26 January 2013

Surat Kaleng untuk @karmojati


KAMU, SELAMA INI

Magelang, 19 Januari 2013


Teruntuk: @karmojati
di Jogja

(First of all, aku mau menjelaskan tentang tanggal surat ini. 19 Januari adalah ketika aku membuat surat ini untuk pertama kali. Lalu surat ini cuma aku simpan, siapa tahu aku harus merevisinya lagi, supaya surat ini jadi sempurna ketika kamu baca. Alasan aslinya sih karena mengajakmu berkomunikasi ialah hal yang terlampau indah dan jauh buatku, dan aku belum berani buat mengirimnya. Tapi sekarang surat ini sedang kamu baca, jadi, syukurlah aku sudah berani.)


Halo, Kamu..
Karena kamu jarang update di facebook atau twitter, aku jadi tidak tahu bagaimana kabarmu. Tapi sepertinya kamu baik-baik saja, ya. Syukurlah. Terimakasih Tuhan.

Halo, Kamu. Aku yakin kamu membaca surat ini setelah sekian minggu atau bulan. Tapi tak apa, yang penting kamu membacanya. Dan siapakah aku? Sebut saja aku Sikret Etmayer, karena memang begitulah aku, selama ini, terhitung sejak kita masih di bangku SMP kelas 8, sampai sekarang, sampai UN akan menjelang. Ngomong-ngomong, surat ini akan panjang, jadi siap-siap, ya. Dan aku akan senang jika pacarmu tidak tahu tentang ini, karena aku tidak ingin dia cemburu, dan ikut bertanya-tanya siapa aku.

Langsung saja, aku mencintaimu.

Aku tidak tahu persis apakah perasaan yang kuwakilkan dengan kata "cinta" sudah layak dinamakan demikian atau belum. Tapi itu ialah yang terlintas jika aku melukis kita, selain "jarak" dan "jauh".

Aku mengaku pada diri sendiri bahwa aku disusupi perasaan halus untuk kamu pada tanggal 17 Agustus 2008. Ingat? Kita mengikuti karnaval Tujuh Belas-an di sekitar alun-alun Kota Magelang. Kamu ada di posisi bass dua. Waktu itu, kita baru akan pulang dari Spenasa selesai karnaval. Aku berpapasan denganmu di gerbang depan. Aku mengabaikanmu, padahal sepertinya kamu melihat ke arahku. Mungkin kamu ingin menyapaku karena kita satu tim. Tapi aku terlalu gengsi, aku mengabaikanmu. Selepas detik-detik yang singkat itu, ada rasa sesal yang sangat asing memenuhiku. "Kenapa aku mengabaikanmu?? Kenapa?? Dan mengapa aku merasa menyesal telah mengabaikanmu??"

Semenjak itu, aku selalu mencarimu di antara orang-orang. Dan semenjak itu, mata kita sering beradu...


Hampir setiap hari aku berusaha mendapatkan tatap matamu, seperti sudah jadi kebutuhanku. Aku mulai jatuh padamu. Hal yang membuatku semakin terjatuh ialah kamu sering melihat ke arahku, ke arah depan kelasku. Jika tak ada aku di sana, kamu tidak melihat ke arah itu, setidaknya begitu kata Echa, dan dia tidak pernah berbohong padaku. Entah kenapa kamu sering melakukannya, dan akhirnya aku jadi terus-terusan memikirkanmu, apakah kamu ada rasa buatku.. Lalu, aku dengar, kamu berbeda iman denganku...

Ada konflik batin yang tiba, tapi aku tetap membela apa yang aku rasa.

