03 February 2013

Masih

Selamat pagi, B.
Bagaimana kamu setelah tanpaku beberapa hari ini? Bagaimana hatimu? Bahagiakah? Masih punya rindu untukku? Masih memeluk harap untuk kita? Masih mau meneruskan mimpi? Masih mau menjadi seseorang yang memiliki peranan penting untuk pencapaian mimpiku? Masih ingin memperjuangkan kita? Ah, kamu.

Aku jahat? Hatiku membeku? Iya. Karena apa? Karena siapa? Karena sikapmu. Karena kamu.

Kamu tahu rasanya luka yang belum sepenuhnya kering, ketika tidak sengaja terkena perasan air nipis? Tahu kan? Pasti kamu tahu. Iya, perih. Seperti itulah rasanya aku ketika harus menerima semua tuduhan dan amarahmu, B. Aku yang sedang berjuang mengeringkan luka masa laluku, sambil terus mencoba menjadikan kamu alasan untuk pulih dari sakit hati, mengambil keputusan untuk menerima kamu dalam kehidupanku, tapi nyatanya.. kamu salah menilaiku. Kamu terlalu keliru. Lukaku semakin sakit. Dan itu karenamu. Iya, kamu. Pria yang secara perlahan dan diam-diam telah kupilih sebagai tempat untuk kupercayakan hati. Pria yang berhasil mencuri rasa sayangku. Iya, kamu. Kamu orangnya.

Maaf jika membiarkanmu begitu saja. Aku memilih untuk diam, B. Dan mengacuhkan getirmu. Aku sengaja. Aku butuh waktu untuk sendiri. Untuk benar-benar memikirkan, apa benar ini yang kita inginkan. Untuk benar-benar meyakinkan hatiku, bahwa memang kamu yang aku mau. Untuk benar-benar merenungkan semua kesalahanku padamu. Kesalahan yang membuatmu marah padaku, sehingga katamu kamu ingin mencaci, dan membenciku. Aku merenung untuk itu semua.. Dan memikirkan, apakah aku harus mempertahankan kita, atau malah mengikhlaskan.

Sekarang.. Ketika aku mendapatkan jawaban yang masih abu dari semua pertanyaan yang menyerang pikir dan nuraniku.., kamu datang lagi. Dan kamu memintaku lagi, untuk sebuah kita. Kamu menggoyahkan tembok keangkuhan dan keegoisanku, B. Setengah mati aku menipu hati, menepikan semua rasa dan rindu. Nyatanya..? Iya.. aku kalah.

Sayang, aku masih di sini. Untukmu. Dengan rasa yang masih sama. Malah mungkin sudah bertambah banyaknya karena aku sempat mendustai rindu. Kamu letih menghadapiku? Jangan ya.. Kamu mau berhenti berjuang untuk kita? Jangan. Karena aku belum berencana untuk berhenti. Kamu rindu aku? Aku juga. Aku sangat merindukanmu.

Kamu, terima kasih jika memang benar kamu sudah menanggalkan jubah keegoisanmu untukku. Dan kamu sudah melakukan sesuatu yang katamu, baru kali ini kamu lakukan untukku, diantara semua wanita yang pernah menyinggahi hidupmu. Terima kasih untuk itu, bahkan sebelum jarak menjadi sangat bersahabat untuk kita. Semoga aku bisa melakukan hal yang sama untukmu. Setelah konflik kecil yang menguji kekuatan perasaan ini, semoga aku bisa segera menunjukkan padamu bahwa aku bukan hanya mampu menjadi seseorang yang kamu sebut sebagai penyembuhmu, tapi juga seorang wanita yang pantas untuk kamu pertahankan.

Jarak jahat ya, sayang. Dia berhasil menyiksa perasaan kita.. Ah, tapi aku menikmati ini kok. Kamu bagaimana? Bagiku, sesuatu yang gampang didapat, akan gampang juga merangkak pergi dari kehidupan kita. Dan aku tidak mau itu terjadi untuk kita. Ikuti saja permainannya. Kita lihat siapa yang lebih kuat, jarak atau perasaan kita. Kamu percaya bahwa perasaan ini yang akan menuntun kita untuk saling menemukan, kan sayang? Jadi, biar waktu memanjakan rindu kita. Biar waktu meremajakan perasaan kita. Biar waktu mendewasakan keyakinan kita. Bukankah kamu bilang, masih memiliki waktu tiga tahun lagi untuk memikirkan kelanjutan hidupmu sebagai pria dewasa dan matang? Kalau begitu, biarkan aku mengisi tiga tahunmu dengan harapan yang tidak tergesa-gesa. Dengan perasaan yang nyaman tanpa penuntutan.

Sayang, apa Tuhan sedang menguji kita? Membiarkan aku dan kamu dikuasai perasaan yang masih belum pantas dinamai, selain diucap dalam doa. Kita bukan hanya menemukan jarak jutaan kilometer, sayang. Jarak kita yang lain juga ada dalam konsep pemahaman kita tentang DIA. Ah, kita masih terlalu dini untuk membahas masalah ini. Nikmati saja ya, jangan dijadikan beban. Karena rasa tidak mengenal beda kan? Rasa kita tidak butuh alasan apapun, selain kesediaan kita untuk memperjuangkannya. Dan kita sudah berjanji. Iya kan? Kalaupun nanti aku dan kamu menemukan alasan untuk akhirnya menyudahi kita.. maka kita harus ikhlas melepas.. harus kuat ya.. Janji?

Tadi, mungkin saat kamu sedang sholat subuh, aku mengambil waktu terbaik untuk saat teduh.. membicarakanmu padaNya. Dan aku teringat satu ayat manis. Mungkin ini hadiah dariNya. (Fillipi 1:3 – Aku mengucap syukur kepada Allahku, setiap kali aku mengingat kamu.) Iya, ayat itu yang akan menggiring kita masuk dalam doaku.. syukur padaNya, untuk kamu di hidupku.

Oh ya, tolong sampaikan maaf ku untuk nona [R], karena sudah berhasil kembali merebut kamu darinya. Karena memang sudah begitu seharusnya. Dia pasti marah sekali. Maaf. Dan J? Dia juga sudah kutepikan sejauh mungkin dari kehidupanku. Demi kamu. Karena sesungguhnya, harapan-harapan yang kini tumbuh di hatiku, bukan berbicara tentangnya.. tapi kamu.

Jadi, aku masih di sini.. Masih untukmu, Tubagus Baron Hariansyah Aldi. Dan kita? Kita ba(L)ikan kan? :’)

.heartyou.


Oleh @siitiikaa Untuk @bagusbaron
Diambil dari http://tikazefanya.blogspot.com/2013/02/masih.html

No comments:

Post a Comment