05 February 2013

Surat Seorang Ibu kepada Anak Perempuannya


Pontianak, 4 Februari 2013 

Yang kusayangi, anak perempuanku

Sama seperti saudara lelakimu, melahirkan dirimu juga adalah hal yang paling indah yang pernah ibumu rasakan, Anakku. Begitu tangisanmu memecah dunia, ibu merasa sungguh lega. Putriku ini sungguh molek sekali parasnya. Kau mewarisi garis wajah ayahmu yang lembut, Nak. Hanya saja kau jelita sedang ayahmu itu sungguh tampan.

Ketika kau bayi, Anakku, ibu adalah orang yang tak puas-puasnya menggendongmu. Menyanyikanmu lagu, menyenandungkan shalawat, memperdengarkan murotal. Kau tak kalah berharganya dengan saudara lelakimu itu, sama sekali tidak. Cinta ibu tidak terbagi, justru bereplikasi. Bertambah. Mengganda. Ayahmu juga tampak sungguh senang akan kehadiranmu, ialah yang selalu sabar menimangmu kala engkau menangis. Aku tak pernah melihat wajah Ayahmu se-berbinar itu, Anakku. Kebahagiaan kami sungguh nyata.

Saat kau balita adalah saat-saat kau paling lekat dengan ayahmu. Sedikit-sedikit kau minta gendong, menggelendot, atau berlari menangis menenggelamkan diri saat saudara lelakimu mengganggumu. Kami hanya bisa tertawa melihatnya, lalu mengajak kalian berdua berbaikan dan bermain bersama-sama dengan rukun. Lalu saat malam hari kita sekeluarga berjalan-jalan, minum es shanghai atau makan setangkup roti bakar. Kamu adalah gadis kecil yang kuat berkhayal dan tak letih-letih menceritakan khayalanmu. Kami pun tak bosan mendengarkannya sambil sesekali bertepuk tangan atas hebatnya imajinasimu, Nak.

Memasuki sekolah, kau akan bersekolah di tempat yang sama dengan saudara lelakimu, dan ia akan jadi orang yang protektif, sedikit-sedikit mengawasimu. Takut saudara perempuannya kenapa-kenapa. Kadang kau ikut-ikutan nakal membeli jajanan sembarangan, tapi kadang justru kau yang mengomel dan berkata, "Jangan jajan lagi, nanti ibu marah.."
Dan hal itu malah membuat kalian bertengkar, walau di malam hari sebelum kalian belajar bersama, kalian akan saling menautkan jari dan meminta maaf. Sesekali kau ingin mengikuti ayahmu dan saudara lelakimu shalat di mesjid, namun akhirnya kamu lebih memilih shalat berjama'ah denganku, karena kamu tidak mau aku sendirian menjaga rumah. Lalu setelahnya kita bisa membaca Al-Qur'an dan kau mengulang-ulang hapalanmu dengan antusias.

Masa remaja adalah masa yang paling sulit, tidak hanya buatmu tapi juga untukku. Masa itu kau agak lebih sering menentangku, mengira aku tidak mengerti persoalan-persoalan yang sedang kau hadapi. Tapi aku mengerti, Nak, karena aku dulu juga sepertimu. Lalu ketika masalahmu terasa memberat barulah kau menangis meminta solusi padaku. Aku akan berusaha menjadi ibu terbaik yang mendengarkan dan memberi saran, bukan hanya melarang-larang. Diam-diam kita akan sering menghabiskan waktu hanya berdua, sekedar untuk berbagi cerita seputar apa saja.

Kau mulai tertarik dengan pria, tentu saja. Dan aku yakin ayahmu akan mencegahmu mati-matian dari lelaki yang salah. Kau akan merasa orangtuamu jadi lebih pengekang dari biasanya, tapi ketahuilah Nak, semua itu murni karena kami tak ingin engkau mengenal luka karena cinta. Meskipun begitu, kami tahu kau pada akhirnya akan bertemu dengan lelaki yang baik, yang seperti ayahmu. Yang menjagamu dan menghargaimu. Dan membuat kami rela melepasmu.

Semakin kau besar, semakin kau mandiri. Kau akan jadi wanita yang hebat yang tau benar apa yang kau inginkan dan cita-citakan. Tentu aku dan ayahmu akan mengingatkan agar dirimu tak terlalu ambisius. Kau akan sibuk berorganisasi, menambah ilmu dari mana saja, berteman dengan banyak orang, dan menjadi partner yang baik dengan saudara laki-lakimu itu. Ibu hanya akan menjadi seorang ibu yang tak lepas membuatkanmu susu hangat juga sepiring sarapan setiap pagi. Menatapmu sambil mengingat bagaimana ibu dulu.

Ah, berkaca-kaca mata ibu menuliskan ini semua. Sungguh banyak anakku, banyak yang tak tersampaikan hanya lewat pena. Namun di atas segalanya, ayah dan ibu adalah sepasang orang tua yang beruntung. Karena kau adalah putri kami yang sangat berharga. Selamanya.

Oleh @ismarestii
Diambil dari http://ismapratiwii.blogspot.com

No comments:

Post a Comment