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu. Aku makin girang tiap kamu menatapku. Tapi aku, sejak tanggal 17 Agustus itu, jadi pengecut. Aku sungguh tidak berani berkata sepatah kata pun padamu. Aku sungguh tidak berani menyapamu, menanyakan kabar, atau sekedar asal tanya tentang latihan. Aku bisu. Kita sungguh bisu! Dalam kebisuan itu, tatap mata kita sering bertemu, aku benar-benar menikmatinya. Seolah hanya aku, kamu, dan Tuhan yang tahu, bahwa di interval waktu sesingkat itu, ada listrik yang terlecut di antara aku dan kamu. Dan itu terjadi setiap hari. Dan aku tidak berani ke kantin karena aku takut aku akan bertemu kamu di sana, dan aku tidak tahu harus bagaimana nanti jika berhadapan denganmu. Aku menjadi aneh. Aku justru menjauhimu. Aku tidak tahu harus bagaimana, dan itu menyebalkan! Aku lebih suka mengamatimu dari jauh, dengan selimut kepengecutan, karena itu lebih aman, lebih nyaman buatku. Tahukah kamu (tentu saja tidak), aku membuat catatan di kalender jika aku mendapati matamu. Bagaimana awal mulanya, bagaimana kejadiannya, dan bagaimana sesudahnya. Dan tebak? Kalenderku penuh!

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu. Aku makin girang tiap kamu menatapku. Dan pada suatu ketika, aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku buatmu. Rasanya, perasaan ini bukan lagi suka, melainkan sudah menjelma menjadi sesuatu yang terasa jauh lebih dalam.. lebih tenang.. lebih kuat.. lebih... indah. Mungkin ini yang orang bilang tentang rasa sayang. Aku mengucap dalam hati, "Aku sayang padamu" Ah, kalimat itu terasa pas.. Dan entah bagaimana, aku benar-benar yakin kalau kamu juga punya rasa buatku. Aku yakin sekali!

Lalu, aku dengar kamu punya pacar...

Aku patah hati. Bagaimana tidak? Kamu sudah membenamkanku dalam tatapan mata, sudah berhasil menjatuhkanku dalam cinta, dan... ternyata cinta ini hanya sepihak. Keyakinanku yang dangkal dan sangat naif itu kemudian aku kutuk tiap hari, jadi sasaran yang bagus buat dipersalahkan. Aku merasa sungguh sangat bodoh sekali tiada terperi. Aku menyalahkan kamu yang tiap hari bertemu mata denganku, lalu tersadar dan menyalahkan diri sendiri telah salah menafsirkan. Dan pikiran-pikiran remaja labil ala anak SMP itu tiap hari terulang. Menyalahkan kamu, tersadar, menyalahkan diri sendiri, merasa bodoh, belajar, menyalahkan kamu, tersadar....

Lalu, kamu putus dengannya... Benar, aku senang.

Waktu berjalan, kita jadi senior paling tua di SMP. Lalu, tiba-tiba saja, kita berada dalam satu grade di jam ke-0... HAH! Aku? Sekelas denganmu?? Bukankah itu bagus sekali??

Ada satu kejadian yang paling aku ingat. Saat itu, aku terlambat. Hanya ada dua bangku kosong yang tersisa. Bangku di sebelahmu, dan di sebelah Adin. Maya menyuruhku untuk menyebelahimu, tapi aku tidak bisa! Tiap aku melangkah, aku makin menyadari bahwa kamu semakin dekat denganku, dan akan tepat berada di sebelahku, yang mana ialah hal paling indah yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Seperti mimpi jadi kenyataan, tapi aku belum siap untuk sebahagia itu. Aku sangat... takut! Aku sangat... lumpuh padamu....

Aku tidak berani berkata apa-apa padamu. Aku takut. Aku lumpuh karenamu. Aku mati kutu di hadapmu.

Aku sering memergoki kamu sedang melihat ke arahku. Tentu saja aku senang, bagaimana tidak?? Tapi rasa senang itu seperti tertahan, karena aku sadar bahwa cinta ini hanya aku yang merasa, dan tidak terbalas. Aku tidak mau lagi berpikiran kalau ini semua ternyata dua arah.

Aku ingin sekali menanyakan perasaanmu padaku. Apakah kamu pernah memikirkanku? Kenapa kamu sering melihat ke arahku? Apakah kamu pernah menaruh rasa buatku, sedikit saja? Kalau tidak, lalu kenapa kamu sering melakukannya? Apa hanya aku yang GR? Apa kamu sebenarnya hanya ingin berteman denganku, dan cara itu yang kamu pakai untuk mengenalku? Menatap dalam diam? Beradu pandang dengan kebisuan? Hah?? Iya, atau tidak??

Lalu, kita lulus dari SMP. Kamu memilih untuk bersekolah di Jogja.
Kita jadi benar-benar jauh, secara harafiah maupun kias.

