Harusnya surat ini aku kirim pada tanggal 23 Januari lalu. Tapi aku tak tahu bagaimana mengirimnya. Sudah 14 tahun kita tak bertemu, dan jarang sekali kau datang ke mimpiku. Tak lagi seperti dulu. Apa kau sudah melupakanku? Apakah disana terlalu bahagia, sehingga kau tak sempat lagi mengingatku barang sekali? Entah sudah berapa ulang tahunku yang kau lewatkan. Aku semakin ragu apa kau punya rindu yang sama dengan rinduku?
Aku ingat betul 14 tahun lalu. Kau pergi begitu saja. Semalam suntuk aku menungguimu. Berusaha untuk tak tidur, bahkan aku tak makan apa-apa selama itu. Kau tak tahu betapa aku menghawatirkanmu. Lalu kantuk datang entah darimana, dan aku terlelap sebentar. Ya sebentar saja. Tak sampai satu jam. Tapi apa? Ketika aku membuka mata, kau pergi begitu saja. Tanpa kata-kata apa pun, tanpa surat atau apalah.
Tapi aku tak pernah membencimu. Aku hanya tak terima kepergianmu itu. Bertahun-tahun lamanya aku menyimpan barang-barangmu yang tertinggal. Cincin, sapu tangan, kipas, selendang. Semua kusimpan baik-baik. Tak ada yang dapat mengambilnya dariku. Tiap kali aku mengingatmu, air mata seperti tak ada habisnya. Terus saja mengalir. Sampai kupikir ia akan kering setahun kemudian. Tapi tak pernah begitu. Air mataku tak pernah kering, sama seperti hatiku yang tak pernah sembuh.
Tahun-tahun pertama kau masih sering datang ke mimpiku. Menanyakan kabar atau sekedar datang saja, mengobati rindu. Lalu semakin hari semakin jarang. Aku pun tak tahu kemana harus mencarimu. Kata orang, kalau kita berpikir tentang sesuatu sebelum kita tidur, lalu kita akan bermimpi tentang itu. Entah berapa malam aku memandangi fotomu atau mencium sapu tangan merah jambumu, tapi kau tak pernah datang lagi.
Aku sudah kehabisan akal bagaimana agar kau mau datang lagi. Makanya aku tulis surat ini. Walaupun tak kukirimkan, tapi aku tau kau pasti membacanya. Dengan begitu, kau tau aku tak pernah berhenti mencintaimu.
Salam rindu dari cucumu.
Aku ingat betul 14 tahun lalu. Kau pergi begitu saja. Semalam suntuk aku menungguimu. Berusaha untuk tak tidur, bahkan aku tak makan apa-apa selama itu. Kau tak tahu betapa aku menghawatirkanmu. Lalu kantuk datang entah darimana, dan aku terlelap sebentar. Ya sebentar saja. Tak sampai satu jam. Tapi apa? Ketika aku membuka mata, kau pergi begitu saja. Tanpa kata-kata apa pun, tanpa surat atau apalah.
Tapi aku tak pernah membencimu. Aku hanya tak terima kepergianmu itu. Bertahun-tahun lamanya aku menyimpan barang-barangmu yang tertinggal. Cincin, sapu tangan, kipas, selendang. Semua kusimpan baik-baik. Tak ada yang dapat mengambilnya dariku. Tiap kali aku mengingatmu, air mata seperti tak ada habisnya. Terus saja mengalir. Sampai kupikir ia akan kering setahun kemudian. Tapi tak pernah begitu. Air mataku tak pernah kering, sama seperti hatiku yang tak pernah sembuh.
Tahun-tahun pertama kau masih sering datang ke mimpiku. Menanyakan kabar atau sekedar datang saja, mengobati rindu. Lalu semakin hari semakin jarang. Aku pun tak tahu kemana harus mencarimu. Kata orang, kalau kita berpikir tentang sesuatu sebelum kita tidur, lalu kita akan bermimpi tentang itu. Entah berapa malam aku memandangi fotomu atau mencium sapu tangan merah jambumu, tapi kau tak pernah datang lagi.
Aku sudah kehabisan akal bagaimana agar kau mau datang lagi. Makanya aku tulis surat ini. Walaupun tak kukirimkan, tapi aku tau kau pasti membacanya. Dengan begitu, kau tau aku tak pernah berhenti mencintaimu.
Salam rindu dari cucumu.
Oleh @ban_daa
diambil dari: http://benscloset.tumblr.com
No comments:
Post a Comment