14 February 2013

Melaleuca Cajeputi


Aku sedang membelakangi sungai yang deras, airnya tak jernih tetapi lincah bergerak seperti wanita-wanita karier di jam-jam sibuk di kota New York.  Jika surat ini bisa bersuara, kau akan mendengar arusnya seperti kau sedang berada tepat di bawah air terjun. Berisik. Namun itu yang aku butuhkan untuk membunuh sepi yang sikapnya keterlaluan.

Sungai yang deras tadi ada di kaki gunung yang tiap pagi selalu diselimuti kabut. Saat pagi mulai memudar menjadi siang, kabut sirna tetapi si Gunung tetap sembunyi. Di balik awan dia memalingkan wajah cantiknya seperti perawan desa yang takut terlihat hulubalang Raja yang gemar memperistri wanita muda.

Dari balkon kamar terlihat sisa-sisa hujan semalam. Kursi kayu yang agak lembab mulai tertimpa sinar. Langit di atas biru meski tak terlalu biru dihiasi saput-saput awan putih. Angin sepoi membawa aroma khas yang aku suka.

Sepertinya hariku akan cerah, Michael.

 -

Terima kasih telah tak memuat surat-suratku.

Kupikir dengan begitu aku tahu sampai di mana aku memenuhi seleramu.

Oleh @ildesperados kepada @korekapikayu
Diambil dari http://abracupa.posterous.com

No comments:

Post a Comment