Surat pertama,
Hai Rabu, aku berjumpa lagi dengan dirimu hari ini. bagaimana kabarmu? Aku yakin kamu baik-baik saja. lebih baik daripadaku sepertinya. Hari ini aku tidak akan memaki-makimu, karena hari ini adalah tanggal kesayanganku. Jadi aku harus memperlakukanmu sebaik mungkin.
Aku hari ini menaruh harapan besar kepadamu, dalam segi apapun.
Ya.. dalam segi apapun..
Itu bisa kerinduan, harapan, doa, dan juga cinta, yang tidak pernah berhenti aku mengungkitnya. Iya rabu, aku tidak akan menjadi orang munafik terhadapmu. Aku tidak akan menyembunyikan semua perasaanmu yang selama ini kamu juga menyaksikan sendiri bagaimana perasaanku yang hancur secara perlahan. Benar begitu bukan?
Aku sangat kaget jika tanggal ini akan jatuh di harimu, dan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Jika kamu hari ini memperlakukan aku dengan baik, maka kan ku kibarkan bendera perdamaian di atas langit-langit kamarku, dan bersorak menyebut namamu lalu mengangkat tiga jari tengah tangan kananku sebagai kita berdamai.
Tapi tunggu dulu rabu, semua itu tidak semulus yang kamu bayangkan. Kamu masih harus membantuku merapihkan kembali kelopakku dimana pada awal bulan ini kamu mulai menggugurkannya secara perlahan.
Kamu masih harus bertanggung jawab dengan itu.
Rabu, kemarin aku memiliki kesalahan dengan seseorang yang penting di hidupku. Ya.. kamu benar, tepat di hari selasa aku melakukannya. Dan kesalahan itu sempat membuatku kesal, pada akhirnya kesalahan itu menghantui hingga larut malam. Bukan hanya sekedar kesalahan, tapi ada ketakutan dalam diriku bahwa aku akan kehilangannya lagi. Dan aku tidak mau, rabu.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa setelah kejadian itu.
Aku terus memikirkan dan mencoba menahan agar airmataku tidak jatuh. Tapi apa daya, percuma saja aku mehanannya, karena hatiku merasakan hal yang sama sehingga dia membantu mengeluarkannya dalam bentuk tetesan. Dia keluar membawa semua emosi yang ada karena hatiku sudah tak kuasa menampungnya.
Karena aku lelah menahan ini semua, aku mencoba minta maaf untuk kedua kalinya. Aku minta maaf setulus hatiku dan mencoba memberikannya beberapa ultimatum dimana hatiku sudah merangkum sedemikian rupa. Bukan direncanakan, tulisan itu mengalir begitu saja.
Rabu, aku berharap dia membalas dengan hal positif pagi ini. Karena aku menuliskannya tepat di harimu, dan aku juga sudah mengatakannya jika dia membacanya nanti aku pasti sudah dalam keadaan mata tertutup dan masuk kedunia lain, dengan mimpiku yang kebanyakan dia sebagai peran utamanya.
Apa rabu? Kamu akan mengusahakannya bahwa ini akan baik-baik saja?
Aku harap juga seperti itu rabu. Saat aku bertanya pada hatiku, besar kemungkinan dia akan membalasnya dengan optimis.
Aku tidak mau membanyangkan dengan hal-hal negatif lagi, karena habis sudah tenagaku untuk terus menerus meratapinya. Dan yang aku bisa lakukan sekarang hanyalah merubah keadaan menjadi lebih baik. Aku tahu tidak akan semudah itu, dan tidak akan seperti sedia kala yang dimana ada kebahagiaan murni yang kita hidupkan bersama, tapi aku akan berusaha semampuku untuk memulai lembar baru bersama dirinya.
Aku tidak mau kehilangan dia lagi, rabu..
Aku rela jika hanya menjadi peran pembantu di setiap mimpiku. karena di mimpi-mimpiku dialah peran utamanya.. Dia juga yang menentukan setiap kisah dalam mimpi itu.
Rabu, hari ini aku juga mempunyai harapan yang lain, tapi tidak bisa aku ceritakan kepadamu. Tidak usah marah, maafkan aku kalau aku nyatanya belum bisa bercerita banyak untuk yang satu ini. Aku hanya minta dari kamu untuk membantuku agar semuanya berjalan lancar. Ya.. semuanya, rabu. Tenang saja, urusan yang ini bukan masalah cinta, justru sebaliknya.
