KAMU,
SELAMA INI
Magelang, 19 Januari 2013
Teruntuk:
@karmojati
di
Jogja
(First
of all, aku mau menjelaskan tentang tanggal surat ini. 19 Januari adalah
ketika aku membuat surat ini untuk pertama kali. Lalu surat ini cuma aku
simpan, siapa tahu aku harus merevisinya lagi, supaya surat ini jadi
sempurna ketika kamu baca. Alasan aslinya sih karena mengajakmu berkomunikasi
ialah hal yang terlampau indah dan jauh buatku, dan aku belum berani buat
mengirimnya. Tapi sekarang surat ini sedang kamu baca, jadi, syukurlah aku
sudah berani.)
Halo,
Kamu..
Karena
kamu jarang update di facebook atau twitter, aku jadi tidak tahu bagaimana
kabarmu. Tapi sepertinya kamu baik-baik saja, ya. Syukurlah. Terimakasih Tuhan.
Halo,
Kamu. Aku yakin kamu membaca surat ini setelah sekian minggu atau bulan. Tapi
tak apa, yang penting kamu membacanya. Dan siapakah aku? Sebut saja aku Sikret
Etmayer, karena memang begitulah aku, selama ini, terhitung sejak kita masih di
bangku SMP kelas 8, sampai sekarang, sampai UN akan
menjelang. Ngomong-ngomong, surat ini akan panjang, jadi siap-siap, ya.
Dan aku akan senang jika pacarmu tidak tahu tentang ini, karena aku tidak ingin
dia cemburu, dan ikut bertanya-tanya siapa aku.
Langsung
saja, aku mencintaimu.
Aku
tidak tahu persis apakah perasaan yang kuwakilkan dengan kata "cinta"
sudah layak dinamakan demikian atau belum. Tapi itu ialah yang terlintas jika
aku melukis kita, selain "jarak" dan "jauh".
Aku
mengaku pada diri sendiri bahwa aku disusupi perasaan halus untuk kamu pada
tanggal 17 Agustus 2008. Ingat? Kita mengikuti karnaval Tujuh Belas-an di
sekitar alun-alun Kota Magelang. Kamu ada di posisi bass dua. Waktu itu, kita
baru akan pulang dari Spenasa selesai karnaval. Aku berpapasan denganmu di
gerbang depan. Aku mengabaikanmu, padahal sepertinya kamu melihat ke arahku. Mungkin
kamu ingin menyapaku karena kita satu tim. Tapi aku terlalu gengsi, aku
mengabaikanmu. Selepas detik-detik yang singkat itu, ada rasa sesal yang sangat
asing memenuhiku. "Kenapa aku mengabaikanmu?? Kenapa?? Dan mengapa aku
merasa menyesal telah mengabaikanmu??"
Semenjak
itu, aku selalu mencarimu di antara orang-orang. Dan semenjak itu, mata kita
sering beradu...
Hampir
setiap hari aku berusaha mendapatkan tatap matamu, seperti sudah jadi
kebutuhanku. Aku mulai jatuh padamu. Hal yang membuatku semakin terjatuh
ialah kamu sering melihat ke arahku, ke arah depan kelasku. Jika tak ada aku di
sana, kamu tidak melihat ke arah itu, setidaknya begitu kata Echa, dan dia
tidak pernah berbohong padaku. Entah kenapa kamu sering melakukannya, dan
akhirnya aku jadi terus-terusan memikirkanmu, apakah kamu ada rasa buatku..
Lalu, aku dengar, kamu berbeda iman denganku...
Ada
konflik batin yang tiba, tapi aku tetap membela apa yang aku rasa.
Hari
demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu. Aku makin girang tiap kamu
menatapku. Tapi aku, sejak tanggal 17 Agustus itu, jadi pengecut. Aku sungguh
tidak berani berkata sepatah kata pun padamu. Aku sungguh tidak berani
menyapamu, menanyakan kabar, atau sekedar asal tanya tentang latihan. Aku bisu.
Kita sungguh bisu! Dalam kebisuan itu, tatap mata kita sering bertemu, aku
benar-benar menikmatinya. Seolah hanya aku, kamu, dan Tuhan yang tahu, bahwa di
interval waktu sesingkat itu, ada listrik yang terlecut di antara aku dan kamu.
