Kepada Ican, cinta di seberang rumah.
Hai. Ketika kamu membaca suratini
mungkin kamu akan terkejut setengah mati karena kita tidak berada dalam
posisi yang memungkinkan. Entahlah. Sebetulnya aku tidak begitu
menginginkan kamu, hanya saja kamu ada di jajaran listku untuk kutulisi surat cinta karena hanya ingin kamu sekedar mengetahui aku pernah memiliki rasa untuk memiliki kamu.
Secara silsilah memang kita masih
terhitung saudara, tetapi secara aliran darah kita tidak berhubungan dan
tidak mengaliri darah yang sama. Karena Tanteku menikahi Ommu, jadi
sebetulnya ini cukup legal. Tapi kata ‘ini’ pun aku tidak tahu maknanya.
Aku hanya sempat menyukai kamu satu kali. Tidak serius dan hanya
sesaat. Mungkin pemikiran itu hanya bertahan satu jam karena tidak
pernah ikut sampai kubawa tidur.
Hanya saja aku suka dulu, ketika kita
masih kecil, aku suka bermain bersama kamu. Suka mendatangi rumah kamu
bersama sepupuku yang laki-laki dan aku ingat aku dan sepupumu yang
masih kecil yang perempuan karena sisanya laki-laki. Aku suka datang dan
bermain dengan kamu di atas pohon rambutan kamu. Menyaksikan kamu
bermain PS bersama sepupuku dan menonton kamu disuapi dan akan menangis
jika tidak disuapi oleh Mama kamu. Aku suka saat-saat kecil dulu. Saat
kita bermain bersama dulu.
Betapa anehnya bertahun-tahun sudah
berlalu dan kita sudah tumbuh besar. Tidak seakrab ketika kecil dulu.
Tidak bisa bermain bersama seperti ketika kecil dulu. Kamu sudah tinggi
besar dan aku juga sudah besar. Kamu tidak lagi secengeng dulu, dan aku
sudah tidak bisa lagi menonton kamu menangis. Kita hanya saling
berkunjung satu sama lain di hari Idul Fitri dan betapa anehnya melihat
kamu yang sudah mulai dewasa. Rasa di dalam hatiku tidak ada yang
berubah sebetulnya, tetapi melihat kamu sudah dewasa aku menyadari bahwa
kita tidak bisa bermain bersama seperti dulu lagi.
Bagaimana kuliah kamu? Hubungan kamu
dengan pacar kamu? Baik-baik saja. Semoga. Karena aku tidak tahu kenapa
aku menulis surat ini, kusudahi saja ya. Kamu baik-baik ya menjalani
hidup. Berusaha sekuat mungkin menjadi dewasa dan menjadi laki-laki
kebanggaan Papa kamu, bukan jadi pria cengeng yang akan menangis jika
tidak disuapi Mamamu. Baik-baik dengan pacarmu, masa depanmu. Nanti
kalau sempat kita bertemu dan bercerita mengenang masa kecil kita dulu.
Bagaimanapun juga kita masih keluarga tahu, tidak ada salahnya bertemu
dan mengobrol sesekali. Meski kamu sudah jauh.
Kepada Ican, mungkin aku tahu mengapa
aku menulissurat ini. Karena kamu pernah mengisi pikiranku satu-dua
kali—tak lebih loh—di beberapa malam. Hanya penasaran sih bagaimana
kehidupan kamu sekarang. Tapi sudahlah, toh kalau ada izinNya aku
mungkin akan bisa tahu bagaimana kehidupan kamu selama ini.
With Love,
Anjani
Oleh @anjanif
Diambil dari http://anjanif.tumblr.com
No comments:
Post a Comment