---
Surat kedua,
Rabu, hari ini sahabatku berulang tahun tepat di tanggal yang sama denganku yaitu 23 Januari, sedangkan aku di bulan lain.
Aku sebagai sahabatnya hanya bisa mendoakannya dari sini. Iya rabu.. sekarang dia sudah tidak tinggal di Jakarta, dia sekarang dalam proses merangkai karirnya dengan kuliah di Bandung.
Sudah sangat lama sekali aku tidak bertatapan langsung dengan dirinya. Mungkin sudah hampir satu tahun lebih. Oh! Aku ingat, aku pernah bertemu dengannya pada saat di depan supermarket saat aku sedang berbelanja sesuatu. Padahal saat itu aku ingin sekali ngobrol dengannya, tapi apa daya, aku sedang terburu-buru. Dan setelah itu kita tidak berjumpa lagi, padahal sebelum kepergiannya ke Bandung, aku ingin sekali bertemu dengannya dan berkumpul dengan sahabat-sahabat karibku yang lain, tapi waktu menghalanginya.
Dina Ruhaniah namanya, rabu. Dia itu wanita yang cerita, penuh semangat, dan selalu optimis. Dia sangat menyenangkan, dan bisa di ajak gila kalau aku, Dina, dan sahabatku yang lain berkumpul, maka kita akan membuat video gila-gilaan. Ya! Kita memang tidak mempunyai rasa malu sama sekali! Pada saat kita sudah berkumpul, kita menjadi diri kita masing-masing. Itulah yang aku suka saat bersamanya dan sahabatku yang lain. Dan kini aku sangat merindukan momen-momen itu.
Aku ingat, dulu saat kita berdua masih berada di bangku kelas satu smp, aku sangat membencinya. Sikapnya bagaikan raksaksa yang menguasai seluruh isi kelas! Mungkin karena dia saat itu dia memegang tahta sebagai wakil ketua kelas. Lalu jabatannyapun naik, menjadi ketua!
Aku pernah dipukul dengannya saat aku bercanda di kelas, aku berlari, dan.. bukkk! Buku matematika yang hampir setebal novel The Host karya Stephenie Mayer itu menghantam kepalaku hingga aku merasa pusing. Syukurlah dia perempuan, jika bukan aku akan.... menghadapi dia dengan hanya menatap tubuhnya yang besar.
Aku ingat saat dia pernah dijauhi oleh beberapa perempuan di kelas, dia tidak berani berbicara sedikitpun. Lalu aku mendekatinya, dia mengambil kertas dan memperlihatkannya kepadaku. Sugguh sangat sedih saat itu, aku hanya bisa berada di dekatnya dan menatap matanya yaang mulai kemerahan hingga airmatanyapun terjatuh.
Aku juga sangat dekat dengan orang tuanya, rabu..
Mereka sangat baik. Jika aku dan sahabatku yang lain main kerumahnya, kita main tidak kenal waktu. Dan tidak pernah di usir juga dari rumahnya. Tapi pada saat kita sudah mulai mengantuk akibat kebanyakan cerita, ketawa, dan bernyanyi, dan pada saat itulah pertemuan kita akhiri. Tapi jujur saja, jika berkumpul bersama kitapun tidak pernah merasa lelah, dan waktu seperti berjalan sangat cepat sampai dimana kita harus pulang kerumah masing-masing.
Dina yang dulu ku kenal sebagai monster mengerikan di kelas itu lama-lama menjadi sahabat dekatku. Pulang sekolah pun kita selalu bersama meskipun saat kenaikan kelas kita sudah tidak sekelas lagi. Dia berubah menjadi seorang yang sangat baik, dan dikagumi guru-guru. Bukan hanya dia rabu, aku juga sebenarnya sering di kagumi guru-guru. Hahaha! Tidak usah tertawa, nyatanya memang seperti itu.
Aku ingat saat kita berdua pernah ditugaskan menjadi ketua dan wakil MOS. Dina ketuanya, dan aku wakilnya. Sungguh hebat memang! Kau tidak usah terpana seperti itu rabu, aku memang menjadi wakilnya! Wakilnya yang tampan. Hahaha
Ya.. sungguh sangat mengasyikan dan plus plus melelahkan mendapat tugas itu. Tapi karena Dina orang yang hebat, jadi dia bisa mengatasi dan terus memberiku semangat.
