14 February 2013

Baha(tanpa jeda)gia


Iko, yakinku ada ragu dan bingung di seraut wajah mengapa bisa ada sepucuk surat melesat di atas meja. Ya. Aku memang sengaja. Aku adalah salah satu pengamat aksara yang kau ketik dalam lini masa dunia maya. Mungkin menurutmu sederhana atau malah biasa saja. Tetapi kurasa semesta mengatur segalanya. Agar aksaramu ditempatkan dalam lini waktu nyataku untuk aku tahu pengaksaran tiga puluh hari ini. Kau menemuiku sejenak menyerahkan secarik kertas dan sebotol tinta, memperkenalkanku pada seorang bosse dan kemudian tukang pos pamrih, memberikan kesempatan bola mata dimanjakan oleh beratus-ratus surat. Katakan aku sentimentil. Katakan aku berotak fosil. Purba, mengada-ada. Tetapi tidak. Aku bukan penganut paham kebetulan. Kau telah dinaskahkan. Karena melalui kau sebagai awal mula berikut mereka aku kembali menemukan aku dan senyumku.

Tukang pos pamrih, kembali kutulis sebuah surat untukmu. Surat untuk tukang pos dimana telah tiga puluh hari ini setia mengantar setiap pucuk suratku. Menyampaikan tulisan hatiku kepada penjuru dunia, kepada manusia pendiamnya, kepada alam semesta, kepada tokoh fantasi raya, kepada binatang-binatang di seluruh got ibukota, bahkan kepada sang kematian. Melalui suratku, aku hanya ingin menyampaikan kata kepada mereka yang kadang lupa tersapa. Maaf bila aku ini merepotkan ya :’)

Dalam tiga puluh hari ini ratusan surat yang kau kirim menambah rasa dalam asaku. Banyak mampir menawarkan tawa, haru, dan rindu. Aku serasa di dalam pasar tradisional dimana setiap pedagang berusaha menjajakan dagangannya. Silakan saja kita mampir, melihat-lihat, menawar, lalu kemudian membawa. Melalui surat-surat itu aku mengenal beberapa tulisan luar biasa. Yang tak hanya dengan mata kubaca, tetapi dengan hati dan asa. Kejujuran yang terungkapkan melalui morfem-morfem yang terangkai layaknya senandung yang mengalun mengisi waktu. Salah satu surat itu adalah tentang pertanyaan kebahagiaan. Beberapa bulan lalu aku tak hanya berbisik, tapi aku menjerit kepada semesta bertanya apa itu bahagia dan turunannya. Bahagia, kebahagiaan, membahagiakan, dibahagiakan. Dan melalui sepucuk surat sederhana yang kau bawa, kuterima sebagian jawabnya. Kurasa sekali lagi semesta mengambil peran, mengatur skenarionya, karena sekali lagi penegasan tak pernah ku meyakini sebuah kebetulan.

Kau pasti tak asing dengan kalimat “bahagia tanpa jeda”. Berulang kali kubaca tulisan itu sampai akhirnya kuaudiokan dan kusimpan dalam telepon. Agar pada saat aku linglung dengan yang ada, selalu aku diingatkan untuk bahagia. Kesederhanaan kebahagiaan yang tanpa jedaku itu terwujud pada senyumanku atas keberanian mengambil keputusan untuk mengizinkan tulisanku terbaca dunia. Bahagiaku pada kebanggaanku saat pertama kali “Dear Resol” terpampang di lini maya bersama dua ratus lima puluh satu tulisan lainnya. Aku dibahagiakan oleh rasa syukur atas interaksi yang terangkum dalam momen tiga puluh hari luar biasa bersama kau, tukang pos pamrihku, dan mereka yang meluangkan waktu untuk sekedar menyapa melalui aksara. Apabila boleh kutambahkan, memilih hati daripada jari untuk menulis adalah salah satu caraku membahagiakan orang lain. Tak apa jika kesepuluh jariku nanti tremor atau mengkaku, asal jangan hatiku.

Bahagia memang harus tanpa jeda. Karena bila iya akan menjadi “baha gia”. Kucoba mencari makna dari dua kata itu. “Baha” adalah pembedahan dengan sistem implan untuk pengobatan gangguan pendengaran yang bekerja melalui konduksi tulang secara langsung. Sedangkan “gia” adalah sebutan suatu organisasi teroris ekstrim yang bertindak secara anarkis. Keduanya terdengar menakutkan ya. Karena itu bahagia biarlah tetap tanpa jeda. Agar maknanya tidak menjadi berbeda. Agar manusia tidak menyelipkan apa pun di antaranya hingga akhirnya tak bernada.

p.s      : Gw tunggu aksi makan api lo
p.s.s   : #KetjoepBasahPasKetemoeDiGatheringYakLioLioE!! :**
p.s.s.s: #Modyar  ))

Jakarta, 13 Februari 2013
Dari aku,
Penulis Pamrih


Ditulis oleh : @franc3ssa untuk @gembrit @lionychan 
Diambil dari http://justcallmefrancessa.wordpress.com

No comments:

Post a Comment