Dan itu terjadi setiap hari. Dan aku tidak berani ke kantin karena aku takut
aku akan bertemu kamu di sana, dan aku tidak tahu harus bagaimana nanti jika
berhadapan denganmu. Aku menjadi aneh. Aku justru menjauhimu. Aku tidak tahu
harus bagaimana, dan itu menyebalkan! Aku lebih suka mengamatimu dari jauh,
dengan selimut kepengecutan, karena itu lebih aman, lebih nyaman buatku.
Tahukah kamu (tentu saja tidak), aku membuat catatan di kalender jika aku
mendapati matamu. Bagaimana awal mulanya, bagaimana kejadiannya, dan bagaimana
sesudahnya. Dan tebak? Kalenderku penuh!
Hari
demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu. Aku makin girang tiap kamu
menatapku. Dan pada suatu ketika, aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku
buatmu. Rasanya, perasaan ini bukan lagi suka, melainkan sudah menjelma menjadi
sesuatu yang terasa jauh lebih dalam.. lebih tenang.. lebih kuat.. lebih...
indah. Mungkin ini yang orang bilang tentang rasa sayang. Aku mengucap dalam
hati, "Aku sayang padamu" Ah, kalimat itu terasa pas.. Dan entah
bagaimana, aku benar-benar yakin kalau kamu juga punya rasa buatku. Aku yakin
sekali!
Lalu,
aku dengar kamu punya pacar...
Aku
patah hati. Bagaimana tidak? Kamu sudah membenamkanku dalam tatapan mata, sudah
berhasil menjatuhkanku dalam cinta, dan... ternyata cinta ini hanya sepihak. Keyakinanku
yang dangkal dan sangat naif itu kemudian aku kutuk tiap hari, jadi sasaran
yang bagus buat dipersalahkan. Aku merasa sungguh sangat bodoh sekali tiada
terperi. Aku menyalahkan kamu yang tiap hari bertemu mata denganku, lalu
tersadar dan menyalahkan diri sendiri telah salah menafsirkan. Dan
pikiran-pikiran remaja labil ala anak SMP itu tiap hari terulang. Menyalahkan
kamu, tersadar, menyalahkan diri sendiri, merasa bodoh, belajar, menyalahkan
kamu, tersadar....
Lalu,
kamu putus dengannya... Benar, aku senang.
Waktu
berjalan, kita jadi senior paling tua di SMP. Lalu, tiba-tiba saja, kita berada
dalam satu grade di jam ke-0... HAH! Aku? Sekelas denganmu?? Bukankah itu bagus
sekali??
Ada
satu kejadian yang paling aku ingat. Saat itu, aku terlambat. Hanya ada dua
bangku kosong yang tersisa. Bangku di sebelahmu, dan di sebelah Adin. Maya
menyuruhku untuk menyebelahimu, tapi aku tidak bisa! Tiap aku melangkah, aku
makin menyadari bahwa kamu semakin dekat denganku, dan akan tepat berada di
sebelahku, yang mana ialah hal paling indah yang tidak pernah aku bayangkan
sebelumnya. Seperti mimpi jadi kenyataan, tapi aku belum siap untuk sebahagia
itu. Aku sangat... takut! Aku sangat... lumpuh padamu....
Aku
tidak berani berkata apa-apa padamu. Aku takut. Aku lumpuh karenamu. Aku mati
kutu di hadapmu.
Aku
sering memergoki kamu sedang melihat ke arahku. Tentu saja aku senang,
bagaimana tidak?? Tapi rasa senang itu seperti tertahan, karena aku sadar bahwa
cinta ini hanya aku yang merasa, dan tidak terbalas. Aku tidak mau lagi
berpikiran kalau ini semua ternyata dua arah.
Aku
ingin sekali menanyakan perasaanmu padaku. Apakah kamu pernah
memikirkanku? Kenapa kamu sering melihat ke arahku? Apakah kamu
pernah menaruh rasa buatku, sedikit saja? Kalau tidak, lalu kenapa kamu sering
melakukannya? Apa hanya aku yang GR? Apa kamu sebenarnya hanya ingin berteman
denganku, dan cara itu yang kamu pakai untuk mengenalku? Menatap dalam diam?
Beradu pandang dengan kebisuan? Hah?? Iya, atau tidak??
Lalu,
kita lulus dari SMP. Kamu memilih untuk bersekolah di Jogja.