Aku juga ingat saat kita berdua pulang sekolah dan naik mikrolet, aku sempat tertidur, dan saat aku bangun aku sudah melewati gang rumahku yang seharusnya aku sudah turun. Besoknya aku tanya ke Dina kenapa dia tidak membangunkanku saat itu, katanya dia tidak tahu kalau aku tidur. Mungkin saat itu wajahku sedang menghadap ke jendela, sehingga dia tidak bisa melihat mataku yang indah ini sedang tertutup. Sangat di sayangkan memang.
Rabu, bisa kau titip salamku ini dan sampaikan kepadanya bahwa aku merindukan sahabatku? Aku sangat merindukannya.. aku ingin tertawa bersama dia lagi dan membuat video gila bersama sahabat-sahabatku yang lain. Mungkin bukan aku saja yang merindukannya, sahabatku yang lain pasti juga merindukan dirinya.
Rabu, boleh kutitip surat untuknya? Ini sudah kutulis surat untuknya. Mau kubacakan untukmu? Boleh saja.
Teruntuk sahabatku, Dina Ruhaniah yang sedang berulang tahun hari ini.
Din!!!! Gimana kabarnya? Kangen banget nih sama lo! Kapan pulang ke Jakarta?? Kapan ngumpul-ngumpul bareng lagi? Cieee sekarang anak kost nih yee! Selamat bermandiri sobat! Gimana kuliahnya? Semoga lancar-lancar aja yahh..
Din, selamat ulang tahun ya! Semoga apa yang lo selalu doakan entah pada tahun lalu yang berlum terwujud atau kemarin, atau sekarang, semoga kedepannya bisa terwujud dan bisa bikin sahabat gw ini seneng. Amin ya Allah..
Sukses ya untuk kuliahnya! Semoga hari-hari lo disana berjalan dengan baik, atau meskipun gak baik-baik tapi lo pasti bisa mengadapinya. Lokan Dina, kuat! Pantang mundur! Gagah berani! Tidak sombong! Dan rajin mena......bung....hem kalo yang ini kayaknya sih enggak ya Din. hehe
Cieee jadi anak Bandung nih yee... MAICIH bisa kali nih dibawain pas nanti pulang ke Jakarta.. hehe dua lusin bisa kaliiii buat nanti kita makan rame-rame sama sandra, toil, deol, dan atta! Ya ya yaaaaa....yang level 8 ya Din! Yang level 10 kurang pedesss!
Din! Kangen Din! Biasanyakan gw sering curhat masalah keluarga sama lo. Hehe tapi tenang aja keluarga gw sekarang baik-baik aja. Makasih ya waktu itu udah dateng ke rumah gw pas bokap gw meninggal. Makasih banget udah mau sampe larut malem untuk baca yasinnya. Makasih banget udah bikin gw tegar saat itu dengan kehadiran lo dan sahabat kita yang lain.
Gw gak pernah nyesel kok kenal sama lo.. Tuhan baik ya mempertemukan kita di satu kelas dengan anak-anak yang gila-gila semua. Dan disitu juga kita rame-rame jadi deket sampe sekarang! Hehe.. hidup 7E! :D
Din din.. kayaknya udah segini dulu ya suratnya.. hehe air mata jadi netes nih. :p
Sekali lagi selamat ulang tahun ya.. semoga Allah melindungi lo dimanapun lo berada, di jaga kesehatannya, dan selalu dibukakan rezeki yang selebar-sebarnya.. amin..
Jaga diri baik-baik ya sobat! :)
Tertanda,
Sahabatmu.
Door! Rabu.. kenapa kamu bengong seperti itu? Jangan bilang kamu terharu baca suratnya? Oke baiklah, aku sudah membacakannya untukmu, sekarang maukah kau kirim surat itu ke sahabatku disana? Terima kasih rabu, kamu memang sungguh sangat baik (untuk kali ini). Dan sampaikan juga salam dari sahabatku yang lain untuknya!
--
Dan rabu, aku sudah menceritakan semua kisahku hari ini, terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik saat tidak ada orang yang bisa mendengarkan kisahku. Dua surat ini aku titipkan kepadamu. Untuk dia, sahabatku, dan untuk kamu, rabu.
Jadilah hari yang baik untukku, beri aku kebahagiaan di setiap detik yang kuhabiskan bersamamu.
Lelah tanganku menulis surat untukmu kali ini rabu, tapi tak apa, aku sangat senang bisa berjumpa denganmu lagi. Semoga dipertemuan selanjutnya kita bisa menjalin hubungan yang lebih baik.
Salamku,
Yang lagi berbuat baik kepadamu.
oleh @skandarwhe
diambil dari http://thisismyshortstories.blogspot.com
terima kasih udah di post lagi :)
ReplyDelete