19 January 2013

Surat Kaleng untuk @ajenglembayung

Surat Cinta untuk Ajeng Lembayung


Dear Ajeng,

Kemarin, Jokowi menggelar public hearing tentang rencana proyek besar 6 ruas jalan toll di Jakarta. Malamnya, Jokowi keluyuran menyambangi para korban banjir di berbagai tempat di Jakarta. Luar biasa buatku, karena baru sekali ini ada pemimpin di negeri kita yang begitu. Berbagai gebrakan pada awal 100 hari kepemimpinan Jokowi serta wakilnya Ahok telah memukau hatiku. Mereka telah menunjukkan padaku bahwa impian dan kerja keras akan membawa kebaikan bagi semua yang mau menjalankannya. Selain itu, bolehlah kita berharap kelak Indonesia ini akan lebih baik karena masih ada sosok-sosok yang bisa diharap dan dipercaya membawa perubahan kearah itu. Jeng, Indonesia luar biasa.

Ajeng,
Ini semestinya surat cinta. Tapi kenapa aku buka dengan cerita Jokowi? Seperti kamu tahu, aku perlu kegairahan untuk menulis. Kamu tahu bahwa setiap mengawali sebuah tulisan apapun itu, aku selalu memulai ddengan merangsang imajinasi dan memunculkan kegairahan dalam otakku. Lead seperti ini jarang kuhapus karena ia menyimpan konteks yang tak terlepas dari teks-teks utama yang kemudian hadir perlahan-lahan.

Hal-hal yang menggairahkan buatku, tak selalu tentang perempuan telanjang dada atau perempuan berhidung mbangir. Keberanian merubah hidup, keberanian merubah kemapanan, keberanian mengambil risiko adalah juga sesuatu yang menggairahkan dan luar biasa.

Seperti juga kamu, bagiku adalah sosok yang menggairahkan dan luar biasa. Untuk itulah surat ini kutulis. Untuk kamu. Ya, kamu menggairahkan dan kamu luar biasa!

Tapi sayangnya Ajeng, aku gagal menyelisik lebih dalam pada kali kesekian pertemuan kita di Bali 2009 lalu itu. Aku gagal memanfaatkan peluang dan gagal menyadari makna penting hadirmu. Kita sama sama tidak sendiri kala itu, tapi tenang, aku mengingat secara detail kebersamaan denganmu kala itu.

Malam itu, di Sanur Village Festival adalah tempat pertama kita bertemu kala kamu di Bali. Kamu tengah sibuk mendampingi begitu banyak anak-anak Taiwan yang tak mengerti apapun bahasa kita, tapi kamu mengerti bahasa mereka. Sempat aku simak, kamu bicara mandarin begitu fasih kepada mereka. Aku terkagum-kagum. Kesempatan pertama kita bertemu ini tidak lama mengingat kamu sedang kerja. Aku pun tak memaksakan diri karena secara bersamaan Kucha Pecha Night juga berlangsung disana. Sambil membiarkan kamu bekerja, aku menikmati berbagai presentasi kreatif.

Pertemuan selanjutnya tak berlangsung lama. Kita hanya memastikan, tepatnya kamu hanya ingin memastikan aku tahu dimana kamu tinggal selanjutnya mengingat kamu harus gant hotel. Kamu kenalkan aku pada teman manismu. Galuh? Ya dia manis, imut. Kala itu ingin kuajak kamu dan dia menyaksikan pentas mengenang WS Rendra. Kamu menyanggupi, Galuh tidak.

Lalu, malam itu..malam terakhir kebersamaan kita di Bali.

Malam itu, kita mulai dengan menyimak acara budaya yang asyik, disebuah kafe di Sanur. Semua tentang WS Rendra. Disana, kita bertemu beberapa teman budayawann, pekerja teater dan juga aktifis pembela korban Napza. Kamu ingat kan? Pentas-pentas teatrikal untuk mengenang WS Rendra itu menarik. Sangat menarik seingatku. Ada musikalisasi puisi, ada art perform dan ada yang nge band.

