24 January 2013

Aku Jenuh



Kepada:
Kamu yang kukenal begitu dekat…

Aku jenuh. Ceritamu masih sama. Selalu yang itu-itu saja. Tentang dia yang hanya mengucapkan rindu untuk menyenangkan hatimu, tentang sering kali kamu menangis sambil memegangi dada dan menahan isak yang semakin menjadi-jadi menahan perih nyerinya sakit yang berkecamuk di dalam perasaan ketika melihat statusnya dengan perempuan lain, atau tentang seberapa lamapun kamu mengusap airmatamu, butir-butir air tersebut akan terus membasahi pipi, mengalir dari dua kelopak mata ketika melihat dia mengganti profile picture-nya dengan perempuan lain.

Yang menjadi permasalahannya sekarang hanya satu: dirimu. Mau selama apa lagi kamu menyakiti diri sendiri? Dulu, kamu sendiri yang pernah bilang kalau kamu bukan perempuan yang dia inginkan. Kamu sendiri yang bercerita kalau dia sangat senang berkelakar. Dan kamu yang menyimpulkan kalau bisa saja semua bentuk ucapannya mungkin juga adalah sebuah kelakar. Tapi kemudian kamu berkata lagi, itu mungkin. Kemungkinan lain kamu sedikit yakin mengutarakan kalau dia bisa saja merasakan apa yang kamu rasakan.

Aku jenuh melihat kamu memutar kembali semua adegan-adegan yang pernah terjadi mirip seperti sebuah film yang secara otomatis akan diputar ulang begitu adegan terakhir sudah selesai. Aku melihat ada beberapa scene. Seperti waktu dia sakit dan terbaring karena sebuah kecelakaan. Aku melihatmu begitu khawatir dan sempat merasa terbodoh karena tak ada yang bisa kamu lakukan saat itu. Dia jauh di kotanya. Sementara kamu berada di kotamu sendiri. Aku melihatmu terus memikirkannya, membayangkan kira-kira seperti apa keadaannya. Aku hampir menyerah begitu melihat jari-jarimu mulai mengusap airmata lagi. Kamu menangis begitu hebatnya. Meminta dengan sangat kepada yang Di Atas agar sakitnya bisa dikurangi. Atau setidaknya agar dia yang sangat kamu rindukan itu segera tidak terlalu merasa kesakitan karena patah tulang yang diakibatkan kecelakaan seperti ceritamu.

Aku bahkan tak bisa berbuat apa-apa ketika melihatmu memutar otak secara keras serta berpikir habis-habisan bagaimana caranya agar bisa merawatnya. Atau setidaknya menjenguknya, melihat keadaannya. Aku tau bahkan tabunganmu pun tak akan cukup untuk bisa dipakai. Kamu, dengan segala keras kepala yang memenuhi ruang hati dan pikiran mendadak sangat marah ketika aku melarangmu melakukan segala tindakan yang kamu rencanakan dengan penuh kegamangan tersebut.

Katamu mau memberinya kejutan. Di balik rencana kejutanmu itu, sebenarnya aku tau kalau tujuan utamamu juga ingin menyampaikan perasaanmu yang begitu dalam. Aku mengenalmu sangat lama. Hampir seluruh kebiasaanmu aku hafal. Karena itu, aku takut kamu akan terluka. Tindakanmu yang sanggup mempertaruhkan apapun hanya untuk memberikan sebuah kejutan kepadanya itu sangat berbahaya. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi nantinya. Dia terkejut. Kamu terkejut sekaligus sedikit lega karena sudah berhasil melakukan apa yang direncanakan. Selebihnya, kamu hanya akan terus memegangi dadamu sambil menahan sengguk yang semakin menjadi-jadi karena dua kelopak matamu itu terus menerus basah.

Kita bertengkar hebat. Aku mengalah. Aku membiarkanmu melakukan semua hal yang kamu inginkan. Datang menemuinya secara tiba-tiba untuk menjenguk dan melihat keadaanya, itu adalah hal tergila yang belum pernah aku saksikan terjadi di dalam hidupmu. Tapi lihat, apa yang kamu dapat? Setelah melihat responnya pun kamu masih saja keras kepala. Kamu masih saja terus memberikannya perhatian, rindu, bahkan perasaan cinta yang semakin melarut dalam senyawa hati. Katamu, banyak yang tidak mengerti apa yang kamu rasakan. Aku melihat bahkan kamu tidak pernah mau bercerita banyak kepada teman-temanmu tentang laki-laki itu. Katamu orang-orang tidak akan pernah mengerti. Dan aku? Aku pun sama. Tidak pernah mengerti apa yang membuatmu hanyut dengannya. Bahkan untuk sekedar mengatakan, “Sudahlah,” pun aku tak sanggup ketika melihat cintamu yang begitu besar.

Katamu, menangis (kadang) adalah satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran ketika mulut sama sekali tak bisa menjelaskan seperti apa sakitnya hati dan perasaan. Aku hanya bisa duduk lemas di sampingmu, tidak berbuat apa-apa, hanya melihatmu tanpa bergeming sedikitpun. Kamu letih, lelah. Berharap agar semuanya selesai. Namun ketika aku menyuruhmu yang menyelesaikan, jawabmu hanya, “Tidak,” atau, “Belum saatnya.” Oh! Kuputuskan untuk meninggalkanmu. Aku tak mau mencampuri apa-apa lagi yang menjadi permasalahan hatimu. Nanti, kalau kamu sudah membutuhkanku untuk berpikir lebih jernih aku pasti segera hadir. Pesanku, cepat-cepatlah berdamai dengan perasaanmu. Supaya kita bisa menyeleraskan segala sesuatu seperti dulu lagi. Supaya nyeri di hatimu tidak terulang lagi. Pesanku yang lebih penting lagi, jangan pernah abaikan pesan-pesanku yang selalu berputar dan berkecamuk di pikiran ketika hati mulai menguasai pikiranmu.

Aku yang selalu bersamamu
Logikamu

Oleh @Judika_judik
Diambil dari http://judikabm.tumblr.com

No comments:

Post a Comment