Kepada:
@agilhakim
Selamat
malam, dearest pria dengan brewok 8 hektar.
Kata
orang, di setiap helaian janggut ada seorang bidadari yang bergelantungan. Dan
aku bertanya-tanya mungkinkah itu alasanmu memelihara hutan lebat di bawah
dagumu.
Entah
apa yang merasuki sela-sela otakku sehingga mampu membuat jariku mampu menari
menumpahkan diksi yang selama ini kurahasiakan karena terkunci rapat oleh
malu.
Kenapa
mesti ada malu?
Karena
hanya malu yang bisa melindungi aku dari anggapan 'freak' yang berpotensi
dihujankan orang kepadaku karena aku sangat asing bagimu -Aku dan kamu hanya
sama-sama hidup di bawah langit yang sama, berpijak di atas bumi yang sama,
dalam kampus yang sama.
Kekonyolan
selalu memenuhiku setiap kali memori membisikkan namamu, padahal aku pun tidak
kenal kamu, meski rasa ingin tahu tentang kamu menyelinap terlalu dalam di
kepalaku. Terlalu aneh memang, karena aku hanya bertemu kamu sebanyak tiga kali
dalam hidupku.
Cukup
tiga kali, dan kemudian bayanganmu yang sibuk tertawa bersama temanmu atau yang
sedang diam berpikir menjadi pujaan retinaku.
Cukup
tiga kali, dengan durasi beberapa detik. Aneh ya? Aku juga berpikir begitu.
Kamu tidak mengerti? Sama. Tos!
Kamu
pujaan retinaku.
Hanya
itu yang ingin kusampaikan padamu, karena (kuharap) dengan menyampaikannya
kepadamu bisa membuat retinaku berhenti memujamu dari sekarang.
Karena
yang aku tahu, semakin retinaku memujamu, akan semakin besar kemungkinan hatiku
diam-diam ikut memujamu. Dan diam-diam berharap aku akan bertemu dengan waktu
dimana kamu akan mendatangiku yang sedang menyeduh kopi favoritmu.
Untuk
sekarang, cukup Allah dan Rasul-Nya yang jadi pujaan hatiku, ya kan?
Dan
yang aku tahu, aku akan selalu suka untaian diksi dari twittermu,
dan hutan lebat di bawah dagumu.
Semoga
bahagia selalu menyelinap dalam dadamu,
Dari wanita pemilik
retina yang memujamu.
No comments:
Post a Comment