Disaat itu, aku merasa kamu sangat pas membawakan diri. Beberapa teman bahkan berpikir kita pasangan ideal. Aku menikmati pemikiran itu, walau kita tahu sama tahu kalau kita biasa-biasa saja.

Sepulang dari acara itu, malam terasa panjang untuk kita berdua. Makan malam di warung nasi tempong, mampir sejenak di kost lalu muter-muter sepanjang malam di Kuta. Banyak obrolan dan cerita diantara kita dan luar biasanya, kita mampu mengendalikan diri untuk tidak tergoda setan. Aku tepatnya, tidak memasukkan setan kedalam pikiranku karena seperti kamu tahu, ada malaikat bersamaku.

Setelah pertemuan itu, berbagai rencana pertemuan selanjutnya kita rencanakan tapi semua gagal sampai hari ini.

Dan kemudian, aku baca surat cintamu untuk sebuah kompetisi. Kamu menulis sebuah surat cinta yang membuatku tersenyum. Kalimat-kalimat itu kamu alamatkan pada sebuah nama lain, tapi hatimu padaku. Pada memori kita yang singkat itu dan baru saat itulah kusadari, Jeng, kamu mungkin kumiliki. Kamu mungkin kucintai. Kamu mungkin menjadi pendamping hidupku. Kamu mungkin tak bisa kelain hati. Kamu mungkin akan hidup bersamaku.

Aku mungkin bisa berharap lagi. Mungkin akan menyapamu lebih dalam. Aku takkan lewatkan lagi cerita diantara kita ini.

Ajeng,
kamu tahu banyak puisi pernah kutulis. Banyak imajinasi telah menjelmat menjadi serangkaian kata dalam blog? Engkau memainkan peran pada banyak tulisan-tulisan yang kubuat. Pernah kupinjam namamu untuk menjadi satu karakter dalam tulisanku. Kamu ingat itu?

I'm Spy..in the house of love...
...I know your deepest, secret fear ..(The Doors)

Ya Jeng,
berawal dari penggalan lagu The Doors itu disambung dengan panjangnya cerita diantara kita, dari cerita-cerita yang kamu sampaikan, aku tahu terlalu mendalam dan tanpa permisi kupinjam namamu untuk menulis sebuah cerita yang kamu komentari itu. Kamu, berarti sesuatu buatku. Tentu, tanpa kalimat cetar membahana yang menyebalkan itu!

Masihkah kamu ingat pusi yang pernah kutulis? Judulnya, Hatiku Tak Lagi Beku. Kuingatkan lagi teksnya berikut,

"Ada perempuan muda mencintaiku setulus hati
sedari usia muda ia menyemai itu
sampai hari ini sampai malam ini
memilih setia dalam cinta pada lelaki kepala batu

berulangkali kuabaikan
berulangkali kucampakkan
tak goyah jua cintanya padaku
dan maaf ini bukan cerita palsu

Ada perempuan muda mencintaiku setulus hati
sampai kini ia meretas hati
ikrar janjinya sampai ia mati
akan mempertahankan ikrar itu pada diri ini

keteguhannya membuka mata hatiku
tentang hati yang tak semestinya beku
tentang masa lalu yang semestinya berlalu
karena dia sangat mencintaiku

Ada perempuan muda mencintaiku setulus hati
dan hatiku tak lagi beku"

Ajeng,
Kupersembahkan puisi itu untukmu. Aku percaya, akan ada kegairahan luar biasa dalam hidupku bersamamu. Jangan menangis membaca ini.

Aku ingin hatimu, hatiku, tak lagi beku. Mari melepas sauh dan mulai mengarungi samudera cinta. Mungkin kita akan kelaparan ditengah samudera sana, mungkin kita akan terdampar pada sebuah pulau antah berantah tanpa setetes air pelepas dahaga. Tapi apa peduliku? Ada kamu, ada kamu bersamaku. Itu sudah cukup.

No comments:

Post a Comment