Dear Hanny,
Hai, apa kabar? Semoga Hanny selalu baik-baik saja.
Mungkin Hanny sudah tidak terkejut lagi dengan kemunculan tulisan atau gambar yang kualamatkan atas nama Hanny. Dimulai ketika Hanny berulangtahun beberapa tahun yang lalu dan aku menulis sebuah cerpen sebagai kado kecil, kemudian pada tahun berikutnya aku menulis puisi dan membuat kartu ucapan selamat ulangtahun, dan demikian seterusnya. Hingga saat ini, aku menulis surat ini, untuk Hanny.
Mungkin Hanny pernah bertanya, kenapa aku melakukan semua itu. Mungkin juga Hanny tidak acuh. Kalaupun sekarang tiba-tiba muncul pertanyaan itu, maka aku hanya punya satu jawaban: karena aku merasa senang melakukannya.
Berkenalan dengan Hanny di situs Kemudian.com pada awal 2007 adalah satu dari sekian kenangan yang sangat menyenangkan. Saat itu aku baru belajar menulis, dan merasa sangat beruntung bisa berkenalan dengan Hanny yang sangat menginspirasi. Dari ratusan member Kemudian.com saat itu, Hanny adalah member nomor satu yang tulisannya selalu kukagumi, kutunggu-tunggu, bahkan sampai aku baca berulang kali.
Membaca tulisan Hanny seperti mengunjungi sebuah ruangan bergaya minimalis, elegan, dan manis. Perasaanku dibuat nyaman sejak pertama kali datang. Akan ada hal-hal yang sulit kumengerti, pada awalnya, tapi masih tetap bisa kunikmati keindahannya. Sekilas, segalanya tampak sesederhana kelihatannya, sampai aku benar-benar memperhatikannya. Selalu ada teka-teki sederhana dan labirin tentang pencarian sebuah makna. Maka, ketika aku berhasil menemukan sebuah petunjuk, aku bakal tertantang untuk menemukan petunjuk-petunjuk lainnya. Dan ajaibnya, semakin aku menemukan sesuatu di dalamnya, semakin aku tak ingin berhenti mencarinya.
Mungkin Hanny tidak pernah menyadari bahwa selama ini Hanny adalah guru menulisku. Dan, bentuk hubungan di antara guru dan murid ini bisa diilustrasikan lewat hujan yang turun malam hari. Hujan yang tidak pernah menyadari keberadaannya yang dingin dan basah bisa memberikan kehangatan tersendiri bagi seseorang yang sedang meringkuk di balik selimut di dalam kamar.
Aku pernah bepikir, jika memang kita adalah sepasang guru dan murid, maka tak heran jika sampai detik ini aku belum berhasil menulis satu novel pun. Mungkin tanpa aku sadari, aku sedang menunggu novel guruku terbit terlebih dahulu. Bukan, itu bukan alasan, apalagi pengambinghitaman. Itu hanya sebuah pemikiran yang mungkin terdengar sedikit menggelikan tapi diam-diam ku-iyakan. Kemudian aku berharap, diam-diam Hanny sedang mempersiapkan amunisi. Oke, aku mengerti, hidup memang tidak melulu soal menulis. Tapi, sebagai seorang murid sekaligus penggemar Hanny, tak ada salahnya kalau aku berharap dan terus berharap suatu hari nanti aku bakal keluar dari toko buku dengan perasaan bahagia karena mengantongi sebuah buku yang ditulis oleh Hanny sendiri. Dan aku bakal jadi orang paling bahagia saat membancanya. Serius.
Oh, sebenarnya ada banyak hal yang ingin kutuliskan dalam surat ini. Banyak sekali. Tetapi, saat ini aku sedang percaya bahwa sesuatu yang sedikit dan cukup itu jauh lebih baik daripada yang banyak dan berlebih. Yang terpenting, Hanny sudah tahu maksud dari surat ini. Dan yang lebih penting lagi, Hanny masih tetap rajin menulis.
Selamat sore, Hanny. Titip salam buat Splinters dan Jeruknipis ^^
Bandung, 11 Februari 2013
-D-
Ditulis oleh : @daaduun
Diambil dari http://ininyadadun.wordpress.com
No comments:
Post a Comment