Kita
jadi benar-benar jauh, secara harafiah maupun kias.
SMA.
Dunia benar berbeda. Tapi tidak ada yang berbeda dengan perasaan. Aku kira kamu
akan terkikis oleh atmosfer baru, tapi kamu terlalu kuat. Jarak benar-benar
memisahkan, tapi tidak kuasa membunuh perasaan. Aku masih sering membayangkan
kita bertemu di suatu ketika. Tapi aku sudah tahu diri, aku jadikan itu sebagai
hiburan saja. Agar kamu tetap ada dalam ingatanku, dalam mimpiku, dalam
halusinasiku, dalam hari-hariku yang sama sekali baru. Entahlah, rasanya... Aku
ingin terus jatuh cinta padamu, walaupun cinta itu hanyalah cinta satu arah,
walaupun kamu ada di sana dengan pacarmu sekarang ini.
Aku
akui di SMA aku mulai jatuh cinta lagi, pada seseorang dan beberapa. Tapi
mereka tetap berbeda dengan kamu. Tak ada yang bisa membuatku sedemikian lumpuh
seperti kamu.
Aku
tidak berani berkata apa-apa padamu. Aku takut. Aku lumpuh karenamu, semenjak
dulu. Dan jadilah sampai sekarang, kita tidak pernah berbincang-bincang. Dan
kita masih belum saling kenal.
Makin
lama, perasaanku mulai sedikit berbeda. Aku menerima bahwa kita tidak akan
bersama, tapi aku tetap jatuh padamu. Aku seharusnya melupakanmu, tapi aku
tidak mau, karena aku menikmati mencintaimu, walau dalam diam, walau sebagai
pengecut. Aku sudah ikhlas akan kamu. Catatanku di kalender sudah semua
aku hapus, tiada bersisa, agar jika aku teringat kamu, semua murni karena lobus
temporal-ku. Aku senang kamu sudah punya seseorang yang tulus
menyayangimu, tidak seperti mantan-mantanmu sebelumnya. Aku senang kamu merasa
senang. Aku bahagia begitu saja. Tak bisa kupungkiri, walaupun cemburu memburu.
Aku sudah ikhlas akan kamu. Haha, memang siapa aku?
Aku
cuma ingin memberitahumu saja, aku pernah mencoba mencari rumahmu, tapi
lagi-lagi, aku takut. Mengucapkan namamu pada orang-orang itu, mengatakan bahwa
aku mencarimu, membuatku takut. Rasanya lumpuh. Rasanya... aku begitu lemah!
Ah, kamu..
Oh,
ya. Kamu masih ingat ketika aku coba mengirimmu sms dulu? Aku bertanya tentang
buku alumni. Ketika aku bertanya untuk kedua kalinya, kamu tidak tahu siapa
aku. Kamu tidak menyimpan nomorku. Haha. Ah, ini hanya sekian persen dari patah
hati yang pernah aku terima.
Aku
juga selalu bertanya-tanya apakah kamu akan datang atau tidak ketika SMP kita
mengadakan Buber angkatan. Dan tiap tahun aku kecewa. Tapi tampaknya kamu tidak
terlalu ingin menghadiri buber itu juga, ya? Ya sudah.
Satu
lagi, aku hapal plat nomor mobilmu. Kalau tidak salah, AA 8893 MB, Yaris hitam.
Benar, kan?
Saat
ini, kita sedang belajar. April nanti UN datang.
Selama
ini, aku masih ingat kamu. Kamu bahkan masih mengunjungiku dalam mimpi, tapi
jarang, kok, santai saja. Aku masih ingin bertemu. Aku masih ingin
mempertanyakan semuanya, biar jawabannya mungkin akan sangat sederhana dan tak
sesuai harapan.
Ngomong-ngomong,
kamu ingin meneruskan kuliah di mana? Oh, ya, aku yakin kamu sudah lupa dengan
semua kejadian yang aku tulis. Ya, manusia kan tempat salah dan lupa..
Baiklah,
sekian suratku. Aku berharap semoga Tuhan melindungimu.
Aku
bahagia pernah mencintaimu, Kamu.
Dan
kalau suatu saat nanti kita bertemu, anggap saja kamu tidak pernah membaca
surat ini.
Tertanda,
Sikret Etmayer,
Sang Pengecut
No comments:
Post a Comment