-[Monday, January 21, 2013]-
Selamat pagi, Papa.
Sewaktu aku menulis surat ini, Papa pasti sedang terlelap. Aku tahu Papa pasti capek sekali, apalagi sekarang pekerjaan Papa membuat Papa harus selalu pulang-pergi ke pulau seberang; mungkin hanya dua hari dalam satu minggu yang Papa habiskan di rumah. Jujur saja Pa, aku kangen.
Dulu sewaktu Papa selalu pulang malam, biar mengantuk pun aku akan dengan riangnya menyambut Papa di gerbang. Setelah mandi dan berganti pakaian, Papa pasti akan menimang aku dan adik, menyanyikan kami berdua lagu-lagu lama yang menurut Papa luar biasa. Aku kangen Pa, aku kangen Papa yang selalu menggandeng aku menyeberangi jalan, menunjukkan pemandangan-pemandangan yang terlewatkan, dan mengajari bagaimana melafal kata dengan benar.
Semakin aku bertambah usia, semakin renggang pula hubungan kita. Entah apa karena kita terlalu berbeda atau malah karena kita terlalu sama. Yang aku tahu, belasan tahun telah berselang dari aku yang selalu menunggumu pulang, sekarang kita lebih sering beradu mulut dibandingkan berucap sayang. Papa tahu? Bahkan Mama pernah berkata beliau ingin aku kuliah di tempat yang jauh, supaya di rumah tenang tanpa pertengkaran Pa. Dan akhirnya aku pun sungguh berada jauh dari Papa.
Memang benar, jarak yang terasa meski tak sepenuhnya ada harus dilawan dengan jarak yang sesungguhnya. Kita berjarak beribu kilometer, tinggal di dua kota yang berbeda. Namun sekarang tak ada lagi pertengkaran yang tersisa, yang ada hanya telpon beberapa menit untuk saling bertukar kabar. Canggung, tapi tidak apa. Yang terpenting adalah kita mulai saling berusaha untuk kembali lekat, menjadi ayah dan anak gadisnya yang lekat.
Hari ini Papa bertambah usia. Iya, Papa tak lagi muda. Kini rambutmu mulai memutih, kerut-kerut tercetak lebih jelas pada dahimu yang selalu berpikir tanpa letih. Dulu di mataku Papa adalah seorang lelaki tinggi menjulang yang pemarah, kini Papa adalah lelaki besar yang berusaha keras bagi keluarganya di rumah. Dengan bertambahnya usia, Papa semakin bijaksana, dan aku bangga Pa.
Semoga ulang tahun Papa kali ini membawa lebih banyak lagi pencapaian untuk Papa, semoga panjang umur Tuhan berikan agar kita sekeluarga dapat terus menjalani berbagai liburan yang selalu Papa impikan, semoga Papa akan selalu menjadi mercusuar bagiku yang menurutmu seringkali kehilangan arah, semoga Papa nantinya akan menyaksikan aku ketika diwisuda, menikah, hingga memiliki anak-anak yang akan menjadi cucu Papa nanti. Aku tahu, jalan itu masih panjang, namun aku tetap mendoakan Pa. Semoga Papa dan kita sekeluarga semakin berbahagia.
Selamat ulang tahun Pa.
Dariku,
anakmu yang diam-diam selalu mendoakanmu.
P.S.: Aku sengaja pulang lebih lama supaya bisa ikut merayakan ulang tahun Papa, tapi Papa malah bertugas. Nanti aku akan menjemput Papa di bandara. Cepat pulang ya Pa!
Selamat pagi, Papa.
Sewaktu aku menulis surat ini, Papa pasti sedang terlelap. Aku tahu Papa pasti capek sekali, apalagi sekarang pekerjaan Papa membuat Papa harus selalu pulang-pergi ke pulau seberang; mungkin hanya dua hari dalam satu minggu yang Papa habiskan di rumah. Jujur saja Pa, aku kangen.
Dulu sewaktu Papa selalu pulang malam, biar mengantuk pun aku akan dengan riangnya menyambut Papa di gerbang. Setelah mandi dan berganti pakaian, Papa pasti akan menimang aku dan adik, menyanyikan kami berdua lagu-lagu lama yang menurut Papa luar biasa. Aku kangen Pa, aku kangen Papa yang selalu menggandeng aku menyeberangi jalan, menunjukkan pemandangan-pemandangan yang terlewatkan, dan mengajari bagaimana melafal kata dengan benar.
Semakin aku bertambah usia, semakin renggang pula hubungan kita. Entah apa karena kita terlalu berbeda atau malah karena kita terlalu sama. Yang aku tahu, belasan tahun telah berselang dari aku yang selalu menunggumu pulang, sekarang kita lebih sering beradu mulut dibandingkan berucap sayang. Papa tahu? Bahkan Mama pernah berkata beliau ingin aku kuliah di tempat yang jauh, supaya di rumah tenang tanpa pertengkaran Pa. Dan akhirnya aku pun sungguh berada jauh dari Papa.
Memang benar, jarak yang terasa meski tak sepenuhnya ada harus dilawan dengan jarak yang sesungguhnya. Kita berjarak beribu kilometer, tinggal di dua kota yang berbeda. Namun sekarang tak ada lagi pertengkaran yang tersisa, yang ada hanya telpon beberapa menit untuk saling bertukar kabar. Canggung, tapi tidak apa. Yang terpenting adalah kita mulai saling berusaha untuk kembali lekat, menjadi ayah dan anak gadisnya yang lekat.
Hari ini Papa bertambah usia. Iya, Papa tak lagi muda. Kini rambutmu mulai memutih, kerut-kerut tercetak lebih jelas pada dahimu yang selalu berpikir tanpa letih. Dulu di mataku Papa adalah seorang lelaki tinggi menjulang yang pemarah, kini Papa adalah lelaki besar yang berusaha keras bagi keluarganya di rumah. Dengan bertambahnya usia, Papa semakin bijaksana, dan aku bangga Pa.
Semoga ulang tahun Papa kali ini membawa lebih banyak lagi pencapaian untuk Papa, semoga panjang umur Tuhan berikan agar kita sekeluarga dapat terus menjalani berbagai liburan yang selalu Papa impikan, semoga Papa akan selalu menjadi mercusuar bagiku yang menurutmu seringkali kehilangan arah, semoga Papa nantinya akan menyaksikan aku ketika diwisuda, menikah, hingga memiliki anak-anak yang akan menjadi cucu Papa nanti. Aku tahu, jalan itu masih panjang, namun aku tetap mendoakan Pa. Semoga Papa dan kita sekeluarga semakin berbahagia.
Selamat ulang tahun Pa.
Dariku,
anakmu yang diam-diam selalu mendoakanmu.
P.S.: Aku sengaja pulang lebih lama supaya bisa ikut merayakan ulang tahun Papa, tapi Papa malah bertugas. Nanti aku akan menjemput Papa di bandara. Cepat pulang ya Pa!
oleh @shcl
diambil dari http://shcal.blogspot.com
No comments:
Post a Comment