19 January 2013

Surat Kaleng untuk @jofannugroho

Pertemuan Singkat


Sebuah kota di mana aku dan kamu dipertemukan, 18 Januari 2013


Teruntuk, @jofannugroho

Aku bingung harus memberi selamat apa dalam surat ini. Entah surat ini akan kamu baca saat matahari terbit yang diberi nama pagi, atau saat matahari telah berada tepat diatas kepala yang diberi nama siang, atau saat matahari sudah perlahan mulai turun yang diberi nama sore, atau saat matahari telah sedikit bersembunyi dibalik tumpukan awan yang diberi nama senja ataukah matahari itu sudah berganti dengan bulan, aku tak tau, yang jelas selamat karena ternyata kamu membaca surat ini..
            Apa kabar? Tanpa perlu kamu jawab, bila kamu awali dengan senyuman saat membaca surat ini, aku tau kamu baik-baik saja. Sedang sibuk apa? Tanpa perlu kamu jawab, aku tau semua kesibukan mu, kamu sibuk mengurus dirimu sendiri bukan? Sudah sejauh apa kamu mengurus dirimu sendiri? Lebih jauh mana bila dibanding kamu dan aku saat ini? Bukan, ini bukan jauh yang digambarkan oleh jarak, tapi ini jauh yang digambarkan oleh senyuman. Biasanya bila raga mu berada dekat ku jauh senyummu terkembang yang mungkin sampai bisa memberikan suara yang diberi nama dengan tawa, tapi kini, jauh senyum itu hanya berjarak A sampai J disebuah keyboard. Ya, senyummu hanya sejauh itu sekarang.
            Aku akan coba ingatkan saat semesta raya berkonsipirasi dengan alam mengenalkan kita dalam ruang dan waktu yang sama. Disana tak ada suara antara kita. Kita berkomunikasi lewat pandangan mata dan gerak tubuh serta bibir yang sesekali menyunggingkan sebuah isyarat yang diberi nama dengan senyuman. Dari situ aku candu, bukan candu senyummu tapi candu pandangan matamu. Matamu, yang berbalut kaca segiempat itu, tak banyak menjelaskan apa-apa, tapi darisana aku tau, kalau kamu lelaki baik. Ya semoga kesimpulanku tentang matamu kali ini tepat. Dan semua kejadian hari itu terekam jelas dibenakku, suara, tawa, gerak tubuh serta pandangan matamu, sekarang sudah jadi kenangan yang rapih dalam ingatanku.
            Lalu waktu terus berjalan. Banyak menit, banyak jam, banyak hari tapi belum banyak bulan yang kita lalui lewat kedekatan, kamu sudah jauh. Entah hal apa yang sampai aku menuliskan surat ini pun aku tak mengerti akan hal itu. Hal yang mungkin hanya kamu, bayanganmu serta-Nya yang mengetahui, mengapa, saat ini kita tak bisa melewatkan banyak bulan untuk saling dekat seperti saat pertama hari. Adakah aku bersalah? Atau adakah perasaan yang tak bisa kamu jelaskan? Entahlah. Lagi dan lagi jawabannya hanya kamu, bayanganmu serta-Nya yang mengetahui.
            Aku boleh berkata maaf? Bukan karena aku merasa aku berbuat salah, karena ku pikir sekalipun aku tak pernah berbuat salah kepadamu. Tapi maaf kalau seandainya mungkin kehadiranku dalam hidupmu adalah suatu hal yang membuat hidupmu jadi tak seperti dulu. Maaf kalau seandainya aku yang banyak berbicara ini sempat mengganggu ketenangan harimu, maaf kalau seandainya tawa ku ini pernah mengusik hari bahagiamu, maaf kalau seandainya raga ini pernah tak ada saat kamu butuhkan. Ya itukan seandainya, mungkin, ntah pernah nyata atau mungkin, sekedar perasaanku saja.
            Aku rasa sudah terlalu banyak kata yang terangkai menjadi kalimat dalam surat ini. Aku rasa kamu pun sudah jenuh baca surat ini. Aku rasa kamu ingin tau apa sebenarnya maksud dari surat ini. Aku rasa dalam surat ini aku hanya ingin menyampaikan bahwasanya aku dan bayanganku merindukanmu. Ya aku kan bilang kalau ini hanya rasa, mungkin ini hanya sekedar perasaan ku saja. Perasaan merindu ditemani berjuta tanda tanya yang bahkan aku pun sendiri tak tau jawabannya.
           Kamu, semangat ya menjalani harimu. Selama kita masih berada dibawah langit yang sama, meski raga tak saling berjumpa, semoga kita dipertemukan dalam doa. Terimakasih untuk segalanya yang mungkin tak berarti apa-apa.

No comments:

Post a Comment