12 February 2013

Untuk Para Istri Yang Jauh Dari Suami

Istriku terkasih, telah kuterima suratmu dua minggu lalu dari pembawa pesan. Diantarnya sendiri suratmu itu kepadaku. Teramplop rapi dengan wangi kasih yang kau bubuhkan dalam tiap lembar kertasnya dan tinta ketulusan pada tiap gores aksara yang kau tuliskan. Maaf bila lama kubalas akibat kebingunganku dalam merangkai kata. Kelinglunganku akan banyak kata yang ingin terucap dari bibir yang jarang terkecap meski hanya sekejab.

Istriku terkasih, sekali lagi maafku bila membuatmu khawatir atas kesehatanku. Aku berjanji tidak terlalu sering makan makanan instan untuk sarapan, akan aku kurangi filter yang biasa kuhisap saat aku merasa tertekan dengan pekerjaan, tiada pernah lagi ku menenggak alkhohol saat rekan kerja mengajak bercengkerama, pun aku akan berusaha untuk tidur minimal enam jam sehari seperti yang biasa kau dengungkan tiap malam jika aku masih asyik menatap tumpukan berkas deadline harian. Boleh kau tak percaya kataku, tapi kau pegang saja janjiku ini, sayang. Dari relung hati yang dengan senyum manismu selalu terisi.


Istriku terkasih, kau pun baik-baiklah menjaga diri di sana. Tumpahkan kesal dan air mata padaku saja kala rasa sesak melanda. Biarkan suaraku memeluk menenangkan ragamu yang bergetar pilu. Ketahuilah inginku selalu punya kemampuan teleportasi agar sekerling saja aku berada di sisi, mengusap lembut anak rambutmu, mengecup keningmu di setiap senyap sengkarut malam. Agar tiada pernah ada kerinduan yang memasung kita dalam ruangnya.


Istriku terkasih, tolong berikan aku kesempatan untuk selalu membahagiakanmu. Janjiku masih sama saat dengan gemetar aku menghadap papa-mamamu dulu. Saat meminangmu untuk menjadikan pendamping sampai masa keriput kulit, sampai memutih helai rambut, sampai bungkuk tulang punggung termakan usia. Sabarlah karena pasti aku akan membawamu ke sini, berdekatan hingga samudera meragu untuk memisah seperti sekarang.


Istriku terkasih, kutulis surat ini sambil mendengar lagu dansa pernikahan kita, “You’re Always On My Mind”. Ingatkah masa-masa saat berdebat hebat untuk mempertahankan keinginan kita saat memilih siapa penyanyi lagu kita ini? Aku yang ingin Elvis Presley, dan kau yang begitu gencar mengharap versi covered by Michael Buble. Cemberutmu kala itu saat aku putuskan tetap dengan pilihanku. Tetapi saat hari pernikahan kita berdansa, lantunan lagu yang dinyanyikan Michael Buble lah yang terdengar. Tak kuasa aku melihatmu kecewa, sayang. Hingga akhirnya aku mengalah. Butir kilau haru ada di sudut mata. Dengan harmoni debur ombak Pantai Sawarna, dengan aroma asin dari angin yang lengket di kulit, kita berdansa tak hanya raga tetapi juga jiwa. Binar mata kita adalah saksinya.


Istriku terkasih dan yang akan selalu kukasihi, kukirimkan balasan suratmu bersama sekerat kesetianku padamu. Mungkin jarang aku berbicara romantis. Aku bukan orang beruntung di luar sana yang pandai menenun kata. Kurasa keberuntunganku hanya dua, bahagiaku mendampingimu dan kau yang selalu ada dalam hatiku.


Jakarta, 11 Februari 2013

Dari aku,

Suamimu Yang Jauh Di Sini

Catatan kaki: surat ini adalah balasan dari surat “Untuk Para Suami Yang Jauh Dari Istri”



Ditulis oleh : @franc3ssa

Diambil dari http://justcallmefrancessa.wordpress.com

No comments:

Post a Comment