12 February 2013

Surat Pertama Untuk Semesta


Kepada semesta,

Semburat langit jingga sore tadi yang aku lihat dengan seksama, perlahan menghitamkan diri. Entah ia lelah entah ia gundah entah juga ia bosan melihatku bermurung hati setiap hari.

Sejenak pikiranku melanglang buana ke suatu waktu dimana aku masih tertawa bahagia tanpa mengenal arti cinta. Dan aku rasa, aku belum paham betul apa itu arti cinta. Yang aku tahu hanya jantungku berdetak beberapa kali lipat saat bersamanya dan akan menangis menahan sesak di dada saat kehilangannya.

Gemericik air seketika datang saat aku masih tertegun memandangi jingga yang telah menutup dirinya. Tanpa mereka kau juga tak berarti apa-apa. Sama sepertiku tanpanya, yang entah siapa. Detak jantungku bukan suatu melodi yang layak di dengar jika tak ada dia. Dan hembusan nafasku hanyalah udara dingin yang keluar dari mulutku tanpa berarti apa-apa.

Semesta,

Ketika jemari menemukan genggamannya sendiri, mungkin air yang kau turunkan tak akan sedingin ini. Dan ketika kau mulai menggelapkan hari, udara malam tak akan semenusuk ini.

Entah apa yang aku tulis ini. Mengadu kepadamu setiap waktu tak berarti apa-apa. Bahkan ketika aku menitipkan rinduku padamu agar ia merasa, aku tak yakin kau menyampaikannya. Namun tetap saja, aku berdoa agar suatu hari aku dan dia–yang entah siapa–berdiri berhadapan tanpa bicara, tapi sama-sama bisa merasakan cinta.

Iya. Aku menuliskannya–yang entah siapa. Bukan seperti biasanya, aku menuliskan seseorang dengan jelas asal usulnya. Kali ini aku menulis tanpa tahu seperti apa wujudnya. Bukan, ini bukan harapan baru. Harapan-harapanku masih sama. Dia. Jelas kau tahu siapa. Namun kali ini aku ingin menuliskan seseorang yang aku sendiri tak tahu dia siapa.

Semesta,

Dia, yang sudah jelas kau ketahui wajahnya, sudah lelah dan berhenti untuk melanjutkan mimpi. Dan sudah aku putuskan aku akan berhenti mengucap kata ‘kita’ hingga kau kembali mempertemukan kami dalam lingkup restu-Nya. Kata seseorang “ikhlas adalah kunci utama”, dan mari kita buktikan apa aku bisa atau tidak :)

Semesta, kau tahu aku mencintainya. Dan sampai kapanpun akan seperti itu. Jadi biarkan aku mencintai dengan caraku–yang sudah aku benahi–dan dia menerima dan membalas semampunya.

:)

Oleh @iddailiyas
Diambil dari http://iddailiyas.tumblr.com

No comments:

Post a Comment