28 January 2013

Maaf untuk Segala Pedih

Untuk wanita yang selalu jadi panutanku, dengan hati paling lembut yang pernah ada,

Ibu


Bu, bila tangan-tangan takdir akhirnya menyampaikan surat ini padamu, segala uraian perasaan yang ingin kuutarakan padamu terangkum pada 3 kalimat; aku minta maaf. Tak peduli segala penjelasanku untuk membela diri, aku sadar aku salah, bu, dan aku minta maaf. Aku bukan cuma salah, aku amat sangat salah.

Bu, ibu harus tahu, aku begini bukan berarti aku tidak mencintai putra ibu. Aku cinta, bu. Aku sayang. Seandainya rasa cintaku sudah menguap, tak akan mungkin aku masih ada di sisinya sampai sekarang. Namun bu, ibu harus tahu, meski perasaan tidak menguap, ia bisa berubah. Perasaan mungkin sesuatu yang abstrak, tapi ia bisa berubah mengambil bentuk yang lain. Ada beberapa aspek yang hilang dan ada beberapa hal yang tumbuh setelah sebelumnya tidak ada. Aku masih cinta dan sayang pada putramu, bu. Meskipun begitu, cinta dan sayangnya bukan lagi mengambil bentuk kasih sayang sepasang kekasih, perasaan ini mewujud menjadi cinta kasih persaudaraan, lebih seperti kakak ke adik.

Bu, ini juga bukan salah putra ibu. Tidak ada yang salah padanya, bu. Tidak ada. Segala yang salah berakar dariku. Hatiku yang mentrasformasi perasaanku padanya. Aku sekarang lebih merasa sebagai kakak padanya. Naluriku untuk selalu menyayanginya, melindunginya, dan merengkuhnya setiap kali ia merasakan sakit membuatku merasa selalu sebagai kakaknya, kalaupun bukan sebagai ibu kedua baginya. Namun tidak ada getaran cinta yang seharusnya dirasakan sepasang kekasih, bu. Tak kupungkiri dulu rasa itu pernah ada. Aku pernah merasakan hasrat yang menggebu untuk selalu bersentuhan dengan putramu, bu. Dulu. Aku tidak tahu mengapa kemudian perasaanku berubah.

Bu, ada seseorang. Seorang laki-laki lain di dalam hidupku. Aku sama sekali tidak menyalahkan ibu saat ibu marah menghujatku. Bila aku ada di posisi ibu, dimana putra kesayanganku hatinya disakiti oleh gadis yang dicintainya, aku pun pasti akan marah dan mencaci maki gadis tersebut. Namun aku juga tidak bisa mengkhianati nuraniku sendiri, bu. Dengan laki-laki ini, aku merasakan kasih sayang yang sesungguhnya untuk sepasang kekasih. Aku memang salah, bu. Aku tinggalkan putra kesayangan ibu untuk laki-laki ini. Aku tidak memikirkan konsekuensinya. Aku lupa putra ibu terlalu ringkih untuk mengahadapi beban seperti ini.

Bu, aku kembali untuk putra ibu karena aku merasa bersalah luar biasa. Aku tidak mau ia sakit. Biar bagaimanapun, aku ingin selalu melindunginya dan melibas semua rasa sakit yang menderanya. Selain itu, aku pun tidak tahan melihat air mata ibu. Ibu, wanita dengan hati paling lembut yang pernah kukenal, harus menangis dan memohon padaku agar aku kembali. Orang boleh bilang ibu egois karena ibu membelenggu kebahagiaanku demi putranya sendiri. Namun aku pun tidak bisa menyalahkan ibu. Aku sangat mengerti perasaan ibu. Ibu tidak bisa hidup tanpa putra kesayangannya. Sekali lagi, bila aku berada di posisi ibu, aku pun pasti akan melakukan hal yang sama.

Bu, selama ini mungkin aku berhasil menekan perasaan cintaku pada laki-laki itu karena rasa sayangku pada putra ibu. Jangan kira dengan begini aku mempermainkan putramu, bu. Sekali-kali tidak! Aku hanya menunggu, bu, menunggu bagaimana takdir akan memutuskan. Apabila aku harus memenuhi takdirku dengan laki-laki kecintaanku, maka aku mohon berjuta ampun darimu karena aku harus mengejar kebahagiaanku sendiri, bu. Pastinya aku akan bersimpuh di kaki Tuhan memohon pasangan hidup dan mati yang terbaik untuk putramu, yang berjuta kali lebih baik dariku. Sebaliknya, bila suratanku berkata aku harus berada di samping putramu sampai maut memisahkan, maka aku hanya memohon doamu, bu, memohon semoga ibu tidak hanya berdoa bagi kebahagiaan putramu, namun juga kebahagiaanku, sehingga aku masih bisa merasakan kebahagiaan meskipun aku tidak bersama dia yang kucintai.

Bu, maafkan aku karena pernah membuat putramu hancur, dan aku tidak pernah tahu sampai sekarang, apakah dia telah sepenuhnya pulih seperti kelihatannya ataukah itu hanya ilusi.



 Salam simpuh di kakimu,

(mantan) (atau masih?) calon menantumu


oleh @sneaking_jeans
diambil dari http://menyingsingfajar.wordpress.com

No comments:

Post a Comment