03 February 2013

Bidadari tak Bersayap-ku

Peluk Cium untuk Bidadari tak Bersayap-ku..

Malaikat, boleh aku ingin curhat dan kirim-kirim salam sedikit? Bukannya aku sok kenal sok dekat. Iya, aku tahu ini memang bukan acara Televisi musik yang bisa kirim-kirim salam kepada keluarga atau kerabat di rumah. Tapi mohon, dengarkan ceritaku sebentar. Aku memang tak pernah mengenalmu, apalagi melihatmu. Tapi, aku tahu Tuhan memberikanmu tubuh yang begitu kuat hingga kau diciptakan untuk tidak pernah merasakan lelah. Kau ciptaan-Nya yang sempurna. Tidak pernah lelah untuk selalu mencatat amal baik dan buruk yang setiap makhluk-Nya lakukan, termasuk aku.

Malaikat, aku selalu berdoa pada-Nya agar kau selalu menjaga Bidadariku itu. Terimakasih, jikalau kau sudah mau melaksanakan perintah-Nya untuk menjaga Bidadariku itu.

Bidadariku memang tak bersayap seperti yang katanya Bidadari-Bidadari lain yang berada di Surga. Tapi aku yakin, kalau Bidadariku yang ini juga calon penghuni Surga. Amiin. Kau mungkin bertanya mengapa aku begitu yakin kalau Bidadariku ini calon penghuni Surga?

Ah, sebelum aku menjelaskan kau mungkin sudah lebih tahu terlebih dahulu. Setiap hari kan kau mencatat amal baik dan buruknya. Dan aku yakin, kau yang bertugas di tangan kanannya begitu lelah mencatat amal baiknya. Begitu banyak hal-hal baik yang ia lakukan setiap harinya. Melaksanakan perintah-Nya. Menjalankan kewajiban-Nya. Tidak lupa juga dengan sunnah-Nya yang telah sebagaimana diperintahkan di dalam Al-Quran.

Malaikat, kenapa aku begitu sangat tenang saat Bidadariku melantunkan ayat-Nya? Hampir setiap ia melaksanakan kewajiban-Nya, ia selalu hampir tidak pernah lupa untuk melantunkan ayat-Nya. Rezeki-Nya pun selalu ia sisihkan untuk diberikan kepada yang tidak mampu. Bidadariku selalu mengajarkan bagaimana aku harus selalu bersyukur atas setiap nikmat-Nya yang telah diberikan kepada keluarga kami. “Jangan pernah lupa untuk bersyukur, kalau tidak nanti nikmat yang sudah Tuhan berikan, tidak akan pernah berkah.” Begitu yang selalu Bidadariku ucapkan, Malaikat. Mulia sekali Bidadariku, bukan?

Malaikat, Bidadariku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Tubuhnya pun sudah tidak sekuat dulu lagi. Saat ia masih mampu untuk menggendongku. Rambutnya sudah mulai memutih. Kakinya pun sudah tidak kuat untuk berjalan lama, apalagi cukup jauh. Tulang-tulang kakinya sudah tidak kuat untuk duduk terlalu lama. Kadang penyakitnya pun sering kambuh. Penyakit yang katanya menunjukkan bahwa usianya sudah tidak muda lagi. Pandangannya sudah kabur, semakin menunjukkan bahwa ia sudah dalam lanjut usia. Setengah abad lebih sudah dia hidup di dunia ini. Bidadariku sudah tidak muda lagi ya, Malaikat? Ah tapi, dia selalu tetap terlihat cantik di mataku kok. Bukan benar begitu, Malaikat?

Malaikat, sampaikan pada-Nya untuk meringankan bebannya. Tidak sanggup rasanya aku mendengarnya merintih kesakitan saat penyakitnya mulai kambuh. Saat ia sudah mulai sulit untuk bangun dari duduknya. Bahkan, saat ia menjalankan perintah-Nya saja, ia kadang tidak kuat. Kakinya sudah tidak kuat untuk ditekuk. Bidadariku bilang, sakit sekali saat ia harus menekuk kakinya. Perih rasanya saat aku harus mendengar keluhan-keluhannya setiap hari. Sedangkan, tidak ada yang bisa ku lakukan selain hanya merawatnya saat ia sedang benar-benar jatuh sakit.

Malaikat, sampaikan pada-Nya untuk memindahkan semua sakit yang Bidadariku rasakan itu. Pindahkan kepadaku saja. Biar saja aku yang merasakan. Karena aku belum mampu membayar apa yang telah Bidadariku berikan. Bahkan mungkin, aku tidak akan pernah sanggup membayarnya.

Malaikat, sampaikan juga pada beberapa temanmu yang lain. Temanmu yang diperintahkan oleh-Nya untuk bertugas di lain tempat. Sampaikan untuk selalu menjaga Bidadariku itu. Bidadari tak Bersayap-ku.

Malaikat, Tuhan bilang, Surga ada di telapak kaki Ibu. Bagiku, Ibuku adalah Bidadariku. Ah, memang benar mungkin. Melihatnya saja, aku sudah seperti melihat Surga itu. Mendengar suaranya saja, dan merasakan belaiannya sudah sangat menenangkan bagiku. Pelukannya, sangat menghangatkan. Tangan Bidadariku begitu lembut walaupun ia sering melakukan pekerjaan rumah tangga. Harumnya Bidadariku, tidak akan ada yang bisa menggantikan meski dengan harga parfum yang paling mahal sekalipun.

Malaikat, sampaikan pada-Nya untuk selalu memanjangkan umurnya dan memberi selalu kesehatan untuknya. Ijinkan aku membahagiakannya meskipun belum mampu. Bahkan seperti yang Nabi Muhammad SAW bilang, bahwa kita tidak akan pernah sanggup membayar jasa seorang Ibu. Sampaikan juga sejuta rasa cinta dan sayangku untuk Bidadariku.

With a million love,

Your daughter, Puspa.



Oleh @PUSPATRIANA
Diambil dari http://disiniakankuceritakanberbagairasakehidupan.wordpress.com/2013/02/01/bidadari-tak-bersayapku/

No comments:

Post a Comment