22 January 2013

Teman Yang Sempurna


Dear Ella,

Aku panggil kamu Ella ya, seperti nama akun twittermu @merelakan. Entah siapa yang pertama kali menahbiskan kamu menjadi duta friendzone, yang aku dengar dari desas-desus kabar burung sih dia yang inisialnya MA, seorang TKW di Malaysia. Entah bener atau enggak, tapi iyain aja deh kamu jadi Duta Friendzone biar cepet.

Gak enak ya rasanya dijadikan ‘cuma teman’ oleh orang yang kita sayang ya, El?
Iya, aku juga tau kok rasanya, gak enak banget. Makanya aku habis kirim surat ini males nyebut kamu Duta Friendzone lagi, takut kualat! Iya dong, gimana coba rasanya suka ama temen sendiri, batin ini tersiksa. Saat kamu menatap matanya, kamu cuma bisa bilang “aku sayang kamu” dalam hati. Saat kamu ingin memeluknya, kamu cuma bisa melakukan itu dalam pikiranmu (atau kalau malam bisa sambil peluk guling di kamar). Saat kamu ingin menciumnya, cuma ada tembok yang rela dicium habis-habisan sama kamu.

Lebih malesin lagi tau gak apa, El?
Kalau dia itu baik banget dan perhatiaannya luar biasa ama kamu, dan mau gak mau kamunya kegeeran, jadi ngarep dan,,, JRENG JRENG.. Itulah awal dari petaka bahaya laten friendzone! Kamu ga tau dia baik ama semua orang atau cuma kamu! Kamu juga ga tau dia melakukan itu karena dia dasarnya emang baik, dan melakukan itu bukan karena dia suka sama kamu!

Kamu tau jarak terjauh itu apa, El?
Jarak terjauh tidak dihitung dalam satuan meter atau mil. Tapi saat kamu dan dia duduk berdampingan, saling suka, tapi tak ada yang berani untuk menyatakan duluan. Semuanya tersimpan rapi dalam diri masing-masing, sayang sekali ya. Terkadang kamu suka mikir gak sih, kalau dia yang kamu anggap nge-friendzone-in kamu itu ternyata suka juga sama kamu cuma ga berani bilang.

Jujur aja deh, El.
Sebenernya kamu juga nyaman kan dalam posisi kamu yang ter-friendzone ini? Kamu bisa dekat sama dia, bisa mendengar suaranya, bisa ketemu sama dia, bisa jadi orang yang dia cari saat dirinya dalam masa sulit. Tapi kadang hati kecilmu berteriak, “AKU GAK MAU KAYAK GINI TERUS!” Kamu pengen dia jadi milik kamu seutuhnya, tak terbagi oleh siapapun. Yang kamu butuhkan cuma keberanian untuk keluar dari zona nyaman ini, El. Aku ngerti, ada ketakutan dalam diri kamu kalau sikap dia berubah setelah kamu ungkapkan yang sebenarnya ke dia, kamu takut dia menjauh dan akan menghilang. Sementara kamu tak mau kehilangan dia…

Sekarang gini aja, El.
Kalau banyak yang mutusin pacarnya karena terlalu baik, kamu juga bisa memutuskan hubungan pertemanan dengan dia-yang-memasukkanmu-ke-dalam-friendzone. Begini kira-kira simulasinya…

Ella (iya ini kamu): kamu terlalu baik buat aku.
Dea (bukan nama sebenarnya) : err, terus?!
Ella : iya, aku mau kita ga usah temenan lagi… 
Dea : loh kok?!?!  
Ella : aku ga mau lagi jadi temen kamu…
Dea : PLIS! JANGAN TINGGALIN AKU!
Ella : Aku gak kemana-mana, aku cuma mau berhenti jadi teman kamu, dan mulai jadi pacar kamu…

Coba, El, berani ga tuh praktekin yang semacam gitu… :p

Udah ya, El.
Kok aku ngirim surat cinta ini kayak ceramah ke kamu ya, aku juga capek ngetiknya. Satu pesanku yang terakhir, lebih baik menjadi kekasih yang tak sempurna daripada teman yang sempurna, karena kesempurnaan itu hanya milik Yang Di Atas.

Regards,
Seorang teman yang sering pernah berada dalam Zona Teman.



Ditulis oleh @gembrit untuk @merelakan dan @mutiaamalia
Diambil dari http://bandarawan.wordpress.com

No comments:

Post a Comment