26 January 2013

Surat Kaleng untuk @Arioanggara


Kepada @Arioanggara

Etikanya dalam menulis sebuah surat haruslah ada kata pembuka, atau sekedar salam basa basi untuk mengawali.
Lantas apa surat ini perlu aku kirim dengan sapa atau kata 'halo' terlebih dahulu?
Mengingat kamu yang sudah sedari tadi senyam senyum sendiri, menyadari dalang di balik semua ini.

Ini minggu ke dua aku menulis surat kaleng, ditemani deras air yang mengguyur tanah caringin. Bagaimana di sana?
Anyway hanya mengklarifikasi sebelum banyak perkiraan perkiraan yang menggenangi imajinasimu.
Ini bukan surat cinta. Bukan juga aku yang sedang dimabuk cinta, mengirim surat tanpa identitas dengan sengaja.

Ini semata mata pengakuan secara tertulis, entah sehabis surat ini kamu ingin berjalan berjarak denganku, atau mungkin tak mengenal siapa aku.
Aku sungguh tak peduli.
Hanya saja, aku perlu waktu untuk mengumpulkan nyali, sebelum akhirnya aku berani berbicara sendiri.

Bukan maksudku untuk mengkhianati makna "sahabat" tapi kalau alam yang berkonspirasi mempertemukan kita, aku tidak bisa bicara apa.
1 tahun melintas bukan perkara mudah untuk menanggalkan masa lalu, seperti yang aku sering ceritakan sudah sudah.
Bukan problematika ringan, jika harus kembali membuka pintu hati.
Aku bukan tak mau, hanya takut kembali tersakiti.

Tapi bagaimana sekejap aku bisa merangkak keluar dari nestapa yang terus membuntuti, hanya dengan waktu singkat, setara dengan 1 semester dalam perguruan tinggi.
Hanya tak habis pikir, pesonamu belah manakah yang mampu torehkan aku dunia luar.
Aku tak tau, kalau aku tanyakan pada teman temanku, mereka pun serentak tak tau.
Aku jadi bingung bukan kepalang.

Setelah lama menilik, mungkin salah satunya pesonamu yang menyukai anak-anak pinggiran yang nasibnya mungkin tidak sama, atau mungkin kepiawanmu dalam bermain angka dalam belajar Akutansi bersama (memang benar kita sama-sama menyandang predikat D, tapi kamu setidaknya lebih mahir), ah ya atau mungkin aku terpikat karena jari-jari tangan dan kakimu yang seirama memainkan dentuman drum, atau juga kamu yang setia menyerahkan diri untuk terus menjadi pelayan Tuhan

Aaaaaakk aaakkk aaaaaakkk aku tidak tau, banyak sekali candumu yang berenang-renang memenuhi otakku.

Cukup tahu diri, mungkin salah satu kepribadian yang belum aku ceritakan padamu.
Untuk itu aku, cukup tahu diri, dan cukup mengenali siapa aku, jangan berpikir kalau aku akan mengais ngais, memohon untuk meminta kamu membalas perasaanku.
Sekali lagi kutegaskan, ini bukan surat cinta, atau aku yang sedang dimabuk cinta dengan mengirim surat tanpa identitas dengan sengaja.

Salahku, melanggar ketentuan Undang-undang dalam perserikatan wanita untuk secara terang terangan melakukan diplomasi sepihak.
Maaf, sekali lagi maaf aku mengkhianati makna "sahabat".


Tertanda,
Perempuan di garis pelanggaran hati.

No comments:

Post a Comment