Solo, 23 Januari 2013.
Assalamualaikum Ibu. Hampir tiga tahun
sudah Ibu berpulang. Namun sepertinya nafas Ibu masih berhembus di sela
hela nafas Bapak. Ibu adalah cinta beliau, yang kemudian kami semua
cintai juga.
Ibu, aku iri padamu. Allah sungguh membuatkan
skenario yang indah untuk Ibu mainkan, bersama Bapak sebagai lawan
mainnya. Aku belum pernah membaca kisah Ibu dengan utuh, namun guru ku
acap kali menceritakannya di kelas, sebelum kami mulai belajar.
Aku
tidak mengenal Ibu, siapa Ibu. Aku mengenal Ibu sambil lalu. Ibu dan
Bapak berpredikat Power Couple, itu saja. Ternyata Ibu, dan Bapak, lebih
lebih dari itu. Aku menyesal tidak membaca sendiri cerita yang
dikisahkan guruku. Doakan aku bisa nabung ya, bu? Supaya aku bisa
membeli tumpukan kisah kasih mu semasa hidup.
Baru - baru ini,
kisah Ibu dan Bapak diangkat ke layar lebar. Semua yang mencintai ibu
-dan tidak pernah sebesar cinta Bapak- datang untuk menonton. Aku tidak.
Aku tidak tahu harus duduk di samping siapa ketika yang aku tonton
adalah kisah Ibu. Aku khawatir akan butuh bahu untuk kupinjam, bu. Dan
belum ada bahu yang bisa aku pinjami, untuk sekarang.
Teman -
temanku bercerita tentang kisah Ibu yang mereka tonton. Aku mendengarkan
dan ingin menonton juga sebenarnya. Orangtua ku sempat mengajak bu,
tapi waktu itu aku sedang ingin di rumah. Aku menyesal tidak mengiyakan.
Beberapa
hari lalu aku menonton acara televisi. Disana ada Bapak lho, bu. Masih
penuh wibawa, masih berkharisma. Aku melihat kakak pembawa acara
tersenyum dipaksa, menahan tangis haru. Aku salut pada kakak itu, bu.
Karena kalau aku yang jadi dia, mungkin rekaman itu di cut karena aku
tidak bisa melawan arus dari dalam mata. Tahu kenapa, bu? Kakak cantik
itu bertanya,
“Apa yang sampai sekarang masih sangat Bapak rindukan dari Ibu?” tanpa kuberi tahu, sepertinya Ibu sudah tahu jawabannya.“Everything…”
Jawabnya sambil tersenyum. Subhanallah, Bapak berjarak beribu kilometer
dari tempat aku duduk, bu. Tapi aku tahu beliau menjawabnya dari hati,
dengan hati. Senyum nya itu lho, bu. Ikhlas yang mana lagi yang lebih
dari senyum Bapak?Ibu, aku mau menulis doa ya di surat ini…
“Ya
Rab. Maaf aku iri pada kisah yang Kau buat untuk Ibu dan Bapak. Tolong
buatkan kisah yang seindah milik mereka untuk orang tua ku, untuk kami
dan seorang yang namanya telah ditulis dalam buku takdir, bahkan sebelum
kami lahir. Untuk setiap orang yang percaya bahwa cinta-Mu lah yang
menguatkan mereka. Dan ingatkanlah kami untuk bersyukur telah melihat
cinta lewat kisah Ibu dan Bapak yang Kau buat dengan sempurna.”
Amin.
Ibu, sudah dulu ya. Kututup surat ini dengan satu puisi, bukan
punyaku, aku pernah membaca satu dari sekian puisi yang dibuatkan Bapak
untuk Ibu. Puisi itu juga tergantung di dinding Sentra Bahasa I di
sekolah ku. Oh iya, in case Adam Levine read this… happy ever after did
exist, dude :)
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah
kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam
diri seseorang sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi
nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku
serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana
mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi
kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti
cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku …
BJ.HABIBIE
Warmest regards,
Satu diantara perempuan Indonesia yang ingin seperti Ibu Hasri Ainun Habibie.
Oleh @avirosas
Diambil dari http://avirosas.tumblr.com
No comments:
Post a Comment