28 January 2013

Entok dan Bebek


Teruntuk sahabat kecilku, Evalina Tambunan.

Halo, Eva… 
Long time no see sekali kita! Terakhir ketemu kapan ya? Kalau tidak salah sekitar 2 tahun lalu ya? Haaa, iya, waktu itu aku bersama satu temanku bersusah payah mencari rumahmu. Kau tau tidak, aku hanya tau nomor rumahmu, 81A. Selebihnya, aku mencari bermodalkan ingatanku sewaktu kita SD. Saat itu kita sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat. Aku ingat sekali, kau menunjuk sebuah rumah dan kau bilang bahwa itu rumahmu. Saat itu aku yakin aku telah merekam baik-baik gambaran rumahmu. Tapi ternyata keyakinanku tak sehebat itu. Ingatanku tak sebagus itu. Aku dan temanku kewalahan mencari-cari rumahmu. Setiap rumah yang mirip dengan di ingatanku itu aku hampiri, aku lihat, apakah nomornya benar 81A. Hasilnya nihil.

Lalu aku pun pergi ke sekolahmu (yang aku pun tak tahu di mana letaknya sebelumnya) dan mendapat sedikit pencerahan dengan diberikannya nomor handphone yang bisa aku hubungi (kau tahu, aku sangat sedih ketika pernah suatu waktu aku mencoba menghubungi nomor telepon rumahmu dan mendapat informasi bahwa nomor itu bukan lagi nomor telepon rumahmu.) Nomor handphone tadi pun aku hubungi, namun aku harus kecewa lagi karena tidak tersambung sama sekali. Kemudian aku bertanya-tanya kepada beberapa anak sekolah yang ada di sekitar sekolahmu. Aku beruntung ternyata sahabatku ini cukup terkenal di sekolahnya. Mereka semua mengenalmu. Dari mereka jugalah aku mendapat info tentang di mana rumahmu. Singkat cerita, aku pun menemukannya. Persis sama dengan yang ada diingatanku.

Bagiku, dua paragraf di atas merupakan ringkasan dari perjuanganku kemarin. Iya, aku namakan perjuangan. Hahaha. Aku senang sekali ketika mendapatimu di rumah itu. Kau tidak berubah. Iya, literally tidak berubah. Aku heran, kenapa tinggi badanmu tidak bertambah? Apa kau juga mengalami penyumbatan hormon pertumbuhan seperti yang kualami? -_-

Entok. Begitu panggilan hina yang kuberikan untukmu. Karena kau pun memanggilku bebek. Sangat konyol dan…tidak penting. Dulu kita adalah sahabat yang tak terpisahkan. Ke mana-mana selalu bersama. Bareng Elita juga sih. Dulu teman-teman alay kita memanggil kita bertiga dengan sebutan “3E”. Tampaknya mereka ingin menandingi semboyan 3A Jepang ya. -.-” Ya tapi memang begitulah adanya. Kita bertiga memang selalu bersama.

Aku nggak ngerti, tapi kau itu adalah sahabat yang paling memahami luar-dalamnya aku. Kau tahu kalau aku stress karena seisi kelas sangat ribut, pasti aku diam. Pernah juga menangis. Saat itu kau pasti memarahi semua yang ribut dan mencatat nama-nama mereka untuk dilaporkan pada guru kita. Oleh karena itu banyak yang bilang bahwa kau ini asistennya ketua kelas. Kau tahu kalau aku tidak butuh dibujuk-bujuk. Tidak butuh diajak bicara. Yang kau lakukan hanya mengusap-usap pundakku. Setelah emosiku mereda, barulah kau mengajakku bicara. Kau juga pendengar dan pemberi saran yang baik. Walaupun kita masih SD, tapi menurutku saranmu itu cukup bijak dan dewasa. Terimakasih ya! :)

Terimakasih juga karena telah menjadi sahabatku yang punya segudang candaan. Menurutku kaulah yang paling mengerti cara untuk menghiburku. Kalau ingatanku tidak salah, kita sanggup tertawa sampai mungkin gigi kita akan lepas karena saking lebarnya tawa itu. Dan siapa sumber kelucuan itu? Kau tentunya. :)

Sekarang kita sudah berteman di salah satu messenger. Aku bisa tahu bagaimana hidupmu dengan orang-orang baru di lingkunganmu sekarang. Biar bagaimana pun kita sudah berpisah sejak tamat SD. Pasti kau sudah memiliki sahabat SMP, sahabat SMA dan sekarang, sahabat ketika kau kerja. Tapi satu Va. Tetaplah consider me as one of your best friends. Karena aku pun demikian. Aku berharap suatu saat kita bisa punya waktu bersama lagi untuk mengobrol, bertukar cerita tentang hidup kita masing-masing. Aku berharap “as our lives change come whatever, we will still be friends forever” ya. :)

Aku mengasihimu!

Tertanda, 
Satu dari 3E. :p


Ditulis oleh : @elisabethym
Diambil dari http://elisabethyosephine.tumblr.com

No comments:

Post a Comment