22 January 2013

Surat dari Eponine untuk Marius


Marius pujaan hatiku,
Rasanya baru kemarin sore aku mengenalmu, dan tak terasa kini sudah hampir empat kali musim dingin yang kulewati hanya dengan memujamu dari kejauhan.

Apa kurangnya aku untuk kau kagumi, Marius?
Aku rela melakukan apapun untukmu.
Dan aku rela memberikan apapun untukmu.

Aku tak lupa dengan senyum tipismu itu, di suatu sore yang mendung, kau tengah membeli beberapa potong Croissant untuk Gavroche dan teman-temannya. Aku mempehatikanmu, dan kau pun tersenyum ke arahku

Sore yang indah, Marius. Aku tak bisa melupakannya.

Sejak saat itulah hari-hariku mulai terasa berbeda, yang kutahu hanyalah pepohonan di hutan sana tumbuh subur dan lebat, serta tak ada hal-hal buruk yang terjadi di sekelilingku. Dengan memikirkanmu, semuanya menjadi terasa mudah dan menyenangkan.

Mariusku, oh Mariusku. Aku mencintaimu.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku kepadamu. Kau menolaknya. Apa kau tahu bagaimana perasaanku, Marius? Aku hanyalah seorang gadis―gadis yang orang tuanya jatuh miskin dan kini tak memiliki apapun lagi. Lalu, apa aku tak pantas hanya untuk mendapatkan satu cinta darimu? Ini tak adil, Marius! Kau menolak cintaku. Harusnya kau tahu bagaimana perasaanku saat itu!

Maaf jika aku sedikit membentak pada suratku ini, Marius. Aku menulisnya dengan bibir yang bergetar hebat dan air mata yang tak henti menetes. Aku mencintaimu. Sungguh.

Tak ada yang tak akan kulakukan untuk membahagiakanmu.

Hingga di suatu pagi yang cerah, Cossete kembali hadir di tengah-tengah keramaian kota―kau pun melihatnya! Ironisnya, kau jatuh cinta pada Cossete. Aku tahu Cossete, aku pernah serumah dengannya. Ia adalah anak bibi Fantine yang dititipkan pada ibuku. Aku mengenalnya, Marius! Sewaktu kecil, ia hidup dalam kesedihan dan aku hidup dalam kebahagian―ia tak pernah mendapatkan apa yang ia inginkan, tapi sekarang ia mendapatkan satu-satunya hal yang paling kuinginkan, cintamu.

Aku menatap hampa ke arahmu yang masih terpaku memperhatikan kecantikan dan keanggunan Cossete. Kau bertanya banyak kepadaku tentang dia. Aku menjawab semuanya. Aku bisa saja berbohong, tapi tidak―aku tak ingin berbohong untuk seorang pria yang aku cintai. Aku akan menyerahkan semuanya untukmu.

“Cari gadis bernama Cossete itu dan bawa ia ke hadapanku, lalu akan kuberikan uang sebanyak apapun yang kau mau!” Pintamu kepadaku.

Kau tahu bagaimana perasaanku saat itu, Marius? Dadaku serasa ditikam dengan sebilah pedang panjang! Bibirku bergetar hebat menatapmu dan kau tak peduli sedikitpun dengan air mataku yang mulai menetes.

Aku tak butuh uangmu, Marius. Aku ingin hatimu!

Aku tak bisa menolak keinginanmu. Aku berjanji, akan kucarikan gadis cantik bernama Cossete itu untukmu. Aku akan melakukan apapun yang membuatmu bahagia.

Di suatu malam yang dingin, kupertemukan kau dengannya, tepat di satu gerbang tua yang gelap. Aku bersembunyi di balik semak Eforbia dan mendengarkan kalimat-kalimat mesra yang terlafal tanpa batas dari mulutmu―namun itu untuk Cossete, bukan untukku.

“Aku mencintaimu.” Ucapmu lembut pada Cossete.

Kau tidak pernah berkata seperti itu kepadaku! Kenapa, Marius? Kenapa? Apa yang harus kulakukan agar aku bisa mendengar kalimat itu terlantur dari bibirmu untukku? Katakan saja!

Dalam hujan dan kegelapan, aku menangis sejadi-jadinya. Aku menggigit bibirku dan terisak tak henti-hentinya.

Beginilah aku, hidup dalam mimpiku sendiri, jika kau sebenarnya mencintaiku, namun ternyata tidak pernah―kau tidak pernah mencintaiku. Selama ini aku hanya berbicara pada diriku sendiri, bukan kepadamu.

Aku mencintaimu, Marius.

Kupertemukan kau dan Cossete, kulindungi Cossete untukmu dan kini kukorbankan nyawaku bagimu.

Peluk aku, Marius. Peluk aku.
Biarkan aku menutup mataku ketika berada di sisimu.

Ya, benar. Peluk aku.
Inilah yang kutunggu-tunggu selama ini, bisa berada di sisimu dengan tersenyum dan dapat mengakhiri hidupku dengan melihat wajahmu. Aku tak takut mati dan aku tak pernah menyesal telah membahagiakanmu.

Terima kasih, Marius.
Tetap tatap aku hingga aku benar-benar tak ada lagi. Jangan dulu kau menoleh ke arah lain!

Terima kasih, Marius.
Aku mencintaimu, Marius.
Aku sangat mencintaimu.


Oleh: @vanatigh
Diambil dari http://irvanwiraadhitya.tumblr.com/

No comments:

Post a Comment