03 February 2013

Hey Bartender



Malam itu aku datang ke bar mu seorang diri. Music acoustic mulai melantun dari gitar yang dipetik apik oleh 2 orang musisi. Memainkan melodi-melodi romantis mengisi suasana malam magis. Beberapa orang berkumpul dalam satu sofa membentuk kelompok tertentu. Tak sedikit pula yang hanya berdua atau sendiri sepertiku. Duduk di meja bar, dilayani langsung oleh bartender yang memainkan atraksinya. Aku melihatmu saat itu. Dengan sedikit cambang halus di sekitar wajah, menjadikan beberapa wanita mulai menunjukkan rona ketertarikannya padamu. Tetapi kau tak bergeming dengan itu. Kau menjalankan tugasmu untuk melayani pesanan mereka dengan ramah,. Diiringi atraksi-atraksi yang memanah jantung para pemuja. Pemuja fanatik juga kurasa, memuja dengan mata melotot dan memakai kacamata kuda tanpa peduli sekitarnya. Cih..mendengus aku. Getir kulihat tampang wanita-wanita itu. Mungkin karena suasana hatiku juga yang sedang kelabu.

Dan sorot matamu menatap keakuanku. Mata kita bertatapan dan keras rautku malah membuatmu datang mendekat. Kulihat beberapa manusia seakan tak suka. Tanpa pedulikan mereka, kau dengan ramah menyapa. Senyum tulus seperti hembus sepoi-sepoi bayu menerpa. Tak hanya muka, hatiku pula. Tetapi rautku tak berubah. Masih sama, masih keras. Dan kau dengan sabar melayaniku meski aku acuh tak acuh. Kau bertanya minuman apa yang sekiranya dapat kau sajikan untukku.

“Apa pun.”, kataku datar saat itu.

Sambil meracik minuman, kau mengajakku terhanyut dalam perbincangan. Pembicaraan kita saat itu sungguh beragam. Ada kala kita berdebat, ada kala aku tertawa terbahak. Dan salah satu pembicaraan yang ku ingat saat kau berkata bahwa hidup seseorang mempunyai “minuman alkhohol”-nya sendiri, dan hanya kau lah bartendernya. Sombong sekali pikirku. Tetapi dengan senyum penuh arti kau tunjukkan sebagian dari mereka. Sekelompok manusia “Tequila Margarita”, mereka hidup dalam kecut nyinyir jeruk nipis dan asin garam hidup yang mereka buat sendiri untuk memerihkan luka pahit tequila kemarahan hingga keringat bercucuran. Tentu jika racikan manis gulanya pas, sebenarnya hidup mereka akan menjadi luar biasa. Ada lagi manusia “White Russian”, hidup seseorang yang tampak baik-baik saja dengan dominasi senyum manis kahlua dan krim, walau ternyata ada pahit vodka kekecewaan dan dingin es dalam hidupnya. Manusia “Irish Whiskey”, inilah manusia bermulut whiskey dengan typical spicy, pedas. Manusia “Cognag”, manusia brandy luar biasa yang disimpan lama dan ditempa dalam tong kayu pengalaman hidup sehingga menjadikannya seseorang dengan rasa lembut, mahal, dan berkarakter kuat. Semuanya punya rasa pahit alkohol. Seperti semua hidup manusia yang ada kepahitan. Tanpa ada rasa pahit, hidup tidak akan menyenangkan dan memabukkan. Hmm..menarik.

Kemudian apa minumanku? Pertanyaanku membuatmu kembali tersenyum. Ah..senyummu itu memang selalu kau andalkan. Menyebalkan. Kau bilang aku adalah “Cosmopolitan Cocktail”. Hidupku penuh warna, terdapat asam lime juice kesinisan, pahitnya vodka kesedihan dan triple sec keresahan, tapi dominasi manis ceria cranberry juice lah keseluruhannya. Tak kuasa senyumku terkembang kala itu. Kau berhasil menghibur dengan caramu, bersama segelas Cosmopolitan Cocktail terhidang di hadapanku. Lalu begitu saja kau berlalu. Kucoba melihat nama yang tertera di seragammu. Ahh..tidak sempat terbaca. Yang pasti sekilas seperti nama yang tak biasa untuk seorang berprofesi sebagai bartender menurutku. Aku tak terlalu mempersoalkan nama dan siapa kamu. Aku sibuk menyesap minumanku. Semoga kita dapat bertemu kembali, lebih sering berbincang dan mengenal sambil minum bersama di bar mu, hey bartender.

Jakarta, 2 Februari 2013
Dari aku,
Cosmopolitan Cocktail


Ditulis oleh : @franc3ssa
Diambil dari http://justcallmefrancessa.wordpress.com

No comments:

Post a Comment