Anakku Rasi Kautsar, gadis kecil dengan senyum tak pernah pudar.
Kucing kecilku, kamu sudah jadi gadis kecil sekarang. Hampir tiga tahun setengah usiamu. Padahal rasanya baru kemarin kamu masih menendang perutku, hidup dan bernapas dalam diriku. Sekarang celoteh tak hentimu selalu menjadi musik paling indah yang mengusir senyap dalam rumah kita. Nyanyianmu selalu menjadi nada paling merdu yang menggetarkan jiwa. Senyum dan tawamu memberi warna. Ada keharuan ketika melihatmu lincah berlari, ketika menatap tanganmu sibuk memainkan drum kecil. Atau saat kamu ingin aku menerbangkanmu seperti Timmy. Kamu selalu terlihat lucu ketika aku memanggilmu “Kucing kecil”, kamu akan mengeong menggemaskan.
Kucing kecilku, tahukah kamu, bahwa seringkali aku merasa telah berlaku tak adil padamu. Terlalu sibuk dengan duniaku sendiri yang dihuni kata-kata. Hingga kamu bermain sendiri di taman kecil kita. Atau bersembunyi dalam selimut yang kamu bangun menyerupai tenda. Sering juga kamu mencari perhatian dengan tatapan memelas atau tangis keras. Kadang yang paling membuatku tercabik, ketika kutemukan kamu menangis tertahan, menenggelamkan kepala dalam bantal.
Saat-saat paling intim yang kita lewati hanya tiga kali sehari. Seperti minum obat, ada dosisnya. Seharusnya seperti napas yang tak kenal jeda. Saat-saat itu adalah ketika kamu mandi di pagi hari, kadang kita bermain air dan sabun, lalu kita berjalan-jalan menikmati matahari. Kemudian di malam hari saat kubacakan buku cerita atau kudongengkan kisah Putri Rasi dari negeri cinta. Selebihnya kamu akan bercanda bersama Tom and Jerry, atau Shaun.
Kucing kecilku, kadang aku memarahimu hingga kamu balik memukulku kesal dengan kepalan tangan kecil. Saat kamu yang niatnya membantuku memasak malah mengacak sayuran, atau saat kamu membuang-buang makanan.
Kucing kecilku, maafkan mama kucing, karena belum juga bisa menjadi ibu yang baik untukmu. Kadang aku merasa tak pantas menjadi ibumu. Karena aku tahu, yang kamu butuhkan adalah cinta yang utuh, bukan tumpukan naskah lusuh.
Kucing kecilku, aku suka memakai namamu untuk tokoh-tokoh rekaanku. Hampir semua pemeran utamanya bernama Rasi. Alasannya agar kamu menjadi bagian setiap jejakku. Lalu aku berpikir ulang, tidak semua kisah yang kutulis itu berakhir bahagia, bahkan seringkali tragis. Aku kemudian berhenti memakai namamu untuk kisah-kisah tragedi, agar tidak menjadi sebuah doa.
NAK
Seperti pantun, aku menemukan cinta yang jenaka
Cinta penuh tak kenal peluh
Cinta absolut yang lembut
Nak, tapi sungguhpun aku seorang ibu, aku tak tahu cara mencintaimu dengan benar
Apakah air susu mampu mengejawantahkan cinta itu
Apakah pakaian dan teduh tempat tinggal bisa menyampaikannya
Apakah dongeng-dongeng yang kuceritakan setiap malam bisa mendefinisikannya
Bahkan doa-doa tak cukup membalas cintamu
Karena sungguh, kehadiranmu telah membuatku merasa ada.
Kucing kecilku, beri aku waktu membenahi diri, agar bisa memberi bahagia. Karena kamulah gugusan bintang, kamulah nikmat, dan kamulah cahaya hatiku.
Surga bukan berada di telapak kakiku, Nak. Tapi ada pada senyummu.
Ditulis oleh : @evasrirahayu
Diambil dari http://tamanbermaindropdeadfred.wordpress.com
No comments:
Post a Comment