Jakarta, 4 Februari 2013
Hari ini masih berjalan seperti biasa, rona macet masih bersenandung di jalanan.
Para kerah putih masih berkutat dengan angka dan para kerah biru masih bertarung dengan peluh.
Semua masih berotasi pada poros normalnya.
Hingga akhirnya, sebuah pesan singkat di telepon genggamku mengacau rotasi hari,
Sebuah kabar duka tentang sosok wanita kuat yang dikhianati zaman,
Wanita tua yang ditinggal belahan jiwa, wanita yang tidak pernah mengutuk waktu.
Mbok, biasa aku memanggilnya, aku tak pernah tau nama aslinya, yang ku tau hanyalah ulasan senyumnya yang dia pilih untuk menghadapi dunia. Alih-alih menyalahkan hidup, dia lebih memilih untuk berdamai dengan takdir dan menjalaninya dalam cinta.
Mbok, aku masih ingat sajian yang selalu kau beri padaku setiap sahur datang, dalam keterbatasanmu, engkau menyanyangi kami seperti anakmu sendiri, mungkin itu cara mu mensubsitusi rasa rindumu terhadap anakmu yang (secara kasat mata) tak pernah ada. Hanya Tuhan yang tau.
Mbok, masih segar di ingatanku bagaimana cerianya kau berceloteh tentang masamu, saat kau arungi hidup sebelum akhirnya berakhir terduduk di kursi kesayanganmu.
Mbok, hidupmu adalah definisi kebersahajaan, hidupmu adalah sinonim dari rasa bersyukur dan antitesis dari segala buruk hati. Seorang wanita yang memilih untuk berpegang pada teguh diri, menjalani gilasan roda hidup dengan kebaikan hati.
Mbok, dalam petak kecilmu, tak jarang kami lihat kau termenung, sepi, senyum mu terlelap dalam sunyi, entah mungkin kau sedang bertanya pada hidup atau memasrah pada rindu. Saat lamunmu terusik kembali rekah senyummu memancar.
Mbok, di akhir aku melihatmu, kau masih setia duduk di sudutmu, berdagang seadanya dengan kilauan rasa ikhlas. Entah berapa kali kau menyembunyikan rasa sedihmu dalam ketus lisanmu atau langkah menjauhmu, tapi kami tau itu caramu mencegah dirimu terlihat lemah, untuk setiap jengkal hidup yang pernah dilewatinya rasanya wajar ia tak lagi mau terlihat lemah.
Mbok, pikiranku masih melayang diantara saat langkah tertatihmu menahan sakit, masih menangis diantara bayangan dirimu dan ruang kotak di sudut tempat itu,di perlintasan jalan kecil tempatmu menyandarkan hidup, hidup yang selalu mampu kau syukuri walau entah berapa kali ia mengecewakannya, hingga akhirnya hidup itu sendiri yang pergi darimu.
Mbok, kebaikan dan ramah sapamu meninggalkan jejak manis di setiap orang yang melintas di jalan kecil itu, meninggalkan rasa sayang kami kepadamu, kami sayang akan sosokmu, tapi Tuhan lebih sayang padamu, Dia rindu memelukmu, Dia ingin berbagi damai denganmu, Mbok.
Tangis kami mengiringi kepergianmu, Mbok..
Ya aku menangis hari ini, Mbok..
Di ujung telepon saat ku kabari orang-orang yang menyayangimu.
Aku berkeras menahan isak, mejejak kuat-kuat kelopak mataku agar tak jatuh air mataku.
Selamat jalan, Mbok..
Istirahat dengan tenang disana, hiburlah Tuhan dengan senyum tulusmu.
Love,
Andika Saputra
Oleh @chesterdee Sumber: http://chesterdee.tumblr.com
No comments:
Post a Comment