SMA. Dunia benar berbeda. Tapi tidak ada yang berbeda dengan perasaan. Aku kira kamu akan terkikis oleh atmosfer baru, tapi kamu terlalu kuat. Jarak benar-benar memisahkan, tapi tidak kuasa membunuh perasaan. Aku masih sering membayangkan kita bertemu di suatu ketika. Tapi aku sudah tahu diri, aku jadikan itu sebagai hiburan saja. Agar kamu tetap ada dalam ingatanku, dalam mimpiku, dalam halusinasiku, dalam hari-hariku yang sama sekali baru. Entahlah, rasanya... Aku ingin terus jatuh cinta padamu, walaupun cinta itu hanyalah cinta satu arah, walaupun kamu ada di sana dengan pacarmu sekarang ini.

Aku akui di SMA aku mulai jatuh cinta lagi, pada seseorang dan beberapa. Tapi mereka tetap berbeda dengan kamu. Tak ada yang bisa membuatku sedemikian lumpuh seperti kamu. 

Aku tidak berani berkata apa-apa padamu. Aku takut. Aku lumpuh karenamu, semenjak dulu. Dan jadilah sampai sekarang, kita tidak pernah berbincang-bincang. Dan kita masih belum saling kenal.

Makin lama, perasaanku mulai sedikit berbeda. Aku menerima bahwa kita tidak akan bersama, tapi aku tetap jatuh padamu. Aku seharusnya melupakanmu, tapi aku tidak mau, karena aku menikmati mencintaimu, walau dalam diam, walau sebagai pengecut. Aku sudah ikhlas akan kamu. Catatanku di kalender sudah semua aku hapus, tiada bersisa, agar jika aku teringat kamu, semua murni karena lobus temporal-ku. Aku senang kamu sudah punya seseorang yang tulus menyayangimu, tidak seperti mantan-mantanmu sebelumnya. Aku senang kamu merasa senang. Aku bahagia begitu saja. Tak bisa kupungkiri, walaupun cemburu memburu. Aku sudah ikhlas akan kamu.  Haha, memang siapa aku? 

Aku cuma ingin memberitahumu saja, aku pernah mencoba mencari rumahmu, tapi lagi-lagi, aku takut. Mengucapkan namamu pada orang-orang itu, mengatakan bahwa aku mencarimu, membuatku takut. Rasanya lumpuh. Rasanya... aku begitu lemah! Ah, kamu..
Oh, ya. Kamu masih ingat ketika aku coba mengirimmu sms dulu? Aku bertanya tentang buku alumni. Ketika aku bertanya untuk kedua kalinya, kamu tidak tahu siapa aku. Kamu tidak menyimpan nomorku. Haha. Ah, ini hanya sekian persen dari patah hati yang pernah aku terima.
Aku juga selalu bertanya-tanya apakah kamu akan datang atau tidak ketika SMP kita mengadakan Buber angkatan. Dan tiap tahun aku kecewa. Tapi tampaknya kamu tidak terlalu ingin menghadiri buber itu juga, ya? Ya sudah.
Satu lagi, aku hapal plat nomor mobilmu. Kalau tidak salah, AA 8893 MB, Yaris hitam. Benar, kan?

Saat ini, kita sedang belajar. April nanti UN datang.
Selama ini, aku masih ingat kamu. Kamu bahkan masih mengunjungiku dalam mimpi, tapi jarang, kok, santai saja. Aku masih ingin bertemu. Aku masih ingin mempertanyakan semuanya, biar jawabannya mungkin akan sangat sederhana dan tak sesuai harapan.

Ngomong-ngomong, kamu ingin meneruskan kuliah di mana? Oh, ya, aku yakin kamu sudah lupa dengan semua kejadian yang aku tulis. Ya, manusia kan tempat salah dan lupa..

Baiklah, sekian suratku. Aku berharap semoga Tuhan melindungimu.
Aku bahagia pernah mencintaimu, Kamu.
Dan kalau suatu saat nanti kita bertemu, anggap saja kamu tidak pernah membaca surat ini.



Tertanda,


Sikret Etmayer,
Sang Pengecut

No comments:

Post a Comment