28 January 2013

Dear Timmy

Aku merindukanmu! Ya aku rindu mendengar suaramu, aku rindu membelaimu, mengusapmu, bersenandung bersamamu, dan mengajakmu bercerita sepanjang perjalanan, ke mana saja kau mengantarku. Ah, apa aku terlalu berterus terang ya? Tapi, ya itulah yang akhir-akhir ini selalu aku rasakan.

Tiap aku pulang ke rumah beberapa waktu terakhir ini, aku tak lagi mendengar suaramu, kau tak lagi menyapaku seperti sebelumnya. Kau tak lagi bercanda denganku, tak juga meluangkan waktumu untuk menemaniku berburu senja. Apa kau marah? Seingatku, selama hampir lima tahun kebersamaan kita, tak sekalipun kau abaikan aku seperti itu. Kalaupun ada kalanya kau diam, itu bertahan tak lebih dari seminggu. Kali ini, kau bungkam, bukan lagi hitungan minggu, tapi bulan.

Ada apa denganmu? Apa yang salah denganku? Apa sebegitu banyaknyakah khilafku, sehingga kau kunci mulutmu. Tak juga sepatah kata kau ucap padaku. Baiklah, aku minta maaf, sempat beberapa waktu aku tak pulang kerumah. Sama sekali bukan maksudku tak mengacuhkanmu. Pekerjaanku, menyita cukup banyak waktu kala itu, belum lagi pos-pos pengeluaran yang membengkak karena tanggung jawab yang harus aku pikul sendiri di pundakku. Membuat aku harus pintar-pintar mengatur segala sesuatunya, terutama untuk urusan keuangan.

Pilihan berat sekali, saat aku terpaksa  memutuskan pos pengeluaran mana yang harus aku pangkas. Apalagi saat keputusan itu jatuh pada pilihan untuk mengurangi intensitasku pulang ke rumah. Jujur, aku harus menahan sakit atas rindu yang teramat sangat. Tak hanya padamu, tapi juga pada Ibu. Maaf, bukan maksudku juga menomorduakanmu, tapi Ibu yang telah membuat aku ada, dan Ibu juga yang mengadakanmu. Kau selalu senang kan, tiap kali aku merajuk, memintamu menemaniku mengantar Ibu. Jadi, untuk yang satu ini, kau tidak boleh protes.

Sekali lagi aku minta maaf ya, saat aku mencoba mengajakmu berbicara, aku baru sadar kau sakit, sudah cukup lama. Aku kemudian ingat waktu aku pergi tanpa pamit, dan tak pulang tanpa kabar. Ingat juga dulu aku sempat membuatmu menyerempet tembok, waktu aku membawamu tergesa. Seharusnya aku langsung membawamu ke UGD kemarin itu. Ya seandainya saja sebuah kartu pintar bernama jamkesmas bisa berlaku juga buatmu. Sayangnya, kartu itu hanya bisa untukku atau Ibu pergi berobat, tapi tidak buatmu.

Aku harus minta maaf sekali lagi padamu, ternyata simpananku belum cukup untuk membawamu ke rumah sakitmu. Kau butuh donor 'jantung', kau juga butuh donor 'paru', dan sedikit operasi 'mengencangkan kulit', mengobati bopeng karena menyerempet tembok waktu itu. Ah... penyakitmu seperti orang kaya saja. Kau tahu, aku sedih sekali mengetahui semua penyakitmu itu, karena itu artinya, aku harus bersabar menunggu beberapa waktu lagi untuk bisa kembali bercengkrama denganmu.

Menghidupkanmu kembali, adalah targetku untuk beberapa bulan kedepan. Yah, semoga saja 3x gaji cukup kusisihkan untuk menyembuhkanmu kembali, karena untuk mendapatkan 'jantung', 'paru', dan operasi 'pengencangan kulit' itu biayanya tak murah.

Kecup sayang dari aku, untuk kamu.
My lovely timmy, si timor ijo toska kesayanganku. Lekas sembuh ya, dan kita akan kembali berburu senja.

oleh @si_kura
diambil dari http://blognyasikura.blogspot.com

No comments:

Post a Comment