Yang
Dahulu Tak Sengaja Melukai, Kamu
Dear,
@rendisaifinuha.
Aku tak tau apa nantinya kamu akan menyadari siapa penulis surat ini atau tidak. Tapi ku rasa, kamu bisa menebaknya. Siapa lagi wanita yang mengagumimu segila ini selain aku?
Aku tak tau apa nantinya kamu akan menyadari siapa penulis surat ini atau tidak. Tapi ku rasa, kamu bisa menebaknya. Siapa lagi wanita yang mengagumimu segila ini selain aku?
Hei, kamu. Aku masih mengingat bagaimana pertama kali kita memulai semuanya. Dari awal kamu mengirimiku 'assalamualaikum', hingga akhirnya kita saling rajin bersapa dalam pesan. Aku bahkan belum mengenalmu saat itu, bagaimana rupamu, sifatmu, apalagi tingkahmu. Tapi dari setiap kata-katamu, aku bisa menyimpulkan kalau kamu adalah seorang penggombal ulung. Haha, benarkan?
Dan apa kamu ingat, dear, bagaimana aku mengacuhkan pesanmu beberapa kali, sok angkuh dan dingin, dan dengan entengnya berkata 'jangan sampai naksir, nanti aku tolak mentah-mentah', ingat? Itu masih di bulan-bulan awal perkenalan kita, kan? Aku memang belum merasakan apapun padamu, maafkan aku. Aku menyesal.
Hingga setelah berjalan beberapa bulan kita saling mengenal, mengikat janji tak akan saling meninggalkan dengan status kakak-adik kita, kamu mulai bercerita tentang dia, seseorang yang saat itu menarik perhatianmu, yang membuatku mulai gelisah dan takut.
Hei, dear, aku benar-benar takut saat itu! Aku takut kamu tak akan memperhatikanku lagi, tak akan mengingatkan aku makan lagi, dan posisiku yang selalu membangunkanmu tiap bagi di gantikan oleh dia.
Sebenarnya aku enggan mengungkit kembali hal ini, ingat saat aku melihat kalian berdua berboncengan? Tau apa aku harapkan? Aku berharap kamu meminta maaf, dear. Meminta maaf telah menyakitiku, membuatku menangis semalaman, membuat ngilu dadaku. Aku berharap kamu menyadari bahwa kini apapun yang berkaitan denganmu telah menjadi porosku! Tapi nyatanya, itu memang harapan gila. Kamu justru bercerita lagi tentangnya. Selalu dia, dia, dan dia. Kapan giliranku?
Ah... Sudahlah. Aku tak sanggup melanjutkan ini. Mengingat lagi saat-saat itu, benar-benar membuat penyesalan tersendiri di hatiku.
Asal kau tau saja, dear. Aku mencintaimu, sejak pertama kali aku naik ke kelasmu untuk meminjam buku. Aku ingat, itu senyuman pertamamu untukku, walau aku sudah beberapa kali melihatmu. Aku mencintai senyummu, aku mencintai binar matamu ketika kamu bahagia, aku mencintai rasa bahagiamu.
Tetaplah bahagia, dengan ataupun tanpa aku. Karena dengan begitu, cinta ini akan terus menuju ke arahmu, medan magnetku.
Terima-kasih untuk tanggal 9 kita.
Terima-kasih telah menjadi sumber inspirasiku selama ini.
Dari penggemarmu, kau-tahu-siapa.
No comments:
Post a Comment