22 January 2013

Nada Sumbang di D Minor

Hari #8, 21 Januari 2013
 
Dear yangkung,
Yangkung pasti sibuk mengobrol dengan yangti dan malaikat ya sekarang. Yangkung tidak akan sempat membaca surat cinta dariku. Dari dulu aku selalu penasaran loh. Bagaimana sih kehidupan kedua? Yangkung pasti bahagia ya. Yangkung orang baik. Suara yangkung saat menjadi muadzin dulu merdu sekali. Yangkung begitu mencintai aku dan cucu yangkung yang lain. Yangkung tidak pernah berkata ‘tidak’ pada semua permintaan kami. Yangkung berhasil mendidik semua anak yangkung sehingga mereka semua menjadi sukses setelah melalui jalan yang keras. Yangkung benar-benar orang hebat. Aku bangga pernah menjadi salah satu bayi yang pernah yangkung elus dengan tangan yangkung yang penuh kelembutan itu. Aku bangga pernah membuat yangkung bahagia dengan kelahiranku—yah, aku cucu pertama yangkung sih.
 
Sudah setahun kalian pergi. Aku masih ingat saat jenazah yangti sampai di Magelang, bersiap di kuburkan. Aku takut melihat jenazahnya. Aku takut menerima kenyataan kalau tangan-tangan yang dulu pernah menggendongku kini sudah takkan pernah bisa bergerak lagi. Aku takut menerima kenyataan kalau wajah yang dulu sering tertawa padaku kini takkan pernah menarik senyum lagi. Namun di tengah ketakutanku kulihat wajah yangkung yang sedang membaca yasin. Wajah tegar itu penuh ironi. Aku tahu kalau yangkung sedih. Aku menerka-nerka benang kusut apa yang sedang melilit otak yangkung. Pasti begitu banyak praduga, begitu banyak kenangan, begitu banyak penyesalan. Tetapi wajah yangkung tetap tersenyum. Tetap meladeni setiap cucu-cucu kecil yangkung yang minta digendong. Well, kalau aku jadi yangkung sudah kubuang mereka satu persatu.
Lalu kenyataan pahit datang. Yangti sudah pergi, anak-anak yangkung sudah pulang ke rumahnya masing-masing, itu artinya yangkung tinggal di rumah kecil itu sendirian. Benar-benar sendirian. Tidak ada yangti yang biasanya memasak, mencuci, atau apalah.
Lalu yangkung mendadak nomaden—pindah dari satu rumah anak ke rumah anak yangkung yang lain. Dan yangkung cukup lama tinggal di rumahku.
 
Maaf yangkung. Maaaaaaf sekali. Saat itu aku hanya ABG yang sok ingin punya kehidupan sendiri. Dulu aku kesal sekali saat yangkung selalu tidur di kamarku. Apalagi waktu itu aku berpikir kalau yangkung pasti akan tinggal sangat lama. Dulu itu terasa sangat menyebalkan. Ya Allah, aku jahat sekali...
 
Yangkung ingat? Setiap sehabis sholat yangkung selalu membaca Qur’an. Setiap pagi dan sore yangkung selalu menyapu pekarangan—mengurangi tugas rumahku. Dan setiap malam, di jam belajarku, yangkung selalu memainkan keyboard murahan milikku.
Keyboard itu sekarang ada di kamarku. Tepat di sebelah kasurku. Membuatku selalu ingat yangkung setiap mau tidur.
 
Suara keyboard murahan itu tidak terlalu bagus—maaf yangkung. Anak pertamamu nyatanya tidak sekaya anak-anakmu yang lain—dan selalu sumbang di satu nada.
Tapi yangkung tetap memainkannya. Menyanyikan lagu-lagu lama berbahasa Jawa. Oh ya, ada satu lagu berbahasa Indonesia. Sekarang aku suka sekali lagunya:
“Entah dimana kini kau berada. Sudah kucoba untuk mencari. Di malam yang sunyi dan sesepi ini. Ku sendiri...”
Yangkung merasa sendiri kah? Aku minta maaf. Aku bukan cucu yang baik. Padahal waktu kecil aku selalu minta dimanja oleh yangkung. Tapi... aku sayang yangkung. Yangkung menyayangiku dengan kelembutan yang tidak bisa aku dapat dari ayah—padahal kalian sedarah kan?
 
Kepergian yangkung yang begitu mendadak waktu itu membuatku menyadari sesuatu. Saat mendengar berita itu aku merasa dihujani paku-paku rasa bersalah bertubi-tubi. Aku merasa gagal menjadi seorang cucu. Aku merasa gagal berterimakasih pada orang yang selalu melihatku bertumbuh selama 16 tahun. Aku merasa gagal membalas kebaikan orang yang selalu melakukan apa saja asal tidak berkata ‘tidak’ pada keinginanku. Aku merasa gagal merawat orang yang pernah jauh-jauh datang hanya untuk ikut merawatku yang dirawat di rumah sakit dulu.
 
Mungkin ini terlambat. Sangat terlambat. Tetapi terimakasih untuk semua kebaikan yangkung. Berbahagialah dengan yangti dan bidadari-bidadari surga yang dijanjikan Allah untuk orang beriman seperti yangkung. Di sini, aku mengirimkan fatihah lembut melalui malaikat yang mendengar doaku. Bergantung pada D minor sumbang yang menjadi harmoni indah setiap aku mengenang waktu-waktuku bersama yangkung.
 
Salam cinta,
 
Cucu pertamamu


oleh @tullatul
diambil dari http://gulajawadua.blogspot.com

No comments:

Post a Comment