hidup.
Suratku selesai di sini, sejauh kata
rindu. Tapi cintaku padamu tak pernah selesai.
Salam,
Aku
Perempuan penyimpan cinta untukmu
No comments:
Post a Comment